Ini hanyalah opini warga yang awam
tentang Tata Negara.
Preambule UUD 1945 merupakan Master Piece para leluhur pendiri negara.
Barangkali karena keterbatasan informasi, tidak ada Preambule Undang-Undang
negara yang sedemikian singkat namun tepat sasaran, kecuali Preambule UUD 1945.
Oleh karena itu pantas diduga bahwa Preambule adalah suatu wangsit Tuhan yang
diterima oleh para pendiri negara.
Dari wejangan bapak Mas Supranoto
dari padepokan Wijaya Candra Loka di Manggisan Banyuwangi, kami menangkap makna
Preambule yang sedemikian luar biasa. Belum pernah kami menerima wejangan
perihal Preambule dengan sedemikian dalam bahkan Preambule ternyata bisa
dipergunakan untuk merubah keadaan suatu wilayah, karena sedemikian kuat yoni[1]
yang ada padanya.
Yoni adalah wilayah mistik, maka
pendekatannya adalah dengan kepercayaan. Dengan kepercayaan bahwa adanya rahmat
dari Allah Yang Maha Kuasa dan adanya niat luhur manusianya, maka Preambule UUD
1945 ditanam di kota Tuban pada tahun 2008. Semenjak itu, Alhamdulillah, Tuban telah
berkembang menjadi kota minyak dan gas dan kota industry yang tentunya membawa
kepada kesejahteraan masyarakat di sekitarnya dan juga mendorong kepada masyarakat
yang berbudaya secara cerdas.
Berikut penelaahan Preambule paragraph
demi paragraph.
Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh
sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai
dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
Pada paragraf satu adalah pernyataan
bahwa kemerdekaan itu universal. Berarti kemerdekaan adalah kehendak Tuhan.
Kemerdekaan adalah kebebasan menentukan nasib sendiri. Setiap manusia
diciptakan Tuhan adalah untuk menentukan nasibnya sendiri, berarti setiap orang
adalah merdeka, tidak boleh dikuasai orang lain. Hak menentukan nasib sendiri itu lah yang
dimaksud dengan peri-kemanusiaan.
Manusia diciptakan oleh Tuhan, meski berbeda-beda tempat kelahirannya, namun memiliki hak hidup yang sama. Inilah yang disebut dengan peri-keadilan. Manusia harus menempatkan diri pada tempatnya, inilah salah satu makna peri-keadilan. Manusia juga memiliki hak yang setara dalam kehidupan. Yang akan membedakan antara manusia yang satu dengan yang lain hanyalah perjuangannya. Bilamana hal ini dimengerti, maka penjajahan harus dihapuskan. Bentuk-bentuk penjajahan berbagai macam, namun bisa dikelompokkan dalam beberapa tindakan, yaitu represi, hegemoni dan dominasi.
Manusia diciptakan oleh Tuhan, meski berbeda-beda tempat kelahirannya, namun memiliki hak hidup yang sama. Inilah yang disebut dengan peri-keadilan. Manusia harus menempatkan diri pada tempatnya, inilah salah satu makna peri-keadilan. Manusia juga memiliki hak yang setara dalam kehidupan. Yang akan membedakan antara manusia yang satu dengan yang lain hanyalah perjuangannya. Bilamana hal ini dimengerti, maka penjajahan harus dihapuskan. Bentuk-bentuk penjajahan berbagai macam, namun bisa dikelompokkan dalam beberapa tindakan, yaitu represi, hegemoni dan dominasi.
Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah
kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat
Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia yang merdeka,
bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Pada paragraph kedua, para pendiri negara
menggambarkan secara singkat bahwa perjuangan rakyat Indonesia telah sampai
pada pintu gerbang kemerdekaan dengan selamat, sentausa. Wujud dari kemerdekaan
suatu bangsa adalah adanya persatuan bangsa, memiliki kedaulatan penuh dan berhak
untuk mewujudkan cita-citanya, yaitu adil dan makmur. Dengan selamat sentausa
artinya berhasil terbebas dari kesukaran dan bencana. Bukankah setiap orang
ingin selamat sentausa? Agar orang bisa selamat, maka harus mengerti, harus
mampu dan harus mau/ingin. Tinggal menunggu kepastian dari Tuhan melalui
rahmat-Nya, berupa kekuasaan. Pernyataan ini secara tersirat menunjukkan bahwa
bangsa Indonesia bukan bangsa yang takabur, tapi bangsa yang bertuhan.
Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan
oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat
Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.
Pada proses perwujudan, suatu
cita-cita harus dinyatakan. Hal ini ditegaskan pada paragraf ketiga, yaitu atas
berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa. Allah adalah sebutan termulia untuk Tuhan.
Sedangkan Yang Maha Kuasa adalah untuk kemampuan mewujudkan segala sesuatu.
Tanpa kuasa, segala sesuatu tidak akan terwujud. Demikian pula segala sesuatu
terwujud melalui pintu keinginan yang dilandasi dengan kepercayaan kepada Allah
Yang Maha Kuasa. Apalagi dengan keinginan yang bersifat luhur, yang harusnya
dimaknai bahwa keinginan bangsa Indonesia adalah untuk melaksanakan kehendak
atau cita Tuhan.
Proses perwujudan cita Tuhan harus
diawali dari percaya kepada Tuhan. Selanjutnya dengan kepercayaan tersebut
dinyatakan, yaitu melalui Proklamasi 17 Agustus 1945, sehingga terbentuklah
suatu negara yang merdeka dan berdaulat. Begitu pernyataan diumumkan, tentunya
akan ada perlawanan. Namun dengan tekad akan percaya kepada Tuhan dan cita-cita
luhur tersebut, maka kemerdekaan yang sudah dinyatakan harus dipertahankan dan cita-cita
harus diwujudkan.
Kalau belajar dari sejarah,
ketika Tuhan berkehendak membangun jalur transportasi di pantura Jawa, namun bangsa
Indonesia yang saat itu dikuasai Belanda seolah tidak mau menjalankan kehendak
Tuhan, sehingga melalui ide penjajah dibangunlah jalan Anyer hingga Panarukan
yang menelan korban ratusan ribu orang Indonesia. Jadi keinginan luhur berarti
berasal dari Tuhan bukan dari hawa nafsu dan kalau tidak dilaksanakan, maka ada
konsekuensi yang harus ditanggung oleh yang dianugerahi keinginan tersebut,
baik individu maupun kelompok.
Kenyataannya memang bahwa dalam setiap
proses perwujudan selalu diawali dengan pro (+) & kontra (-). Namun dengan
proses kebulatan tekad untuk mengambil keputusan, maka cita-cita luhur tersebut
bisa diwujudkan. Proses pengambilan keputusan dan adanya cita-cita ini
menyadarkan kita bahwa dibalik (+) & (-) harus ada kuasa lebih, yaitu
pengambil keputusan demi terwujudnya cita.
Cita kalau tidak melalui pintu
kepercayaan, maka hanya akan menjadi angan-angan. Dengan demikian kepercayaan
adalah awal dari segala perwujudan.
Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu
Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah
Kemerdekaan Kebagsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara
Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia, yang
berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan
yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan
suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Kenapa
untuk mewujudkan kemerdekaan, harus membentuk Negara? Karena melalui negaralah,
rakyat akan memperoleh kenikmatan/kebahagiaan. Negara untuk rakyat, bukan
rakyat untuk Negara. Semua yang tercipta ini adalah untuk manusia. Namun
manusia sebagai penghuni Negara tersebut juga wajib untuk merawat dan
memakmurkan Negara dan bangsanya. Jadi ada timbal balik, mengingat Negara
adalah rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan jangan dipandang hanya dari satu sisi,
apa yang telah kamu berikan untuk negaramu? Negara adalah dari rakyat, oleh
rakyat dan untuk rakyat.
