Jakarta, 3 Nov
2016
Ketika menerima informasi dan merenungkannya, maka akan terjebak dalam
tiga pilihan, yaitu:
- Kepastian
- Meragukan
- Tidak pasti
Bagaimana dengan informasi tentang adanya Dzat Yang menggelar
alam semesta ini. Apakah Dzat itu suatu kepastian, suatu yang meragukan atau
kah sesuatu yang tidak pasti?
Ketika melihat mobil di jalan, maka bisa dinyatakan dengan
pasti bahwa mobil tersebut ada yang membuat. Dengan demikian melalui pengamatan
terhadap apa yang tergelar ini, maka dengan pasti dinyatakan adanya DZAT Yang
telah menciptakan alam semesta ini.
Dalam Serat Wirid Hidayat Jati, Nabi saw membisikkan kepada
Ali bin Abi Thalib kw keterangan Adanya Dzat sebagai berikut: Bahwasanya AKU adalah Dzat Yang Berkuasa
Menciptakan segala sesuatu, yang tercipta dalam sekejap mata. Sempurna oleh
Qudrat-KU. Di situ sudah jelas tanda-tanda-KU, Af’al-KU sebagai pembuka
Iradat-KU. Pertama-tama AKU menciptakan jaksa yang bernama Sajaratul
Yaqin yang tumbuh di alam ‘Adam Ma’dum, yang azali abadi. Setelah itu AKU
ciptakan cahaya yang sangat bening yang disebut dengan nama Nur Muhammad. Lalu
AKU menciptakan kaca yang bernama Mi’ratul Haya’i. Lalu AKU ciptakan nyawa
bernama Ruh Idhafi. Setelah itu AKU ciptakan damar bernama Qandil. Lalu
permata yang bernama Dzarrah. Kemudian dinding bernama Hijab. Semua ini menjadi
layar kalarat-KU.
Adanya ciptaan menunjukkan adanya KUASA YANG MENCIPTAKAN. Informasi ini juga
menjadi dasar bagi yang mempunyai niat untuk mi’raj menemui KUASA YANG MENCIPTAKAN, melalui tahapan-tahapan:
1. pengadaan melalui percaya
bahwa KUASA tersebut ada,
2.
pendekatan melalui pengertian akan adanya KUASA tersebut
3.
penghadiran
melalui upaya mewujudkan cita yang berasal dari kehendak KUASA.
Informasi tentang adanya KUASA di atas, anggaplah sebagai mitos, karena belum
mengetahui bukti-buktinya. Namun kalau menggunakan rasionalitas melalui
pengamatan atas diri ini, maka akan semakin dimengerti. Sebagai contoh adalah adanya tubuh ini. Tubuh yang
berwujud materi ini kalau dibelah terus akan sampai kepada suatu wujud yang
disebut dengan zarrah atau atom. Yaitu suatu wujud imajiner yang artinya tidak
bisa dibelah lebih lanjut. Apakah atom ini yang dimaksud dengan dzarrah dalam pengertian
Nabi saw di atas? Berhubung tidak melakukan penelitian perihal atom tersebut,
namun bisa ditarik suatu kesimpulan umum bahwa wujud terkecil tersebut pasti
memiliki sesuatu kuasa lebih yang membuatnya terbentuk seperti itu. Barangkali inilah yang dalam model atom disebut neutron yang bersifat netral. Neutron yang berada dalam inti atom berikatan erat dengan proton yang bermuatan positif. Sedangkan elektron yang bermuatan negatif mengitari keduanya. Kalau hanya ada neutron, proton dan elektron, tentunya tidaklah lengkap. Karena harus ada yang mendorong terbentuknya atom tertentu. Inilah yang dimaksud dengan cita. Adanya cita inilah yang membuat neutron sebagai penguasa lebih mengatur proton dan elektron untuk membentuk atom yang sesuai dengan citanya. Cita pembentuk wujud tersebut bisa disebut sebagai yoni, fitrah.
