Postingan

Menampilkan postingan dari 2019

Suwung

Ketika menulis di grup perihal suwung, beberapa orang berkomentar bahwa suwung adalah ilusi. Yang lain menyebut suwung sebagai keadaan ketidak-sadaran. Inilah repotnya menghadapi orang-orang yang sudah terkontaminasi pikirannya dengan pendapat orang lain, yaitu terjebak kepada persepsi sang pemberi informasi. Masih mendingan kalau kita mendengar langsung penjelasan dari nara sumber dibanding dengan sekedar membaca tulisannya. Saya jadi teringat kisah teman dari USA bernama Bruno Pizzato seorang sales teknologi petrokimia yang dengan menjual teknologi telah berhasil membangun industry petrokimia di Jepang dan Korea, namun kurang berhasil di Indonesia. Dia cerita saat pertama kali kuliah di Universitas Chicago, professornya membawa cairan berwarna kekuning-kuningan yang dia klaim sebagai air kencingnya. Beliau menyiapkan air kencing tersebut untuk menyambut mahasiswa barunya. Dia meminta seluruh mahasiswa untuk mengikuti apa yang dia lakukan, yaitu dia menyelupkan jarinya dan kemudi

Membebaskan diri dari musibah

Kuasa adalah kemampuan melakukan. Jadi Kuasa harus mutlak, karena mutlak Kuasa harus tunggal tak ada duanya. Kuasa harus ada yang dikuasai, yaitu AkuNya. Dengan AkuNya inilah Kuasa berkarya. Siapa yang diberi izin menggunakan kekuasaan-Nya pasti bahagia. Namun Dia tersembunyi dan juga cinta dikenal. Jadi ada dua fitrah yang saling bertentangan. Bagaimana memahami hal ini? Dengan logika sederhana, maksudnya adalah agar hamba selalu berjuang dengan sungguh-sungguh untuk hadir kepada-Nya. Bagaimana bisa hadir kepada-Nya? Padahal Dia tidak bertempat bahkan semua tempat menempati Dia. Bukankah Dia meliputi segala sesuatu? Dengan adanya fitrah yang bertentangan inilah alam diciptakan, termasuk di dalamnya manusia. Manusia yang merupakan wakil (khalifah) Allah di bumi mestinya dianugerahi kekuasaan. Dengan kekuasaan yang diwenangkan, manusia mengambangkan peradaban. Semakin berkembang peradaban, kemampuan manusia semakin meningkat dan secara bersamaan peran Ilahi dinisbi

Moksa Dalam Islam

“Aku telah mendapatkan kemenangan dari Allah!” Setelah perang Uhud, Rasulullah ( saw ) menikahi Zaynab ( ra ) putri Khuzaymah dari suku ‘Amir, janda dari ‘Ubaydah ( ra ) yang dikenal sebagai “ ibu kaum papa ” . Perkawinan ini mendekatkan Abu Bara’ dari suku ‘Amir kepada Rasulullah ( saw ) . Ketika Islam diperkenalkan kepadanya, ia tidak menolaknya. Saat itu ia belum memeluk Islam, namun meminta agar beberapa orang muslim diutus untuk mendakwahkan Islam kepada seluruh warga sukunya. Rasulullah ( saw ) mengatakan bahwa beliau khawatir bahwa utusan beliau akan diserang oleh suku Ghatafan. Abu Bara’ sebagai kepala suku ‘Amir berjanji akan melindungi para utusan, maka Rasulullah ( saw ) mengutus empat puluh sahabat yang benar-benar mengenal Islam dan menunjuk Mundzir ibnu ‘Amr ( ra ) sebagai pemimpin. Di antara para utusan terdapat ‘Amir ibnu Fuhayrah ( ra ) , bekas budak Abu Bakar (ra) yang dipilih menemaninya dan Nabi ketika hijrah dengan cara mengembalakan kambing di belakang

NKRI adalah rahmat Allah Yang Maha Kuasa

Ini hanyalah opini warga yang awam tentang Tata Negara. Preambule UUD 1945 merupakan Master Piece para leluhur pendiri negara. Barangkali karena keterbatasan informasi, tidak ada Preambule Undang-Undang negara yang sedemikian singkat namun tepat sasaran, kecuali Preambule UUD 1945. Oleh karena itu pantas diduga bahwa Preambule adalah suatu wangsit Tuhan yang diterima oleh para pendiri negara. Dari wejangan bapak Mas Supranoto dari padepokan Wijaya Candra Loka di Manggisan Banyuwangi, kami menangkap makna Preambule yang sedemikian luar biasa. Belum pernah kami menerima wejangan perihal Preambule dengan sedemikian dalam bahkan Preambule ternyata bisa dipergunakan untuk merubah keadaan suatu wilayah, karena sedemikian kuat yoni [1] yang ada padanya. Yoni adalah wilayah mistik, maka pendekatannya adalah dengan kepercayaan. Dengan kepercayaan bahwa adanya rahmat dari Allah Yang Maha Kuasa dan adanya niat luhur manusianya, maka Preambule UUD 1945 ditanam di kota Tuban pada t