Hidup Di Dunia Memang Susah

 

Diriwayatkan dari Sa’id bin Al Musayyab (RA), ia berkata: “Pada suatu hari Ali bin Abi Thalib (KW) keluar dari rumah, lalu Salman Al Farisi (RA) menjumpainya. Maka Ali berkata kepadanya, “Hai ayah Abdullah, bagaimana engkau berpagi-pagi?”

Jawab Salman, “Hai Amirul Mu’minin, saya berpagi-pagi antara empat kesusahan.”

Ali bertanya, “Semoga Allah merahmatimu dan apa empat kesusahan itu?”

Jawab Salman, “Menyusahi tanggungan keluarga yang membutuhkan roti, menyusahi Allah yang memerintahkan aku dengan keta’atan, menyusahi syetan yang menyuruhku berbuat maksiat dan menyusahi malaikatul maut yang akan mencabut nyawaku.”

Ali berkata, “Bergembiralah engkau wahai ayah Abdullah, sesungguhnya setiap perkara itu ada derajad bagimu. Dan sesungguhnya saya pernah datang pada Rasulullah (SAW) pada suatu hari, beliau bersabda, “Bagaimana engkau berpagi-pagi ya Ali?” Maka jawabku, “Ya Rasulullah (SAW), dalam empat kesusahan: di rumah tidak ada apa-apa selain air dan sesungguhnya saya seorang yang susah terhadap keadaan keluargaku, susah untuk menta’ati Allah, menyusahi akhir hayat dan susah terhadap malaikat maut.” Maka Nabi (SAW) berkata, “Bergembiralah engkau hai Ali, sebab menyusahi tanggungan keluarga itu menjadi tirai dari neraka, menyusahi ta’at terhadap Pencipta itu selamat dari siksaan dan menyusahi nasibnya di akhir hayat itu perjuangan dan itu lebih utama daripada beribadah sunah enam puluh tahun dan menyusahi malaikat maut itu menjadi penebus dosa seluruhnya. Ketahuilah hai Ali bahwa rezeki para hamba itu ada pada Allah Ta’ala. Maka susahmu itu tidak membahayakan dan tidak membawa manfaat melainkan bahwa engkau akan diberi pahala karena memprihatinkan tanggungan keluargamu. Maka jadilah engkau seorang yang bersyukur, ta’at dan berserah diri kepada Allah, niscaya engkau menjadi kerabat Allah Ta’ala.” Saya bertanya, “Pada perkara apa saya harus bersyukur kepada Allah Ta’ala?” Rasulullah (SAW) bersabda, “Syukur dapat melaksanakan Islam.” Ali (KW) bertanya, “Dengan apa aku menta’ati Allah?” Nabi (SAW) bersabda, “Laa Haula Walaa Quwwata Illaa Billahi ‘Aliyyil  ‘Adhiim (Tidak ada daya dan kekuatan melainkan dari Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung).” Kataku, “Apa saja aku harus meninggalkan?” Jawab Rasulullah (SAW), “Kemarahan. Sebab (meninggalkan) kemarahan itu dapat memadamkan kemarahan Rabb Yang Maha Agung, dapat memberatkan timbangan amal dan akan menuntun ke Syurga.””

Salman Al Farisi berkata, “Semoga Allah menambahkan kemuliaan kepadamu dan sesungguhnya aku adalah orang yang menyusahi beberapa perkara itu, khususnya menyusahi banyaknya tanggungan keluarga.”

Ali berkata, “Hai Salman Al Farisi, aku mendengar Rasulullah (SAW) bersabda, “Siapa yang tidak memperhatikan nasib keluarga, maka dia tidak memperoleh bagian Syurga.”

Salman Al Farisi bertanya, “Apakah Rasulullah (SAW) tidak mengatakan (bahwa) orang yang mempunyai beberapa keluarga itu tidak akan beruntung selama?”

Ali menjawab, “Hai Salman Al Farisi, bukan demikian. Jika penghidupanmu dari yang halal, maka engkau berbahagia. Hai Salman, Syurga itu rindu kepada orang yang prihatin dan susah terhadap yang halal.”””[1]

Jujur, memang berat menghadapi keempat kesusahan hidup tersebut. Untunglah bahwa dalam keempat kesusahan tersebut, Allah SWT menganugerahi derajad yang tinggi. Mestinya dengan berita ini, kita tidak lagi mengeluh bahkan kita wajib bersyukur dan memenuhi kewajiban tersebut dengan riang gembira.

Sebaliknya, berhati-hatilah mereka yang menjalani kehidupan dengan segala kemudahan dan penuh kenikmatan duniawi.


Papahan, 02 Feb 2024 / 22 Rajab 1445



[1] Drs. M Ali Chasan Umar, Hikayat-Hikayat Teladan Dalam 40 Hadits terjemahan dari kitab Al Mawa’idhul ‘Ushfuriyah karya Syaikh Muhammad bin Abu Bakar Al ‘Ushfuri, PT Karya Toha Putra, Semarang, 1993, hal 97 - 101

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Orang Jawa Menjelaskan Hakekat Manusia

Menyaksikan Keberadaan Rabbul 'alamin

Sugeng Kondur Bapak (Bapak Mas Supranoto)