Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2024

Menyaksikan Keberadaan Rabbul 'alamin

Bukankah indra a5’ hanyalah kemampuan menginderai, dimana outputnya hanyalah berupa sebutan ini atau itu? Bukankah output dari indra a5’ dinilai oleh penilaian hati a5’’ dengan baik atau buruk, lalu bisa menimbulkan keinginan hati a6’’? Kalau begitu, bukankah eksistensi atau keberadaan akan sesuatu adalah ada, bilamana dinyatakan oleh pikiran a7, yaitu ada dalam memori a5’’’ yang disebut dengan pengetahuan dalam wujud kesan / gambaran atau sebutan atau simbol? Bukankah itu adalah kegiatan dari diri yang menyaksikan? Yang menyaksikan bagaimana indra a5’ menyampaikan ini atau itu, menyaksikan bagaimana penilaian hati a5’’ menilai baik atau buruk, menyaksikan bagaimana keinginan a6’’ muncul dan menyaksikan bagaimana memori a5’’’ menyampaikan pengetahuan yang diterimanya. Bukankah kemudian diri yang menyaksikan menyatakan kesaksiannya? Bagaimanakah menyatakan keberadaan Rabbul ‘alamin? Bukankah sang diri sudah bersaksi atau bersyahadat bahwa Dia adalah Rabb-nya? QS A’raaf 7 ayat

Perjanjian Kita Dengan Allah SWT

  Seorang anak menuntut kepada kedua orang tuanya, “Ayah dan ibu yang menginginkan aku ada di dunia ini, yang bukan mauku, maka menjadi kewajiban ayah dan  ibu untuk membahagiakanku.” Lalu ayahnya menyampaikan kepada kami bahwa beliau akan menuntut Allah SWT untuk membahagiakan keluarganya. Tuntutan tersebut adalah wajar. Hanya salah alamat. Mestinya tuntutan tersebut disampaikan kepada Allah SWT. Kenyataannya, hal ini sudah dituangkan dalam QS Al Fatihah. Tentunya tuntutan tersebut pastinya akan dipenuhi Allah SWT. Buktinya leluhur kita Nabi Adam (AS) diciptakan di surga, sarana kehidupan bisa dipergunakan untuk menyenangkan kita. Namun tentunya harus ada perjanjian yang wajib kita penuhi dan yang paling utama adalah mengakui eksistensi Allah SWT dan bersedia mengabdi kepada-Nya. Diantara isi perjanjian tersebut sebagaimana disampaikan Nabi (SAW) lewat Mu’adz bin Jabal (RA) bahwasanya beliau berkata, “Rasulullah (SAW) bersabda, “Allah Ta’ala berfirman: ·        “Hai anak Adam,

Hidup Di Dunia Memang Susah

  Diriwayatkan dari Sa’id bin Al Musayyab (RA), ia berkata: “Pada suatu hari Ali bin Abi Thalib (KW) keluar dari rumah, lalu Salman Al Farisi (RA) menjumpainya. Maka Ali berkata kepadanya, “Hai ayah Abdullah, bagaimana engkau berpagi-pagi?” Jawab Salman, “Hai Amirul Mu’minin, saya berpagi-pagi antara empat kesusahan.” Ali bertanya, “Semoga Allah merahmatimu dan apa empat kesusahan itu?” Jawab Salman, “Menyusahi tanggungan keluarga yang membutuhkan roti, menyusahi Allah yang memerintahkan aku dengan keta’atan, menyusahi syetan yang menyuruhku berbuat maksiat dan menyusahi malaikatul maut yang akan mencabut nyawaku.” Ali berkata, “Bergembiralah engkau wahai ayah Abdullah, sesungguhnya setiap perkara itu ada derajad bagimu. Dan sesungguhnya saya pernah datang pada Rasulullah (SAW) pada suatu hari, beliau bersabda, “Bagaimana engkau berpagi-pagi ya Ali?” Maka jawabku, “Ya Rasulullah (SAW), dalam empat kesusahan: di rumah tidak ada apa-apa selain air dan sesungguhnya saya seorang y