Atom yang bersifat imajiner, menurut para ilmuwan memiliki sifat dualisme, yaitu sebagai materi dan juga sebagai cahaya. Benda alam yang memiliki dualisme seperti tersebut yang masih bisa diamati dengan indrawi adalah api. Api pada zaman dahulu
dipergunakan sebagai alat penerangan, sebagai damar. Apakah ini yang dimaksud
dengan Kandil?
Melalui unsur awal berupa api inilah, makhluk yang berupa benda hingga manusia tercipta. Tercipta dari api, lalu atmosfer atau udara, kemudian tanah dan selanjutnya air. Dan dari benda-benda tersebut kemudian tercipta tumbuhan, hewan dan manusia.
Setelah individu manusia tercipta dan diberi nama, baru disusupkan ruhani yang menyatakan dirinya dengan sebutan “saya”. Pada awalnya ruhani ini sering terseret oleh tubuhnya atau kemauan bahkan pikirannya, maka bisa jadi disebut dengan ruh yang lemah atau ruh idhafi.
Setelah individu manusia tercipta dan diberi nama, baru disusupkan ruhani yang menyatakan dirinya dengan sebutan “saya”. Pada awalnya ruhani ini sering terseret oleh tubuhnya atau kemauan bahkan pikirannya, maka bisa jadi disebut dengan ruh yang lemah atau ruh idhafi.
Saya akan selalu menuju kepada apa yang dicintainya. Sedangkan cita yang membentuk wujud seseorang yang barangkali disebut dengan istilah nyawa (tanda hidup), saat meninggal oleh para ahli spiritual kadang disebut dengan istilah menitis atau reinkarnasi. Padahal
semestinya nyawa ini kembali kepada sumbernya, yaitu Nur Muhammad atau Cahaya
Terpuji. Disebut cahaya karena semua wujud ini memberikan penerangan berupa pengetahuan. Disebut terpuji, karena apapun yang memberikan sesuatu pengetahuan pasti memiliki sifat terpuji.
Bagaimana saya bisa menyaksikan dirinya? Bukankah harus membutuhkan
cermin?
Mungkin karena makhluk memerlukan tempat hidup, maka terciptalah
terlebih dahulu tempat tersebut, yang disebut alam. Bukankah alam ini dibuat dengan pertumbuhan? Oleh karena itu barangkali ini yang disebut dengan syajaratul
yaqin (pohon kepastian).
Jadi tubuh adalah wadah dari saya yang merupakan cipta dari KUASA. Sedangkan saya atau ruhani adalah sabda dari KUASA yang diturunkan ke dalam tubuh si saya. Melalui tubuh inilah, saya digembleng oleh KUASA agar tahu diri dan menjalankan fitrahnya.
Ruh itu termasuk urusan (amr) Sang Rabb dan tidaklah manusia diberi pengetahuan melainkan sedikit. QS Al Isra' 17 ayat 85: Mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah, "Ruh itu termasuk urusan Tuhan-ku dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit."
Jadi tubuh adalah wadah dari saya yang merupakan cipta dari KUASA. Sedangkan saya atau ruhani adalah sabda dari KUASA yang diturunkan ke dalam tubuh si saya. Melalui tubuh inilah, saya digembleng oleh KUASA agar tahu diri dan menjalankan fitrahnya.
Ruh itu termasuk urusan (amr) Sang Rabb dan tidaklah manusia diberi pengetahuan melainkan sedikit. QS Al Isra' 17 ayat 85: Mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah, "Ruh itu termasuk urusan Tuhan-ku dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit."
Kenapa saya diturunkan? Karena saya sebenarnya berasal dari AKU-NYA KUASA. Disebut KUASA harus ada yang dikuasai, yaitu AKU-NYA. Namun AKU ini begitu tahu bahwa memiliki KUASA sedemikian luar biasa, maka memberontak. Berhubung KUASA tidak mungkin dikuasai, maka AKU yang memberontak atau ingin menguasai KUASA diturunkan menjadi saya dan dimasukkan ke dalam tubuh individu manusia untuk digembleng agar tahu diri.