Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2012

Pembuat Kerusakan Berdalih Agama

Akibat dari dorongan keakuannya, semenjak zaman dulu hingga sekarang selalu ada orang yang menggeser pengertian agama tanpa menyadari. Mereka menunggangi pikiran untuk menguasai ilmu agama tersebut. Bukan pemahaman yang masuk ke dalam hati (a’) melalui pengertian (a6’’) dan akalnya (a7’’), namun keakuannya. Manusia dengan keakuannya adalah yang paling masif dalam melakukan perusakan alam semesta. Salah satu bukti adalah adanya kisah berikut: Dalam sejarah Islam sendiri pernah terjadi peristiwa kelam, yaitu peperangan antara pemeluk Islam. Dalam perang Nahrawan Kekhalifahan Islam yang diimpin Ali (kw) melawan kaum Khawarij, yaitu yang mengukur agama dengan keakuannya. Dikisahkan : “SIAPA DARI KALIAN YANG INGIN KE SURGA?” Yang dijawab dengan suara serempak, “KAMI SEMUA AKAN MENUJU SURGA!” [1] Di tengah-tengah barisan pasukan Khawarij, ada seorang laki-laki berjalan berkeliling, membangkitkan semangat mereka untuk berperang. Suaranya seperti desis ular dan badannya mengeluarkan

Manusia & Masalahnya

Pada awalnya orang akan terseret oleh hawa nafsunya dan menjadikan sarana jasmani (a1 s/d a4) sebagai sarana pemuas keakuannya. Setiap saat kegiatannya hanya memburu kenikmatan, tak ada bedanya dengan tumbuhan. Mayoritas masyarakat adalah seperti ini, sehingga mereka menjadi cinta dunia dan mengeksplorasi dunia bagi kesenangannya. Kemudian ada juga kelompok yang belajar seni bela diri. Mereka melatih kemampuan daya sensorik dan motorik (a5) untuk menjadi orang sakti, kebal, kuat. Mereka merasa memiliki daya tersebut dan dipergunakan untuk memuaskan dirinya. Biasanya mereka memiliki watak sok jagoan. Ada lagi kelompok orang yang terseret hawa nafsunya melalui sarana perasaannya (a5’). Barangkali representasinya adalah kehidupan dunia glamor atau kehidupan seniman yang hanya mengejar kesenangan hati. Mereka ini kehidupannya seperti orang kerasukan jin. Biasanya memiliki watak mudah tersinggung. Lalu orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan memanfaatkan kemauannya (a6’). M

Orang Jawa Menjelaskan Hakekat Manusia

Gambar
Orang Jawa zaman dahulu, diantaranya diwakili oleh p ara wali di tanah Jawa mengingatkan umat akan jati dirinya dan Tuhannya dalam bentuk seni tata kota. Seni tata kota Kabupaten atau Kota Praja biasanya terdiri dari Alun-alun yang berbentuk segi empat, dengan pohon beringin di tengahnya. Melambangkan diri manusia yang oleh orang Jawa disebut dengan sedulur papat lima pancer /badan . Di bagian depan yang membelakangi gunung, terdapat kadipaten yang merupakan simbol dari saudara yang pertama, yakni jasmani. Jasmani memiliki naluri berupa keinginan untuk dipuaskan tanpa memandang aturan hukum dan moralitas, sehingga digambarkan oleh Qur’an dengan kalimat “ An nafs al ammarah bis-suu’ yang artinya diri yang menyuruh pada kejahatan”. Kadipaten yang harus dirawat dengan baik, karena melalui kadipaten atau jasmani inilah manusia berkarya di dunia. “Saya” seseorang yang menguasai jasmaninya sangatlah berbahaya karena naluri ingin dipuaskan tidak mengenal moral, hukum keadilan dan kesetar

KIsah Penciptaan Manusia Menurut QurĂ¡n & Sains

Kembali kepada tempat penggemblengan pertama, yaitu neraka panas; a wal keberadaan saya di dunia disampaikan dalam QS Al A’raaf 7 ayat 172: “ Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul, kami menjadi saksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang lengah terhadap ini.” ” Kata sulbi di sini menjelaskan bahwa pertanyaan ini disampaikan Allah ketika manusia masih berupa air yang akan dipancarkan. Hal ini tertulis dalam QS Ath Thariq 86 ayat 6-7: “ Ia diciptakan dari air yang dipancarkan, yang keluar dari antara tulang sulbi laki-laki dan tulang dada perempuan. ” Menurut bapak, raga saya tempat menjalani hukuman turun melalui awal (A) dan selanjutnya tercipta menjadi raga. Sedangkan sayanya disabda turun setelah raganya dan pengertiannya semp