Ali (kw) bertanya kepada Nabi (saw)
tentang kebiasaan beliau. Nabi (saw) menjawab,
“Kearifan (al ma’rifatu)
adalah modalku,
akal (al ‘aqlu) sumber
sikapku,
cinta (al hubb) dasar
hidupku,
kerinduan (al syauqu)
kendaraanku,
dzikrullah temanku,
tekad (ats tsiqatu) bekalku/perbendaharaanku,
duka (al huznu)
kawanku,
ilmu senjataku,
ketabahan
(al shabru) pakaianku,
kerelaan (ar ridha)
sasaranku,
faqir
kebanggaanku,
pengendalian diri (az zuhdu)
pekerjaanku,
keyaqinan makananku,
kejujuran (ash shadiqu)
perantaraku,
ketaatan (ath thaa’atu)
ukuranku,
kesungguhan (al jihaadu)
perangaiku dan
hiburanku (qurratu ‘ayniy)
dalam sholat.”
Bahkan ada hadits yang mengisahkan
perihal akhlak mulia yang dimiliki Nabi (saw):
Malaikat Jibril berkunjung ke tempat
Rasulullah (saw), “Ya Muhammad, ALLAH mengutusku untuk menyampaikan sebuah
hadiah yang tidak pernah diberikan-Nya kepada siapapun sebelum kamu.”
“Hadiah apa itu wahai Jibril?” tanya
Muhammad ingin tahu.
“Sifat sabar. Dan ada yang lebih baik
dari itu.”
“Apa itu hai Jibril?”
“Sifat qana’ah. Dan ada yang lebih baik dari itu.”
“Apa itu hai Jibril?”
“Sifat ridha. Dan ada yang lebih baik dari itu.”
“Apa itu hai Jibril?”
“Sifat zuhud. Dan ada yang lebih baik dari itu.”
“Apa itu hai Jibril?”
“Sifat ikhlash. Dan ada yang lebih baik dari itu.”
“Apa itu hai Jibril?”
“Sifat yaqin. Dan ada yang lebih baik
dari itu.”
“Apa itu hai Jibril?”
“Untuk mendapatkan kesemuanya itu
dibutuhkan sifat tawakkal, berserah diri sepenuhnya kepada ALLAH azza wa jalla.”
“Apa itu tawakkal kepada ALLAH hai
Jibril?”
“Tawakkal berarti engkau mempunyai sikap
bahwa selain ALLAH tidak ada yang bisa mendatangkan sebarang kerugian atau
manfaat, memberi atau melarang, dan engkau bersikap tidak menaruh harap pada
selain-Nya. Apabila seorang hamba bersikap dan mempunyai sifat seperti ini,
maka dia tidak akan mengerjakan sesuatu melainkan karena ALLAH semata. Dia
tidak berharap dan tidak takut melainkan kepada ALLAH. Dia tidak serakah
memohon kecuali kepada ALLAH. Inilah yang disebut tawakkal.”
“Wahai Jibril, apa arti sifat sabar?”
“Yakni engkau bersabar di saat
papa/miskin, sebagaimana engkau bersabar di saat kaya; engkau bersabar di saat
menerima bencana, sebagaimana engkau bersabar di saat sejahtera; engkau tidak
mengeluhkan keadaanmu kepada makhluk lain atas apa yang engkau terima dari
ujian dan derita.”
“Wahai Jibril, apa arti sifat qana’ah?”
“Qana’ah
berarti engkau merasa cukup dengan apa yang engkau terima dari duniamu; engkau
merasa cukup dengan yang sedikit dan bersyukur atas yang ala kadarnya.”
“Wahai Jibril, apa arti ridha?”
“Orang yang ridha adalah orang yang tidak murka kepada tuannya, apakah dia
memperoleh dunianya atau tidak; dan dia tidak rela dirinya menjalankan suatu
tanggung jawab sekedarnya.”
“Wahai Jibril, apa arti zuhud?”
“Orang zuhud adalah yang mencintai orang yang cinta kepada Khaliq-nya,
benci kepada orang yang membenci Khaliq-nya, bersikap hati-hati dari bagian
dunia yang halal, dan tidak menoleh pada yang haram. Karena yang halal pasti
dihisab dan yang haram pasti dihukum. Dia kasih kepada seluruh kaum Muslimin
seperti halnya dia kasih kepada dirinya sendiri. Dia bersikap waspada ketika
berbicara, sebagaimana dia menghindar dari bangkai yang sangat busuk baunya.
Dia berhati-hati dari tipu daya dunia dan keindahannya, sebagaimana dia
menghindari api dari melahapnya. Dia tidak berangan-angan panjang dan
menganggap seakan ajalnya sudah berada di hadapannya.”
“Wahai Jibril, apa arti ikhlash?”
“Orang ikhlash adalah dia yang tidak
memohon dari manusia lain, tapi berusaha keras sampai dia memperoleh
cita-citanya; apabila dia telah memperolehnya dia akan rela. Jika masih ada
sesuatu yang tersisa di tangannya, dia akan memberikannya karena ALLAH
semata-mata. Orang yang tidak memohon dari makhluq, berarti dia telah
menyatakan ubudiyah (kehambaan) kepada ALLAH azza wa jalla. Jika dia
memperolehnya lalu dia rela, berarti dia telah rela kepada ALLAH dan ALLAH juga
rela kepadanya. Apabila dia memberi semata-mata karena ALLAH azza wa jalla,
maka dia memberinya dengan penuh keyakinan akan janji-Nya.”
“Wahai Jibril, apa arti sifat yaqin?”
“Orang yaqin adalah dia yang
beramal semata-mata karena ALLAH seakan-akan dia melihat-Nya. Sekalipun dia
tidak melihat ALLAH, namun ALLAH melihat dia. Dia yakin bahwa apa yang terjadi
padanya bukan sesuatu yang keliru dan apa yang tidak terjadi pada dirinya
adalah bukan bagiannya.”