Sabtu, 24 Agustus 2024

Cara-cara Setan Yang Harus Kita Ketahui Sebagai Lawan

Strategi Iblis yang dilaknat Allah diimplementasikan dengan cara, yaitu:

1.     Godaan (an-nazgh)

QS Al A’raaf 7 ayat 200: Dan jika kamu ditimpa suatu godaan (yanzaghannaka) syaitan, maka berlindunglah kepada Allah.

QS Yusuf 12 ayat 100: .... Dan sesungguhnya Rabb-ku telah berbuat baik kepadaku, ketika Dia membebaskan aku dari penjara dan ketika membawa kamu dari dusun padang pasir, setelah syaitan merusakkan (an-nazagha) antaraku dan saudara-saudaraku. ....

QS Al Isra 17 ayat 53: Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku, “Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik.” Sesungguhnya syaitan itu menimbulkan perselisihan (yanzaghu) di antara mereka. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia.

QS Fushilat 41 ayat 36: Dan jika syaitan mengganggumu (yanzaghannaka) dengan suatu gangguan (nazghun), maka mohonlah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

Godaan syaitan an-nazgh membuat kerusakan hubungan kasih sayang.

2.    Bisikan (al-hamaz)

QS Al Mu’minun 23 ayat 97: Dan katakanlah, “Ya Rabbi aku berlindung kepada Engkau dari bisikan-bisikan (hamazati) syaitan.”

QS Al Qalam 68 ayat 11: yang banyak mencela (hammaazi), yang kesana kemari menghamburkan fitnah,

QS Al Humazah 104 ayat 1: Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat (humazatin) lagi pencela,

Dalam hadits Riwayat Ahmad, dari Ummu Salamah (r.a.), “Apabila Rasulullah (s.a.w.) bangun malam, beliau selalu berdoa, “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari gangguan setan yang terkutuk, dari bisikan, hembusan dan tiupannya.”.”

Dalam hadits riwayat Ibnu Majah, para sahabat bertanya kepada Nabi (s.a.w.), “Ya Rasulullah, apa yang dimaksud dengan bisikan, hembusan dan tiupan syaitan itu?”

Nabi (s.a.w.) menjawab, “Yang dimaksud dengan bisikan adalah sesuatu yang mematikan (kebimbangan), yang bisa menimpa seseorang. Sedangkan tiupannya adalah takabur dan hembusannya adalah syair.”

Bisikan syaitan al-hamaz akan menimbulkan kebimbangan.

3.    Hembusan (an-nafts)

Hembusan syaitan an-nafts akan membangkitkan ketakaburan, yaitu menolak kebenaran dan / atau meremehkan yang lain.

4.    Tiupan (an-nafkh)

Tiupan syaitan an-nafkh adalah syair.

5.    Kehadiran (al-hudhur)

QS Al Mu’minun 23 ayat 98: Dan aku berlindung kepada Engkau, ya Rabbi dari kedatangan (yachdluruwni) mereka kepadaku.”

6.    Kerasukan (al-mass)

QS Al Baqarah 2 ayat 275: orang-orang yang makan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kerasukan (al-massi) syaitan lantaran penyakit gila. ….

7.    Kesenangan (al-istimta’)

QS Al An’am 6 ayat 128: Dan hari di waktu Allah menghimpunkan mereka semuanya, “Hai golongan jin, sesungguhnya kamu telah banyak menyesatkan manusia.” Lalu berkatalah kawan-kawan mereka dari golongan manusia, “Ya Rabbi, sesungguhnya sebahagian dari kami telah dapat kesenangan (astamta’a) dari sebahagian dan kami telah sampai kepada waktu yang telah Engkau tentukan bagi kami.” Allah berfirman, “Nereka itulah tempat diam kamu, sedang kamu kekal di dalamnya, kecuali Allah menghendaki.” Sesungguhnya Rabbmu Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.

8.    Waswas (al-waswasah)

QS Al A’raaf 7 ayat 20: Maka syaitan membisikkan pikiran jahat (fawaswasa) kepada keduanya untuk menampakkan kepada keduanya apa yang tertutup dari mereka, yaitu auratnya dan syaitan berkata, “Tuhan kamu tidak melarangmu dari mendekati pohon ini, melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi orang-orang yang kekal.”

QS Thaha 20 ayat 120: Kemudian syaitan membisikkan pikiran jahat (fawaswasa) kepadanya dengan berkata, “Hai Adam, maukah aku tunjukkan kepada kamu pohon khuldi dan kerajaan yang tidak akan binasa?”

QS Qaf 50 ayat 16: Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan (tuwaswisu) oleh hatinya (nafsuhu) dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.

QS An-Naas 114 ayat 4 - 5: Dari kejahatan bisikan (al-waswaasi) syaitan yang biasa bersembunyi, yang membisikkan (yuwaswisu) ke dalam dada manusia. Karena waswas diterima oleh dada, maka waswas itu bermakna penilaian a5’’ yang salah atau keinginan a6’’ untuk memenuhi hawa nafsu.

9.    Wahyu (wachyu)

QS Al-An’am 6 ayat 112: Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap Nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan manusia dan jin, sebahagian mereka membisikkan (yuwchiy) kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu. Jikalau Rabb-mu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan.

