Membebaskan diri dari musibah

Kuasa adalah kemampuan melakukan. Jadi Kuasa harus mutlak, karena mutlak Kuasa harus tunggal tak ada duanya. Kuasa harus ada yang dikuasai, yaitu AkuNya. Dengan AkuNya inilah Kuasa berkarya.

Siapa yang diberi izin menggunakan kekuasaan-Nya pasti bahagia.

Namun Dia tersembunyi dan juga cinta dikenal. Jadi ada dua fitrah yang saling bertentangan. Bagaimana memahami hal ini? Dengan logika sederhana, maksudnya adalah agar hamba selalu berjuang dengan sungguh-sungguh untuk hadir kepada-Nya.

Bagaimana bisa hadir kepada-Nya? Padahal Dia tidak bertempat bahkan semua tempat menempati Dia. Bukankah Dia meliputi segala sesuatu?

Dengan adanya fitrah yang bertentangan inilah alam diciptakan, termasuk di dalamnya manusia. Manusia yang merupakan wakil (khalifah) Allah di bumi mestinya dianugerahi kekuasaan. Dengan kekuasaan yang diwenangkan, manusia mengambangkan peradaban. Semakin berkembang peradaban, kemampuan manusia semakin meningkat dan secara bersamaan peran Ilahi dinisbikan.
Peradaban didorong oleh keinginan mendapatkan kenikmatan. Berarti kenikmatan dan kekuasaan berbanding lurus, maksudnya barang siapa ingin mendapatkan kenikmatan, maka dia perlu kekuasaan. Dengan kata lain bersama Ilahi lah manusia memperoleh kenikmatan.
Dengan semakin majunya peradaban, peran Ilahi dinisbikan. Otomatis Kuasa telah ditarik oleh manusia ke alam dunia. Kenyataan yang terjadi adalah akan semakin banyak bencana alam.
Oleh karena itu ada dua peran manusia, yaitu sebagai utusan Yang Kuasa yang wajib selalu hadir melaporkan diri dan menjalankan peran sebagai khalifah, yaitu membangun peradaban. Kedua peran tersebut tidak bisa dipisahkan, sehingga manusia diharapkan sibuk membangun peradaban dalam bentuk Baitullah-Baitullah, bisa rumah, kekayaan, perusahaan, negara dan lain-lain, yang akan membuat manusia lain teringat akan Ilahi. Namun juga memiliki budaya ritual seperti syahadat, sholat, zakat, puasa dan haji yang merupakan bentuk-bentuk pelaporan atas amanat yang ditunaikan.
Kelalaian atas peran ini akan membawa musibah.
Hadits Qudsy yang diriwayatkan oleh Muslim: Dari Abu Hurairah: Dia berkata bahwa Rasullulah shallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Allah berfirman, “Hai anak Adam! Aku sakit, mengapa kamu tidak menjenguk-Ku?”

Jawab anak Adam, “Wahai Rabb-ku, bagaimana mengunjungi Engkau, padahal Engkau Rabb semesta alam?”

Allah Ta'ala berfirman, “Apakah kamu tidak tahu bahwa hamba-Ku si Fulan sakit, mengapa kamu tidak mengunjunginya? Apakah kamu tidak tahu, seandainya kamu kunjungi dia kamu akan mendapati-Ku di sisinya?”

“Hai, anak Adam! Aku minta makan kepadamu, mengapa kamu tidak memberi-Ku makan?”

Jawab anak Adam, “Wahai Rabb-ku, Bagaimana mungkin aku memberi engkau makan, padahal Engkau Rabb semesta alam?”

Allah Ta'ala berfirman, “Apakah kamu tidak tahu, bahwa hamba-Ku si Fulan minta makan kepadamu tetapi kamu tidak memberinya makan. Apakah kamu tidak tahu seandainya kamu memberinya makan niscaya engkau mendapatkannya di sisi-Ku?”

“Hai, anak Adam! Aku minta minum kepadamu, mengapa kamu tidak memberi-Ku minum?”

Jawab anak Adam. “Wahai Rabb-ku, bagaimana mungkin aku memberi Engkau minum, padahal Engkau Rabb semesta alam?”

Allah Ta'ala menjawab, “Hamba-Ku si Fulan minta minum kepadamu, tetapi kamu tidak memberinya minum. Ketahuilah, seandainya kamu memberinya minum, niscaya kamu mendapatkannya di sisi-Ku.””

Dengan demikian ketika seseorang terkena musibah, sejatinya adalah akibat yang bersangkutan lalai untuk hadir ke hadirat Allah.

Oleh karena itu sebelum terkena musibah, laksanakan kedua peran kita sebagai manusia. Dalam budaya Islam terdapat istilah Istighfar yang merupakan salah satu budaya pelaporan. Melalui budaya pelaporan inilah musibah bisa dicegah. Hadits Qudsy yang diriwayatkan oleh Tirmidzi (ra):

Dari Anas bin Malik (ra), dia berkata, “Saya mendengar Rasulullah (saw) bersabda, “Allah berfirman, “Wahai anak Adam, sesungguhnya selama kamu berdoa dan mengharap hanya kepada-Ku, Aku memberi ampunan kepadamu terhadap apa yang ada padamu dan Aku tidak mempedulikannya.

Wahai anak Adam, seandainya dosamu sampai ke langit, kemudian kamu minta ampun kepada-Ku, maka Aku memberi ampunan kepadamu dan Aku tidak mempedulikannya.
Wahai anak Adam sesungguhnya apabila kamu datang kepada-Ku dengan kesalahan sepenuh bumi, kemudian kamu menjumpai Aku dengan tidak menyekutukan Aku dengan sesuatu, niscaya Aku datang kepadamu dengan ampunan sepenuh bumi.”””

Jakarta, 19 Jul 2019; 16 Dzulhijjah 1440


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Orang Jawa Menjelaskan Hakekat Manusia

Menyaksikan Keberadaan Rabbul 'alamin

Sugeng Kondur Bapak (Bapak Mas Supranoto)