Namun mengingat rakyat itu jumlahnya
banyak, maka perlu lembaga yang merupakan kepanjangan tangan rakyat untuk memegang
kekuasaan tertinggi, yaitu Majelis Permusyawaratan rakyat (MPR). Sehingga semestinya
pemilihan anggota MPR adalah langsung oleh rakyat, bukan melalui partai politik.
MPR sebagai pemegang mandat kekuasaan
tertinggi harus menetapkan Undang-Undang Dasar dan Garis-garis Besar Haluan Negara
(GBHN) yang akan menjadi panduan pelaksanaan pemerintahan. Sayangnya oleh
orang-orang yang lemah pengertian, peran MPR dipinggirkan. Salah-seleh!
Dalam rangka pelaksanaan pemerintahan
untuk mewujudkan cita-cita negara, MPR membagi kekuasaan pelaksana menjadi
tiga, yaitu Legislatif oleh DPR, Eksekutif oleh Pemerintah dan Yudikatif oleh
MA. Pembagian ini seperti konsep dewa Hindu dengan Trimurti, yaitu
Brahma-Legislatif, Wisnu-Eksekutif & Syiwa-Yudikatif? Ataukah barangkali
mengadopsi konsep Islam dengan Rabbinaas, Malikinnaas & Ilahinnaas? Ataukah
meniru model atom, yaitu neutron-yudikatif, proton-legislatif dan
electron-eksekutif? Pembagian kekuasaan kepada ketiga lembaga ini agar terjadi
keseimbangan dan jangan sampai salah satu pemegang mandat menguasai yang
lainnya.
Sekarang individu-individu melalui
partai politik berupaya menguasai negara melalui demokrasi, sehingga kekuasaan rakyat
yang dimandatkan bergeser ke ketua-ketua partai politik. Salah-seleh!
Sebagai pelaksana kekuasaan, DPR,
Presiden dan MA secara bersama dalam kewenangan masing-masing wajib menjalankan
cita-cita yang tertuang dalam Preambule. Dalam peran Negara sebagai pelindung,
DPR membuat undang-undang tentang perlindungan negara dan warga negara yang
diturunkan dari pasal-pasal UUD 1945 tentang Pertahanan & Keamanan,
Pemerintah wajib melaksanakannya dan MA memastikan kalau terjadi konflik, sebagai
lembaga penyelesai.
Dalam upaya mewujudkan kesejahteraan negara
& warga negara, DPR dengan acuan pasal-pasal dalam UUD 1945 tentang
Perekonomian Nasional & Kesejahteraan Sosial menyusun Undang-undang yang
wajib dilaksanakan Pemerintah. MA dengan kekuasaan yang dimiliki mengelola
konflik perekonomian nasional dan kesejahteraan social secara adil dan beradab.
Untuk mencerdaskan kehidupan bangsa,
DPR menyusun Undang-undang tentang pendidikan nasional berdasarkan pasal-pasal
dalam UUD 1945 tentang Pendidikan & Kebudayaan yang dilaksanakan oleh Pemerintah.
Pendidikan akan menghasilkan rakyat yang cerdas dan kuat, sehingga bisa
menyelesaikan segala permasalahan yang dihadapi dan memiliki ketahanan mental
dalam setiap keadaan, termasuk keadaan darurat. Kunci keberhasilan suatu
lembaga terletak pada kualitas sumber daya manusianya. Ini harusnya menjadi
prioritas utama.
Setelah ketiga cita-cita utama tercapai,
baru NKRI terlibat dalam menjaga ketertiban dunia.
Pelaksanaan atas upaya mewujudkan cita-cita
adalah dengan berdasarkan kepada Pancasila.
Ini semua wajib dilaksanakan oleh semua
pemangku kepentingan. Terutama para aparatur negara sebagai pelaksana amanat, apakah
sudah menjalankan tugasnya ataukah mereka mengikuti kemauannya hingga kesetanan?
Salah-seleh!
Jakarta, 29 Januari 2018
[1]
Yoni berasal dari Bahasa Sanskerta yang berarti tempat untuk melahirkan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar