Bangun
pagi bingung, apa yang harus dikerjakan? Pulang kerja juga bingung, mau apa? Di
saat kerja juga bingung, apa yang harus dikerjakan? Apakah setiap orang
mengalami kejadian seperti ini? Mengalami disorientasi hidup.
Padahal
secara fitrah, setiap orang selalu mengejar kenikmatan. Berarti kehidupannya
selalu terarah kepada upaya menggapai kenikmatan. Namun bentuk riil apa yang
membuat seseorang bisa fokus kepada apa yang dia mau gapai?
Inilah
perlunya setiap orang memiliki qiblat dan bait.
Qiblat
adalah tujuan yang ingin digapai. Misalnya seseorang menginginkan uang untuk
kesejahteraan dirinya, maka dia harus berupaya agar bisa mendapatkan uang. Dia harus
menggunakan sarana dirinya baik fisik maupun kecerdasan untuk menggapai
kemauannya.
Sedangkan
bait adalah wujud nyata dari upaya untuk mendapatkan uang. Contohnya adalah
bentuk usaha. Bentuk usaha setiap orang bermacaam-macam, semisal petani,
tentunya sawah adalah baitnya, pemilik perusahaan, perusahaan adalah baitnya,
pegawai, kantornya adalah baitnya.
Bilamana
begitu, bagaimana dengan orang yang menjadikan Allah sebagai qiblatnya? Apakah baitnya?
Orang
awam memandang Ka’bah sebagai pemersatu arah umat Islam dan menjadikannya
sebagai rumah Allah atau Baitullah. Berarti umat Islam yang menuhankan Allah,
menjadikan Allah sebagai qiblatnya. Namun yang menjadi pertanyaan adalah:
apakah baitnya? Apakah Ka’bah tersebut sebagai baitnya?
Kalau
menggunakan pengertian di atas, maka harus ada bentuk usaha yang riil yang
menunjukkan bahwa upaya orang untuk menemui Tuhannya. Tentunya hal tersebut
diwujudkan dalam bentuk penyembahan. Bagi umat Islam, sholat adalah penyembahan
dan sholat butuh tempat, yaitu masjid yang merupakan suatu “tanda” sebagai
rumah Tuhan. Dengan symbol berupa rumah, maka di situlah tempat pertemuan
antara tamu dengan sang tuan rumah.
Ini adalah
bentuk penggunaan akal (a’7), bagaimana orang mewujudkan bentuk usaha
penyembahan melalui masjid, pura, gereja, candi dan lain-lain. Ini adalah karya
orang yang cerdas yang bisa memaksimalkan penggunaan akal.
Ada juga
perwujudan bentuk usaha yang kurang cerdas, yaitu melalui patung, tonggak, tugu
dan lain-lain. Kenapa disebut kurang cerdas? Karena bentuk-bentuk tersebut bisa
mendorong penyembahnya untuk mempersonifikasikan wujud Tuhan. Oleh orang kemudian
yang tidak menggunakan pengertiannya, akhirnya mereka kehilangan orientasi
perihal Tuhan dan menjadikan wujud-wujud tersebut sebagai Tuhannya.