Kata fitnah menurut KBBI berarti perkataan bohong atau tanpa berdasarkan kebenaran yang disebarkan dengan maksud menjelekkan orang. Karena kata fitnah adalah berasal dari Bahasa Arab, sehingga perlu dimengerti makna sebenarnya dari Bahasa aslinya, Menurut Ibn Hajar al-Asqalany dalam karya Fathul Bari Syarh Shahihil Bukhari menyatakan bahwa makna fitnah berasal dari kata al ikhtibar yang artinya penyingkapan hakikat sesuatu dan kata al-imtihan yaitu pengujian[1]. Dari kedua arti tersebut, kami memilih pemahaman bahwa fitnah adalah proses pengujian atas keimanan seseorang melalui peristiwa atau kejadian.
Pandemi Covid-19 adalah peristiwa atau kejadian. Sebagian
orang menyatakan bahwa ini adalah kenyataan dan sebagian lagi mempercayai bahwa
ini adalah kebohongan yang direkayasa. Semua orang bebas beropini, namun
janganlah emosional, sehingga membuat gelap pikiran, lalu menimbulkan gelap
hati dan berujung di kegelapan fisik, seperti menghuni penjara.
Kita melihat kenyataan bahwa banyak orang
dirawat di Rumah Sakit atau terisolasi di rumah bahkan banyak orang meninggal
yang dikuburkan dengan protokoler yang ketat. Kenyataan yang ditangkap oleh
indra kita ini kemudian diolah oleh pengetahuan kita dan dengan pengaruh emosi
dan/atau ambisi, maka kita beropini atau memberikan penilaian. Penilaian itu
bisa positif, bisa pula negatif. Kita tidak membahas mana yang benar atau mana
yang salah, karena penilaian positif dan negatif keduanya adalah kenyataan. Namun
kalau kita tarik lebih jauh lagi, bahwa dibalik penilaian itu tentu ada yang
membuat peristiwa tersebut terjadi, yaitu berupa cipta alam. Cipta alam yang
berasal dari sabda alam dan bersumber dari cita alam, kesemuanya itu memerlukan
izin dari Yang Maha Kuasa.
Dengan adanya izin dari Yang Maha Kuasa, lalu
bagaimana kita seharusnya menarik pengertian dan bersikap atas peristiwa pandemi
Covid-19?
Peristiwa ini adalah kenyataan dan bukan
musibah atas kesalahan umat manusia. Peristiwa ini harus terjadi sebagai bagian
dari kesempurnaan kehidupan manusia, yaitu sempurna dalam perannya sebagai
hamba Allah Yang Maha Kuasa. Kenapa bukan disebut musibah? Karena tidak ada
tanda-tanda akan kesalahan umat manusia yang berhubungan dengan pandemi ini dan
tidak ada tanda-tanda kehadiran Ilahi, semisal bentuk-bentuk tulisan AsmaNya di
alam semesta. Sehingga kami menarik kesimpulan bahwa peristiwa ini adalah
fitnah atau pengujian. Pengujian siapa-siapa yang sesungguhnya bersedia mengakui
dan memerankan diri sebagai hamba Allah Yang Maha Kuasa.
Kalau kita mau menerima bahwa peristiwa ini
adalah fitnah atau ujian keimanan, lalu bagaimana kita harus bersikap dan
bertindak?
Tanamkanlah pengertian bahwa kita adalah saksi
dan hamba Allah hingga ke dalam diri, ke dalam raga dan hati. Tanamkanlah bahwa
diri kita beriman kepada Allah.
Tumbuhkanlah sikap beriman kepada Allah lalu
berbuatlah sesuai dengan pengertian yang telah kita peroleh dengan tuntunan
akal yang memberikan kita strategi dan cara untuk mewujudkan sikap tersebut.
Sebagai saksi dan hamba Allah Yang Maha Kuasa,
kita meyakini bahwa ada pengetahuan pasti (A8), ada pengetahuan dugaan (A9) dan
ada pengetahuan yang belum/tidak diketahui. Sebagai orang awam, kita tidak memiliki
pengetahuan cara menanggulangi pandemi covid-19. Sehingga akal kita memberikan
cara agar melakukan pendekatan A10 atau pendekatan klenik kata nenek moyang
kita atau pendekatan iman kata ahli agama.
Dalam munajat kepada Allah Yang Maha Kuasa teringat
bahwa bentuk virus covid-19 seperti bunga pohon Lamtoro. Pohon Lamtoro adalah
pohon yang sangat mudah berkembang, baik dengan biji maupun dengan cara stek. Kenyataan
ini menimbulkan pemahaman bahwa penyebaran covid-19 akan menjadi sangat cepat
dan meluas. Akal kami kemudian memberikan cara agar mengambil ranting pohon
Lamtoro untuk distek, namun dengan cara dibakar ujungnya dan ditanam terbalik. Kami
mendapat pemahaman bahwa cara tersebut tentunya tidak akan menumbuhkan pohon
Lamtoro apalagi berbunga dan diharapkan Allah Yang Maha Kuasa berkehendak untuk
menghentikan pandemi Covid-19 ini. Penanaman stek pohon Lamtoro adalah penempatan
harapan kepada Allah Yang Maha Kuasa atau doa berupa upaya bukan bahasa.
Ya Allah, kami beriman kepada Engkau dan
menerima ujian fitnah ini demi kesempurnaan kehidupan umat manusia. Namun
pendemi Covid-19 ini memang betul-betul memberatkan bagi sebagian besar umat
kami dan hanya Engkau yang mampu menghentikannya. Hanya kepada Engkau kami
berharap dan kami beriman kepada ketentuan Engkau bahwa pandemi Covid-19
berakhir.
Karena ini adalah ujian berupa fitnah, maka
sebagai saksi dan hamba-Nya, wajib bagi kita untuk istiqamah bersabar dalam
perjuangan, jangan kendor iman dan amal serta dirikanlah sholat.
Griya Mutiara Papahan, 12 Jul 2021
Tidak ada komentar:
Posting Komentar