Pak
Yai, saat ini konflik antar manusia semakin keras bahkan sudah pada taraf
saling berupaya menghancurkan. Padahal saat ini tingkat pendidikan dan
kesejahteraan manusia semakin tinggi. Apanya yang salah dengan umat manusia ini
pak Yai?
Yaitu
ya, agama sudah difahami sebagai kelompok, yang kemudian mereka akan menandai kelompoknya
dengan baju. Padahal agama semestinya difahami sebagai sikap hidup atau cara
hidup manusia agar tidak kacau balau. Dalam bahasa yang lain adalah cara untuk
mencapai keselamatan hidup, karena semua orang ingin selamat dalam hidupnya. Inilah fitrah manusia. Orang yang ingin selamat berarti
ingin menjadi orang Islam.
Untuk
bisa mencapai keselamatan, maka kita harus mengetahui, harus memiliki kemampuan
dan memiliki kehendak untuk selamat. Dan yang paling utama adalah dengan
meminta pertolongan atau berlindung atau
menyerahkan diri kepada yang pasti mampu memberikan keselamatan, yaitu Yang
Kuasa memberikan keselamatan. Sehingga bisa
difahami, kenapa Yang Kuasa atau yang disebut dengan
Allah hanya mau menerima orang yang beragama Islam dan bukan orang
yang bersikap selain itu (QS Ali Imran 3 ayat 85).
Berarti
agama bukan kelompok sebagaimana yang selama ini saya fahami, ya pak Yai?
<script data-ad-client="pub- |
.com/pagead/js/adsbygoogle.js" |
Lha kan sudah
jelas. Coba kita renungkan perjalanan agama di dunia. Anggaplah
agama Hindu sebagai agama yang pertama. Kalau ditilik dari asal mula
terbentuknya agama Hindu, bukannya pada waktu itu manusia berkelompok sesuai
dengan klannya masing-masing. Dan masing-masing klan berupaya menaklukkan klan
yang lain. Dengan adanya ancaman seperti itu dan adanya fitrah ingin selamat,
maka manusia membentuk negara. Dengan adanya Negara yang dibangun berdasarkan
rasa senasib sepenanggungan, manusia bersatu untuk mencapai keselamatan.
Kemudian
pada zaman Budha, ketika Negara sudah aman dan tenteram, ternyata masih ada
juga kesengsaraan, akibat ketidak-mampuan manusia memenuhi hasrat kemauannya.
Berarti pada zaman itu, manusia belum selamat karena adanya ancaman
kesengsaraan. Akhirnya oleh Budha dibuatlah aturan main agar manusia bisa
selamat dari kesengsaraan. Aturan main dalam kehidupan bernegara adalah undang-undang.
Pada
zaman Kristen, Yesus atau nabi Isa (as) disebut sebagai Juru Selamat umat
manusia. Pada zaman itu kekuasaan Negara dan kekuasaan agama begitu menindas
rakyat, sehingga tampillah Yesus sebagai sosok Juru Selamat. Kenapa Negara dan
penguasa agama menindas rakyat? Karena rakyat menggantungkan nasibnya kepada
Negara dan penguasa agama sehingga cenderung malas dalam perjuangan. Yesus
sebagai Juru Selamat mendorong masyarakat agar berjuang dengan ketulusan dan
kasih sayang untuk mendapatkan apa yang diharapkan.
Pada
zaman Islam, nabi Muhammad (saw) berhasil mengembalikan sikap masyarakat kepada
fitrah keselamatan. Bahwa untuk mencapai keselamatan, manusia harus mengerti.
Dengan pengertian inilah, manusia hidup. Sehingga peradaban berkembang secara
pesat.
Manusia
harus mampu agar bisa selamat, maka manusia membangun kemampuan dirinya dalam
mengelola kehidupan. Dengan segala kemampuan yang dimilikinya, maka manusia
mengembangkan teknologi untuk menopang perkembangan peradaban.
Agar
selamat, manusia harus memiliki tekad untuk sukses. Ini akan mendorong manusia
semakin konsisten dalam perjuangan mewujudkan cita-citanya. Mengingat peradaban
menghasilkan kenikmatan dan kenikmatan akan mendorong balik kepada kemalasan.
Dan
tentunya keselamatan akan diberikan dari Yang Maha Kuasa kepada yang
melaksanakan ketiga-tiganya. Keselamatan dari Yang Maha Kuasa ini bersifat
mutlak, sedangkan ketiga hal yang pertama bersifat relatif.
Nah
sekarang terserah kamu ini menyebut dirimu dari kelompok mana, apakah Mukmin,
Yahudi, Nasrani atau Shabiin siapa saja yang beriman kepada Allah, Hari
Kemudian dan beramal shalih, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka,
tidak ada kekhawatiran dan tidak pula bersedih hati (QS Al Baqarah 2 ayat 62),
berarti kan selamat.
Jadi
di hadirat Allah, kita tidak akan dicek kelompokmu, KTPmu atau bajumu. Yang akan dicek adalah ke dirimu,
yaitu bagaimana kamu bersikap kepada Allah, Tuhanmu? Bisa saja seorang bule
yang beragama Nasrani dinilai Allah sebagai Muslim atau seorang Cina yang bertawasul
melalui arwah leluhur dinilai Allah sebagai Muslim, sedangkan seorang Arab yang
beragama Islam bisa saja dianggap sebagai kafir atau sebaliknya.
O
begitu ya pak Yai, berarti orang Islam itu akan memiliki akhlak yang selalu
membawa kepada keselamatan. Sedangkan bagi mereka yang beriman maka akan selalu
membawa kepada keamanan. Lalu bagaimana dampak orang-orang yang memaknai agama
secara tidak tepat?
Tentunya
hal ini berbeda bagi mereka yang memaknai agama secara salah. Otomatis yang ada
dalam diri mereka adalah kerasnya perbedaan yang ditampilkan. Bahkan siapa saja
yang berbeda dengan mereka akan dianggap salah. Dan lama kelamaan siapa yang
berbeda akan dianggap musuh yang layak untuk dihancurkan. Amalan mereka tidak ditujukan kepada Yang Maha Kuasa, karena mereka
tidak mengenal-Nya. Mereka lebih banyak mendustakan Tuhan, karena dirinya dana
kelompoknya lah Tuhannya. Mereka adalah pendusta di hadirat Allah. Sudut pandang
mereka akan dipandang berbalikan dengan
pandangan Allah. Yang menampilkan dirinya sebagai ulama, bisa menjadi pendusta
di hadirat Allah. Disebut pendusta karena mereka melakukan amal ibadah bukan
karena Allah, tetapi karena ingin disebut sebagai ulama atau ingin disebut sebagai
orang Islam.
Tahukah
kamu yang mendustakan agama? Itulah yang menghardik anak yatim, dan tidak
menganjurkan memberi makan orang miskin. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang
yang shalat, orang-orang yang lalai dalam sholatnya, orang-orang yang berbuat riya’
dan enggan menolong dengan barang yang berguna (QS Al Maun 107). Yang dimaksud dalam surat ini adalah orang yang sholat, namun dalam
sholatnya tidak ingat Tuhan sama sekali. Ibarat sholat karena kebiasaan, sudah
menjadi reflek.
HR
Ahmad: Rasulullah saw bersabda,
“Sesungguhnya akan datang kepada manusia tahun-tahun tipu daya, dimana pendusta
dibenarkan, sedangkan orang jujur didustakan, pengkhianat dipercaya, sedangkan
orang amanat dianggap pengkhianat, di masa itu Ruwaibidhah berbicara.”
Beliau ditanya, “Apakah Ruwaibidhah itu?”
Beliau menjawab, “Orang bodoh yang berbicara tentang
persoalan orang banyak.”
QS
Ash Shaff 61 ayat 2-3: Wahai
orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu
kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang
tidak kamu kerjakan.
Inilah
zaman kita. Perhatikanlah! Bertakwalah kepada Allah dengan
benar dan berserah dirilah. Karena hanya itu yang bisa
menyelamatkan kita.