QS Al An’am 6 ayat 121: Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. Sesungguhnya syaitan itu membisikkan (layuwchuwna) kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu dan jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik.

10.  Hasutan (al-`uzz)

QS Maryam 19 ayat 83: Tidakkah kamu lihat bahwasanya Kami telah mengirim syaitan-syaitan itu kepada orang-orang kafir untuk menghasut (ta`uwzzuhum) mereka berbuat maksiat dengan sungguh-sungguh?

Hasutan syaitan al-`uzz mendorong pada perbuatan maksiat.

11.   Turun (at-tanazzul)

QS Asy-Syu’ara ayat 26 ayat 221 – 222: Apakah akan Aku beritakan kepadamu, kepada siapa syaitan-syaitan itu turun (tanazzalu)? Mereka turun (tanazzalu) kepada tiap-tiap pendusta lagi banyak dosa, mereka menghadapkan pendengaran itu dan kebanyakan mereka adalah orang-orang pendusta.

12.  Mengobarkan nafsu syahwat (al-istihwa)

QS Al An’am 6 ayat 71: Katakanlah, “Apakah kita akan menyeru selain daripada Allah, sesuatu yang tidak dapat mendatangkan kemanfaatan kepada kita dan tidak mendatangkan kemudharatan kepada kita dan kita akan kembali ke belakang, sesudah Allah memberi petunjuk kepada kita, seperti orang yang telah disesatkan (istahwat-hu) oleh syaitan di pesawangan yang menakutkan, dalam keadaan bingung, dia mempunyai kawan-kawan yang memanggilnya kepada jalan yang lurus, “Marilah ikuti kami”.” Katakanlah, “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk dan kita disuruh agar menyerahkan diri kepada Rabbul ‘alamin.”

 

13.  Lupa (ath-thaif)

QS Al A’raaf 7 ayat 201 - 202: Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa, bila mereka ditimpa lupa (thaa`ifun) dari syaitan, mereka ingat Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya. Dan teman-teman mereka membantu syaitan-syaitan dalam menyesatkan dan mereka tidak henti-hentinya.

 

Pengetahuan ini diharapkan bisa menyadarkan kita bahwa Iblis beserta syaitan bala tentaranya adalah musuh yang nyata. Oleh karena itu sikapilah mereka sebagai musuh dengan cara memahami strategi dan cara mereka, agar kita tidak tersesat apalagi dimurkai Allah. Itulah kemenangan yang pasti.

☫☫☫☫☫☫☫☫☫☫☫☫☫☫☫☫☫☫☫☫☫☫☫☫☫☫☫☫☫☫

Papahan, 11 Jul 2022

Sumber:

1.     Al Qur`an Hafalan Al-Hufaz Per Kata, Cordoba, Bandung, 2020

2.    Muhammad Isa Dawud, Dialog Dengan Jin Muslim – Pengalaman Spiritual, Pustaka Hidayah, Bandung, 1996

3.    Rahnip M, B.A., Terjemah Injil Barnabas, PT Bina Ilmu, Surabaya, 1984

Selasa, 20 Agustus 2024

Strategi Setan Yang Perlu Kita Ketahui Sebagai Lawan

Wahai manusia! Ketika Allah mengeluarkan Iblis dari surga-Nya dan dari rahmat-Nya serta menyatakan bahwa dia sesat bahkan dimurkai, maka Iblis telah menyatakan akan menggelincirkan Bani Adam dari jalan-Nya dengan strategi:

1.     La-attakhidzanna

QS An Nisa 4 ayat 117-120: Yang mereka sembah selain Allah itu tidak lain hanyalah berhala (inatsan) dan mereka tidak lain hanyalah menyembah setan yang durhaka, yang dilaknati Allah dan itu mengatakan, “Aku pasti akan mengambil bagian tertentu (la-attakhidzanna) dari hamba-hamba-Mu dan pasti akan kusesatkan mereka (la-udhillannahum) dan akan kubangkitkan angan-angan kosong pada mereka (la-umanniyannahum) dan akan kusuruh mereka (la-amurannahum) memotong telinga-telinga binatang ternak dan akan aku suruh mereka (la-amurannahum) mengubah ciptaan Allah.” Barangsiapa menjadikan setan sebagai pelindung selain Allah, maka sungguh dia menderita kerugian yang nyata.

La-attakhidzanna adalah dengan mengambil alih bagian tertentu. Bagian tertentu ini utamanya adalah jendela tempat manusia memandang apa-apa yang tergelar, yaitu pandangan mata. Orang-orang indigo barangkali salah satunya. Dengan pengambilalihan pandangan mata, maka yang tampak bagi mereka akan berbeda dengan kenyataan, namun dipercaya sebagai kebenaran. Demikian pula para pengikut mereka, yaitu yang mempercayai mereka.

2.    La-udhillannahum

La-udhillannahum bermakna Bani Adam akan dibuat tersesat, yaitu tidak tercapainya tujuan sejati. Tujuan sejati Bani Adam adalah sebagai saksi, hamba & khalifah Allah. Tujuan sejati ini diubah menjadi mengejar karir demi kenikmatan duniawi. Dengan demikian, maka Bani Adam telah menuhankan hawa nafsunya (Ilahahu hawahu).

3.    La-umanniyannahum

La-umanniyannahum bermakna Bani Adam akan dibuat suka memanjangkan angan-angan hingga melupakan kematian. Angan-angan adalah menatap masa depan dan mewujudkan angan-angan adalah kewajiban hidup kita. Sedangkan kematian perlu disongsong dengan penyiapan diri berupa sikap siap mati kapan saja. Dengan demikian untuk mengelola dualisme keseimbangan antara perjuangan mewujudkan angan-angan dan penyiapan diri untuk menjemput kematian harus dilakukan. Yaitu dengan sikap selalu menempatkan diri akan mati, agar membangkitkan upaya untuk memberikan yang terbaik.

4.    La-amurannahum,

La-amurannahum Bani Adam yang menjadi pengikut setan diperintah untuk mengubah ciptaan Allah. Alasan mereka melakukan pengubahan ciptaan Allah adalah untuk membuat lebih menarik. Contohnya adalah fenomena operasi plastik yang semakin marak saat ini. Dengan menampakkan hasil yang lebih menarik, maka mendorong orang lain untuk mengikutinya. Termasuk penataan alam, karena bisa jadi Pembangunan perkotaan adalah lambang keakuan.

5.    La-aq’udanna

QS Al A’raaf 7 ayat 16-17: (Iblis) menjawab, “Karena Engkau telah menyesatkan aku, pasti aku akan selalu menghalangi (la-aq’udanna) mereka dari jalan-Mu yang lurus, kemudian pasti aku akan mendatangi (la`atiyannahum) mereka dari depan mereka dan dari belakang mereka dan dari kanan mereka dan dari kiri mereka dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur.”

La-aq’udanna bermakna bahwa Iblis beserta pengikutnya dari golongan Jin dan Manusia akan menghalangi manusia dalam perjuangannya menjadi saksi, hamba dan khalifah Allah. Ini dilakukan dengan ajakan bahkan paksaan.

6.    La`atiyannahum

La`atiyannahum bermakna mendatangi dari segala arah, agar manusia gagal menjalankan perannya.

7.    La-uzayyinanna

QS Al Hijr 15 ayat 39: Ia (Iblis) berkata, “Tuhanku oleh karena Engkau telah memutuskan aku sesat, aku pasti jadikan indah (la-uzayyinanna) bagi mereka di bumi dan aku akan menyesatkan / memerangkap (la-ughwiyannahum) mereka semuanya.”

La-uzayyinanna bermakna pandangan manusia dibuat sibuk mengejar dunia hingga lupa akan kehidupan akhirat, apalagi ingat akan Allah.

8.    La-ughwiyannahum

QS Shad 38 ayat 82: (Iblis) menjawab, “Demi Kemuliaan-Mu pasti aku akan menyesatkan / memerangkap (la-ughwiyannahum) mereka semuanya.”

La-ughwiyannahum bermakna manusia akan diperangkap oleh Iblis dan setan pengikutnya melalui nilai-nilai salah. Allah SWT berfirman dalam QS Shad 38 ayat 84: “Maka yang benar dan hanya kebenaran itulah yang Ku-katakan.”

9.    La-achtanikanna

QS Al Isra 17 ayat 62: Ia (Iblis) berkata, “Terangkanlah kepadaku inikah yang lebih Engkau muliakan daripada aku, sekiranya Engkau memberi waktu kepadaku sampai hari Kiamat, pasti akan aku sesatkan / sibukkan dengan pembicaraan (la-achtanikanna) keturunannya kecuali sebagian kecil.”

La-achtanikanna Bani Adam akan dibuat sibuk dengan pembicaraan, sehingga lalai akan pengamalan.

Pengetahuan akan strategi Iblis ini diharapkan bisa menyadarkan kita bahwa mereka adalah musuh yang nyata. Oleh karena itu sikapilah mereka sebagai musuh dengan cara memahami strategi dan cara mereka, agar kita tidak tersesat apalagi dimurkai Allah. Itulah kemenangan yang pasti.

☫☫☫☫☫☫☫☫☫☫☫☫☫☫☫☫☫☫☫☫☫☫☫☫☫☫☫☫☫☫

Papahan, 11 Jul 2024

Sumber:

1.     Al Qur`an Hafalan Al-Hufaz Per Kata, Cordoba, Bandung, 2020

2.    Muhammad Isa Dawud, Dialog Dengan Jin Muslim – Pengalaman Spiritual, Pustaka Hidayah, Bandung, 1996

3.    Rahnip M, B.A., Terjemah Injil Barnabas, PT Bina Ilmu, Surabaya, 1984


Senin, 13 Mei 2024

Apa Sejatinya Makna Lubb Yang Merupakan Tempat Terbitnya Tauhid?

 

Sayyidina Ali KW menyatakan bahwa lubb adalah maqam terbitnya Tauhid. Bagaimana penjelasannya?

Untuk menjawab pertanyaan ini, tentunya yang sahih dalam menjawab adalah Allah dan Rasulullah SAW yang menerima wahyu berupa Al Quran tersebut. Allah tentunya sudah menjelaskan melalui Al Qur`an dan Rasulullah SAW telah menjelaskan dalam Haditsnya, namun kita akan melakukan penelitian akan istilah tersebut dalam Al Quran itu sendiri, dengan tak lupa meminta pemahaman kepada Allah SWT.

Tauhid difahami sebagai keyakinan akan keesaan Allah. Namun bisa diperluas maknanya, yaitu menegakkan kalimat Laa Ilaha Illallah, Muhammadar-Rasulullah. Makna Ilah sudah pernah dijelaskan, yaitu yang mendominasi diri kita adalah Allah dan caranya dengan mengikuti tauladan Rasulullah SAW. QS Al Anbiya ayat 25: Kami tidak mengutus seorang Rasul pun sebelum engkau (Muhammad SAW), melainkan Kami mewahyukan kepadanya bahwa tiada Ilah selain Aku, maka sembahlah Aku.

Sejujurnya, kalau kita ingin menegakkan kalimat Tauhid, yaitu menjadikan Allah dominan, maka pola pikir, sikap dan tindakan adalah karena Allah, oleh Allah dan untuk Allah, terutama dengan menolong Wali-wali Allah.

QS Al Baqarah 2 ayat 179: Dan dalam qishash itu ada hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal (ya`uwliy al-`albabi) agar kamu bertakwa. Untuk memahami bahwa pada qishash ada kehidupan, perlu perenungan yang dalam.; ayat 197: Haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal (ya`uwliy al-`albabi). Ini adalah perintah untuk orang-orang yang berakal; ayat 269: Allah menganugerahkan al hikmah kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah (`uwluw al-`albabi) yang dapat mengambil pelajaran. Pada ayat-ayat tersebut ditunjukkan adanya hubungan antara lubb dengan perenungan yang dalam untuk memetik pelajaran, ketakwaan dan hikmah.

QS Ali Imran 3 ayat 7: Dialah yang menurunkan Al Kitab kepada kamu. Diantaranya ada ayat-ayat muhkamaat, itulah pokok-pokok isi Al Qur`an dan yang lain mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya (quluwbihim) condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta`wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta`wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya (warrasikhuwna fiy al-‘ilmi) berkata, “Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Rabb kami.” Dan tidak dapat mengambil pelajaran melainkan orang-orang yang berakal (`uwluw al-`albabi). Untuk bisa menarik pelajaran, kita perlu pemikiran yang dalam.; ayat 190-191: Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal (li`uwliy al-`albabi), yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi, “Ya Rabb kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” Pada ayat ini sudah dijelaskan dengan gamblang bahwa yang dimaksud dengan lubb adalah diawali dengan pengamatan yang mana hasilnya diolah oleh pikiran. Data-data ditangkap oleh pengetahuan, diolah oleh pengertian hingga memperoleh kesimpulan dan akal yang akan menetapkan strategi dan cara untuk mewujudkan kesimpulan.

INPUT è PROSES è OUTPUT

Dengan demikian orang-orang yang mau mengamati, lalu menelaah hingga menarik kesimpulan kemudian menyikapinya dan mengambil tindakan secara tepat disebut Ulil Albab. Bukankah hasil pengamatan indra hanyalah berupa ini atau itu dan hasil penilaian hati hanyalah baik atau buruk? Namun semua data tersebut diolah oleh pikiran kita menjadi gambaran, hukum, rumus dan lain-lain. Oleh karena itu janganlah membiarkan kotor atau mengotori pikiran kita dengan kejahatan. Bersihkanlah untuk mendapatkan ketakwaan kepada Allah.

QS Al Maidah 5 ayat 100: Katakanlah, “Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, maka bertakwalah kepada Allah hai orang-orang yang berakal (ya`uwliy al-`albabi), agar kamu mendapatkan keberuntungan.”

QS Yusuf 12 ayat 111: Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang berakal (li`uwliy al-`albabi). Al Qur`an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.

QS Ar Raad 13 ayat 19 - 21: Adakah yang mengetahui bahwasanya apa yang diturunkan kepadamu dari Rabb-mu itu benar, sama dengan orang yang buta? Hanyalah orang-orang yang berakal (`uwluy al-`albabi) saja yang dapat mengambil pelajaran, orang-orang yang memenuhi janji Allah dan tidak merusak perjanjian dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan dan mereka takut kepada Rabb-nya dan takut kepada hisab yang buruk.

QS Ibrahim 14 ayat 52: (Al Qur`an) ini adalah penjelasan yang sempurna bagi manusia dan supaya mereka diberi peringatan dengannya dan supaya mereka mengetahui bahwasanya Dia adalah Ilah Yang Maha Esa dan agar orang-orang yang berakal (`uwluy al-`albabi) mengambil Pelajaran.

QS Shad 38 ayat 29: Ini adalah Kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah, supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran (`uwluw al-`albabi).; ayat 43: Dan Kami anugerahi dia (Ayyub AS) keluarganya dan kepada mereka sebanyak mereka pula sebagai rahmat dari Kami dan pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai fikiran (`uwluw al-`albabi).

QS Az Zumar 39 ayat 9: Ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada Akhirat dan mengharapkan rahmat Rabb-nya? Katakanlah, “Adakah sama, orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah (`uwluw al-`albabi) yang dapat menerima Pelajaran.; ayat 18: yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik diantaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan itulah orang-orang yang mempunyai akal (`uwluw al-`albabi).; ayat 21: Apakah kamu tidak memperhatikan bahwa sesungguhnya Allah menurunkan air dari langit, maka diatur-Nya menjadi sumber-sumber air di bumi, kemudian ditumbuhkan-Nya dengan air itu tanam-tanaman yang bermacam-macam warnanya, lalu menjadi kering, lalu kamu melihatnya kekuning-kuningan, kemudian dijadikan-Nya hancur berderai-derai. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal (li`uwliy al-`albabi).

QS Al Ghafir 40 ayat 54: Untuk menjadi petunjuk dan peringatan bagi orang-orang yang berfikir (li`uwliy al-`albabi).

QS Ath Thalaq 65 ayat 10: Allah menyediakan bagi mereka azab yang keras, maka bertakwalah kepada Allah hai orang-orang yang mempunyai akal (`uwliy al-`albabi), (yaitu) orang-orang yang beriman. Sesungguhnya Allah telah menurunkan peringatan kepadamu.

Dari penjelasan tersebut, makna lubb berhubungan dengan pikiran yang merupakan Baitul Makmur. Bukankah melalui pikiran kita bisa membahas apa saja, bahkan Allah, meski kita tetap tidak akan mampu mengenal-Nya secara utuh. Sehingga setelah memenangkan perang di Mihrab, maka waktunya mi’raj ke Baitul Makmur untuk hadir ke hadirat-Nya tanpa menyekutukan-Nya.

Pada maqam tersebut berjuanglah untuk menegakkan ketauhidan kedalam diri. Inilah posisi Tasyahud Awal karena kita mungkin sudah diizinkan untuk hadir ke hadirat-Nya.

Hasil daripada menegakkan ketauhidan akan membuat kita selalu berbasis pada Allah Yang Maha Esa.

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Papahan, 12 Syawal 1445 atau 21 Apr 2024

Sumber: Quran

Rabu, 01 Mei 2024

Apa Sejatinya Makna Syaghaf Yang Merupakan Tempat Terbitnya Mahabbatullah

 

Salah satu bagian dalam istana Allah disebut syaghaf, yang oleh Sayyidina Ali (KW) dijelaskan sebagai tempat terbitnya Mahabbatullah. Di Al Quran juga terdapat istilah syaghaf yang diterjemahkan sebagai sangat mendalam. QS Yusuf 12 ayat 30: Dan wanita-wanita di kota berkata, “Isteri Al Aziz menggoda bujangnya untuk menundukkan dirinya, sesungguhnya cintanya kepada bujangnya itu adalah sangat mendalam (syaghafa). Sesungguhnya kami memandangnya dalam kesesatan yang nyata.”

Apakah maksudnya?

Untuk menjawab pertanyaan ini, tentunya yang sahih dalam menjawab adalah Allah dan Rasulullah (SAW) yang menerima wahyu berupa Al Quran tersebut. Allah tentunya sudah menjelaskan melalui Al Qur`an dan Rasulullah (SAW) telah menjelaskan dalam Haditsnya. Namun karena keterbatasan informasi yang kita terima dan penjelasan dari ahlinya belum memuaskan, maka kita akan melakukan penelitian akan istilah tersebut dalam Al Quran itu sendiri dengan tidak lupa memohon pemahaman kepada Allah.

Dari penjelasan ayat di atas, makna syaghaf berhubungan dengan cinta yang sangat dalam. Bukankah setiap individu sangat mencintai dirinya? Apalagi karena sang diri diciptakan untuk kesenangan. Bukankah saat kita menyatakan, “Aku mencintaimu.”, sesungguhnya aku mencintai diriku sendiri, dimana diriku akan bahagia dengan engkau di sisiku. Karena cinta sejati atau cinta yang sangat dalam akan merelakan sang pecinta untuk mengorbankan eksistensi dirinya. Namun akibat terperosok dalam mencari kesenangan diri, dia menjadi lupa akan fitrahnya sebagai hamba dari Allah Yang Maha Kuasa. Dengan demikian cinta yang sangat dalam itu berasal dari dirinya. Dia mencintai dirinya sendiri dengan sangat dalam (syaghaf).

Pertanyaan selanjutnya adalah maukah kita menerima kembali fitrah kita sebagai hamba ataukah kita tetap kepada keakuan kita, seperti Iblis?

Semua itu adalah pilihan dengan manfaat dan resiko yang akan dipertanggung-jawabkan sendiri-sendiri. Salah satu argumen yang dilontarkan bagi yang tidak mau adalah bahwa keberadaan kita di alam dunia adalah kehendak Ilahi, maka sudah sepantasnya Dia menyenangkan kita.

Argumen ini fitrah, namun juga menjadi hak Ilahi untuk diakui keberadaan-Nya dan diabdi serta dipuja, sebelum kenikmatan yang menjadi hak kita diberikan secara utuh.

Bagi yang mau, maka berjuanglah untuk menanamkan kecintaan yang sangat dalam dari diri kepada Allah dalam sujudmu. Sikap ini selalu kita lakukan dalam sholat saat sujud pertama. Ibaratnya mereka yang sudah menyaksikan, mengetahui, mampu dan mau menerima Allah sebagai Ilah-nya adalah sudah memasuki mihrab masjid. Bukankah mihrab adalah tempat kita berperang menaklukkan diri sendiri dan mengubahnya menjadi cinta kepada Allah secara mendalam?

Jangan lupa untuk selalu memohon kecintaan Dia, kecintaan kepada hamba-hamba yang mencintai-Nya dan kecintaan kepada amalan yang membuat kita dicintai-Nya. Karena hanya Allah lah yang bisa memastikan terwujudnya kecintaan tersebut. Sedangkan upaya kita hanyalah pendekatan untuk mencapai keberhasilan.

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Papahan, 22 Syawal 1445 atau 1 Mei 2024

Sumber: Quran

Senin, 22 April 2024

Apa sejatinya makna fuw`ad yang merupakan tempat terbitnya ma'rifatullah?

Di Al Quran terdapat istilah fuw`ad yang diterjemahkan sebagai hati. Namun sejatinya apa yang dimaksud dengan fuw`ad?

Untuk menjawab pertanyaan ini, tentunya yang sahih dalam menjawab adalah Allah dan Rasulullah SAW yang menerima wahyu berupa Al Quran tersebut. Allah tentunya sudah menjelaskan melalui Al Qur`an dan Rasulullah SAW telah menjelaskan dalam Haditsnya, namun kita akan melakukan penelitian akan istilah tersebut dalam Al Quran itu sendiri.

Tafsir Al Quran per kata memaknanai fuw`ad dengan hati. Dengan terjemahan yang sama dengan qalbu, tentunya akan membingungkan umat. Marilah kita telaah ayat-ayat tentang fuw`ad ini untuk mendapatkan kepastian maknanya.

QS Al An’am 6 ayat 110: Dan Kami memutar-balikkan (wanuqallibu) hati mereka (af`idatahum) dan penglihatan mereka sebagaimana mereka tidak beriman kepadanya, pada pertama kali dan Kami biarkan mereka dalam kedurhakaan kebingungan.; dan pada ayat 113: Dan supaya cenderung kepadanya hati (af`idatu) orang-orang yang tidak beriman kepada hari Akhirat dan supaya senang kepadanya (bisikan setan) dan supaya mereka kerjakan apa yang (setan) mengerjakan. Fuw`ad di sini dihubungkan dengan kecenderungan hati, namun masih samar maknanya.

QS Hud 11 ayat 120: Dan Kami ceritakan kepadamu dari sebagian berita para Rasul (adalah) apa Kami teguhkan dengannya hatimu (fuw`adaka) dan telah datang kepadamu di dalam ini kebenaran dan pelajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman. Fuw`ad di sini ada hubungannya dengan keteguhan. Biasanya manusia memang tidak teguh dalam perjuangan mewujudkan cita-cita, apalagi bila semakin tinggi tingkat halangannya.

QS Ibrahim 14 ayat 37: Ya Rabb kami sesungguhnya aku menempatkan dari keturunanku di lembah tidak mempunyai tanaman di dekat Rumah Engkau dihormati. Ya Rabb kami agar mereka mendirikan sholat, maka jadikanlah hati (af`idatan) dari manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan agar mereka bersyukur. Fuw`ad dalam ayat ini ada hubungannya dengan rasa syukur, yaitu bilamana keinginan kita terwujud.

QS An Nahl 16 ayat 78: Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu tidak mengetahui sesuatu dan Dia anugerahkan bagi kalian pendengaran dan penglihatan dan hati (wal`af`idata) agar kalian bersyukur. Sama dengan QS Ibrahim 14 ayat 37 di atas.

QS Al Isra’ 17 ayat 36: Dan jangan kamu mengikuti apa yang tidak ada bagimu tentangnya pengetahuan. Sesungguhnya pendengaran dan penglihatan dan hati (walfuw`ada) tiap-tiap mereka itu tentang itu (akan) ditanya. Fuw`ad di sini ada hubungannya dengan pertanggungjawaban, yaitu berhubungan dengan niat / keinginan dan perbuatan.

QS Al Mu’minun 23 ayat 78: Dan Dia yang mengadakan bagi kalian pendengaran dan penglihatan dan hati (wal`af`idata). Amat sedikit kalian bersyukur. Sama dengan QS Ibrahim 14 ayat 37 dan QS An Nahl 16 ayat 78 di atas.

QS Al Furqan 25 ayat 32: Dan berkata orang-orang yang ingkar mengapa tidak diturunkan kepadanya Al Qur`an jumlah sekaligus? Demikianlah karena Kami hendak meneguhkan dengannya hatimu (fuw`adaka) dan Kami membacakannya bacaan yang tartil. Sama dengan QS Hud 11 ayat 120 di atas.

QS Al Qashash 28 ayat 10: Dan menjadi hati (fuw`adu) ibunda Musa kosong. Sungguh ia hampir menyatakan (rahasia) tentangnya, seandainya tidak Kami teguhkan atas hatinya (qalbiha) supaya ia adalah termasuk orang-orang yang beriman. Fuw`ad di sini ada hubungannya dengan kekecewaan atau kegagalan dalam mewujudkan keinginan.

QS As Sajdah 32 ayat 9: Kemudian Dia menyempurnakannya dan Dia meniupkan kedalamnya ruh-Nya dan Dia menjadikan bagi kalian pendengaran dan penglihatan dan hati (wal`af`idata), sedikit sekali kalian bersyukur. Sama dengan QS Ibrahim 14 ayat 37, QS An Nahl 16 ayat 78 dan QS Al Mu’minun 23 ayat 78 di atas.

QS Al Ahqaf 46 ayat 26: Dan sesungguhnya Kami meneguhkan kedudukan mereka di dalam hal tidak Kami meneguhkan kedudukanmu dalam hal itu dan Kami jadikan bagi mereka pendengaran dan penglihatan dan hati (wa`af`idatu). Tetapi tidak berguna bagi mereka pendengaran mereka dan tidak penglihatan mereka dan tidak hati mereka (`af`idatahum) sedikit juapun, karena mereka selalu mengingkari terhadap ayat-ayat Allah dan meliputi pada mereka apa yang mereka dengannya selalu memperolok-olok. Sama dengan QS Hud 11 ayat 120 dan QS Al Furqan 25 ayat 32 di atas.

QS An Najm 53 ayat 11: Tidak mendustakan hatinya (alfu`aadu) akan apa yang dia lihat. Ayat ini mengisahkan adanya suatu maqam dari diri seseorang.

QS Al Mulk 67 ayat 23: Katakanlah Dia yang menumbuhkan dan menjadikan bagi kalian pendengaran dan penglihatan dan hati (wal`af`idata), amat sedikit kalian bersyukur. Sama dengan QS Ibrahim 14 ayat 37, QS An Nahl 16 ayat 78, QS Al Mu’minun 23 ayat 78 dan QS As Sajdah 32 ayat 9 di atas.

QS Al Humazah 104 ayat 7: yang naik sampai ke hati (al-`af`idati). Bukankah keinginan yang tidak terwujud merupakan siksaan? Ini mirip dengan QS Al Qashash 28 ayat 10 di atas.

Dari penjelasan tersebut, bisa ditarik benang merahnya, yaitu makna fuw`ad adalah keinginan hati. Keinginan hati itu darimana munculnya? Tentunya berasal dari dalam hati, maqam dimana keinginan tersebut timbul. Kalau diamati lebih lanjut, ada perbedaan antara keinginan hati yang kemudian terseret oleh hawa nafsu tanpa petunjuk dengan keinginan hati yang murni atau hawa nafsu yang diberi hidayah atau rahmat Ilahi, yang sejatinya adalah kehendak Ilahi. Dengan demikian sang diri sudah mulai bisa memahami kehendak Ilahi, maka bisa dikatakan bahwa sang diri sudah semakin mengenal Rabb-nya. Dengan demikian benarlah pernyataan Sayyidina Ali KW bahwa fuw`ad adalah maqam terbitnya Ma’rifatullah. Barangkali dengan menyaksikan sang utusan yang disebut malaikat datang membawa perintah inilah yang dimaksud dengan QS An Najm 53 ayat 11 di atas. 

Namun bagaimanakah kita bisa membedakan antara hawa nafsu dengan keinginan yang merupakan kehendak Ilahi?

Hawa nafsu adalah fitrah manusia yang terdiri atas emosi dan ambisi, tidak akan bisa dipadamkan, tetapi bisa dikelola, yaitu dengan rahmat dan hidayah Ilahi. Untuk bisa mendapatkan rahmat dan hidayah Ilahi, tentunya diawali dengan sikap menghamba diri (shadr), mengimani (qalbu) dan selalu berupaya mi’raj ke hadirat-Nya (fuw`ad). Dengan bersikap memposisikan diri pada fuw`adnya, maka dia telah bersedia mendengar dan mentaati-Nya.

Pada maqam tersebut berjuanglah untuk menanamkan kepatuhan kepada Allah. Sikap ini selalu kita lakukan dalam sholat saat i’tidal. Ibaratnya mereka yang sudah menyaksikan, tahu, mampu dan mau menerima Allah sebagai Ilah-nya adalah sudah memasuki ruangan utama masjid. Bukankah Allah yang mengilhamkan kejahatan dan ketakwaan? QS Asy Syam 91 ayat 8 - 9: maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu kefasikan dan ketakwaan, sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu. Mensucikan jiwanya berarti menempatkan sikapnya pada fitrahnya sebagai hamba Allah.

Hasil dari menanamkan ketundukan dan kepatuhan kepada Allah akan membuat kita semakin mudah memahami kehendak Ilahi dan semakin ringan menunaikan kewajiban.

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Papahan, 12 Syawal 1445 atau 21 Apr 2024

Sumber: Quran 

Sabtu, 13 April 2024

Apa sejatinya makna qalbu yang merupakan tempat terbitnya keimanan?

Di Al Quran terdapat istilah qalbu yang diterjemahkan sebagai hati. Namun sejatinya apa yang dimaksud dengan qalbu?

Untuk menjawab pertanyaan ini, tentunya yang sahih dalam menjawab adalah Nabi SAW yang menerima wahyu berupa Al Quran tersebut atau melakukan penelitian akan istilah tersebut dalam Al Quran itu sendiri.

Tafsir Al Quran per kata mengelompokkan makna qalbu dengan berbalik / kembali (17 ayat), diantaranya dalam QS Ali Imran 3 ayat 127: Karena Dia hendak membinasakan golongan dari orang-orang yang kafir atau Dia menjadikan mereka hina, maka mereka kembali (fayanqalibuw) sia-sia.;

goncang (1 ayat), yaitu dalam QS An Nur 24 ayat 37: Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak oleh jual beli dari mengingati Allah dan mendirikan sholat dan membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang hati (al-quluwbu) dan penglihatan menjadi goncang (tataqollabu).;

gerak gerik badan (5 ayat), diantaranya dalam QS Asy Syu’ara’ 26 ayat 219: Dan gerak-gerik badanmu (wataqallubaka) di antara orang-orang yang sujud.:

dikembalikan (1 ayat), yaitu dalam QS Al Ankabut 29 ayat 21: Dia mengazab siapa (yang) Dia kehendaki dan Dia memberi rahmat siapa (yang) Dia kehendaki dan kepada-Nya kamu dikembalikan (tuqlabuwna).;

memutar-balikkan (6 ayat) diantaranya dalam QS Al An’am 6 ayat 110: Dan Kami memutar-balikkan (wanuqallibu) hati mereka (af`idatahum) dan penglihatan mereka sebagaimana mereka tidak beriman kepadanya pertama kali dan Kami biarkan mereka dalam kedurhakaan mereka kebingungan.;

hati (132 ayat) diantaranya dalam QS Mujadilah 58 ayat 22: Tidak akan mendapati suatu kaum, (yang) mereka beriman kepada Allah dan hari Akhir, mereka berkasih sayang (dengan) orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, walaupun mereka adalah bapak-bapak mereka atau anak-anak mereka atau saudara-saudara mereka atau keluarga mereka. Mereka itu menetapkan dalam hati (quluwbihimu) mereka keimanan dan Dia menguatkan mereka dengan Ruh dari pada-Nya dan Dia memasukkan mereka (ke dalam) surga (yang) mengalir dari bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya mereka meridhai Allah dan Ridha daripada-Nya untuk mereka. Itu golongan Allah. Ketahuilah sesungguhnya golongan Allah (adalah) mereka orang-orang yang beruntung.; Dan juga dalam QS Al Anfal 8 ayat 24: Wahai orang-orang yang beriman penuhilah bagi Allah dan Rasul-Nya apabila memanggil kamu kepada sesuatu. Dia menghidupkan kalian dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara seseorang (al-mar`i) dan hatinya (waqalbihi). Dan sesungguhnya Dia kepada-Nya kamu dikumpulkan.

tempat berpindah (1 ayat), yaitu dalam QS Muhammad 47 ayat 19: Maka ketahuilah bahwa sesungguhnya tiada Ilah selain Allah dan mohonlah ampun bagi dosamu dan bagi orang-orang yang mukmin dan perempuan-perempuan beriman dan Allah mengetahui tempat berpindahmu (mutaqallabakum) dan tempat tinggalmu.;

tempat kembali (2 ayat) diantaranya dalam QS Al Kahfi 18 ayat 36: Dan tidak kukira hari Kiamat akan tiba dan jika aku dikembalikan kepada Rabb-ku, pasti aku akan mendapat tempat kembali (munqallaban) lebih baik darinya.; dan

orang yang kembali (3 ayat) diantaranya dalam QS Al A’raf 7 ayat 125: Mereka berkata sesungguhnya kami kepada Rabb kami dikembalikan (munqalibuwna).

Dari penjelasan tersebut, bisa ditarik benang merahnya, yaitu makna qalbu adalah menggambarkan keadaan hati yang seringkali berubah. Dengan demikian qalbu adalah maqam dimana penilaian hati kita yang sering berubah. Penilaian setiap orang tergantung dari pengetahuan yang dipercayainya sebagai kebenaran. Dengan demikian benarlah pernyataan Sayyidina Ali KW bahwa qalbu adalah tempat terbitnya keimanan, yaitu hanya Allah lah yang benar, yang haq dan bukan persepsi kita.

Penilaian menjadi berubah karena bingungnya sang diri. Suara hati ini tidak selalu harus diikuti, karena bisa jadi belum ditanamkan untuk beriman hingga diperkuat dengan RuhNya. Bahkan dengan tegas disampaikan dalam QS Al Anfal 8 ayat 24 bagaimana seseorang dibatasi dengan qalbunya. Bilamana kita bersikap memposisikan diri kita pada qalbu kita, maka kita menjadi terbiasa mengingat Allah melalui nafas. Pada maqam tersebut berjuanglah untuk menanamkan keimanan kepada Allah bahwa hanya Dia Yang benar (Haqq). Sikap ini selalu kita lakukan dalam sholat saat ruku’. Ibaratnya mereka yang sudah menyaksikan, tahu, mampu dan mau menerima Allah sebagai Ilah-nya adalah sudah memasuki serambi masjid.

Hasil dari menanamkan iman ke dalam qalbu adalah keimanan kita kepada Allah yang semakin kuat. Apalagi bilamana mendapatkan anugerah penguatan dengan Ruh-Nya.

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Papahan, 04 Syawal 1445 atau 13 Apr 2024

Sumber: Quran 

Cara-cara Setan Yang Harus Kita Ketahui Sebagai Lawan

Strategi Iblis yang dilaknat Allah di implementasi kan dengan cara, yaitu: 1.      Godaan ( an-nazgh ) QS Al A’raaf 7 ayat 200: Dan jika...