Jumat, 26 April 2013

Sholat - Tasyahud Akhir

Di tahap inilah manusia sudah bisa menguasai kecintaan dirinya karena sudah bersedia mengikuti tuntunan akal (a7’’), sehingga Allah mencintai dan mempersilahkan hamba-Nya memasuki jama’ah-Nya dan memasuki surga-Nya sebagaimana difirmankan dalam QS Al Fajr 89 ayat 29-30: “Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku, masuklah ke dalam syurga-Ku.”
Barangkali inilah makna dari firman Allah dalam QS Al An’aam 6 ayat 94, “Dan sesungguhnya kamu datang kepada Kami sendiri-sendiri sebagaimana kamu Kami ciptakan pada mulanya; ....” Hingga mendapatkan ucapan selamat dari Yang Maha Pengasih sebagaimana disebutkan dalam QS Yaasiin 36 ayat 58: “(kepada mereka dikatakan): "Salam", sebagai ucapan selamat dari Rabb Yang Maha Penyayang.”
Mereka yang sudah bersedia kembali dengan suka cita, akan mendapatkan cinta Ilahi. Cinta Allah ini dinyatakan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah disebutkan sebagai berikut, “Rasulullah (saw) bersabda, “Sesungguhnya Allah Yang Maha Mulia dan Maha Besar berfirman, “Barangsiapa yang memusuhi wali-Ku, maka Aku telah mengumumkan perang kepadanya. Hamba-Ku tidak mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang paling Aku sukai, daripada sesuatu yang Aku fardhukan atasnya. Hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan sunat-sunat sampai Aku mencintainya. Apabila Aku mencintainya, maka Aku menjadi pendengaran untuk pendengarannya, penglihatan untuk penglihatannya, tangan untuk perbuatannya dan kaki untuknya berjalan. Jika ia memohon kepada-Ku, niscaya Aku benar-benar memberinya, jika ia memohon perlindungan kepada-Ku, niscaya Aku benar-benar melindunginya. Dan Aku tidak bimbang terhadap sesuatu yang Aku lakukan, seperti kebimbangan-Ku terhadap jiwa (nafsi) hamba-Ku yang beriman yang tidak senang mati, sedang Aku tidak senang berbuat buruk terhadap-Nya.”
Di sinilah pintu kepercayaan terbuka dan orang tersebut sudah menyatu kembali kepada Yang Kuasa.
Itulah barangkali makna sholat yang merupakan mi’raj orang-orang yang beriman kepada Allah. Sehingga dalam setiap gerakan sholat harus ada “sentuhan” dengan Allah, maka pantaslah bahwa Al Ghazali menyatakan bahwa sholat menjadi tidak sempurna kalau tidak menyebut yaa Allah ... yaa Allah, berdasarkan hadits, “Rasulullah (saw) menyampaikan, “Sesungguhnya Sholat itu adalah Ketetapan Hati (Tamaskun), Ketundukan Diri (Tawadlu’), Kerendahan Hati (Tadlarru’), ratapan Batin (Ta-assafu), Penyesalan Diri (Nadamu) dan Engkau Rendahkan Dirimu (Tadla’u Yadayka), seraya berucap, “Allahumma …, Allahumma …, Allahumma …,” Barang siapa yang tidak berbuat demikian, maka sholatnya tidak sempurna.””
Apalagi kalau sampai lalai dalam sholat, akan dinilai Allah sebagai pendusta agama. QS Al Maa’uun 117 ayat 1-7, “Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang sholat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari sholatnya, orang-orang yang berbuat riya dan enggan (menolong dengan) barang berguna.”
Proses ini harus dilakukan dengan kesungguhan agar pantas menduduki sebutan sebagai hamba Allah, sebagai Yang Dicintai Allah. Apalagi kalau bersedia menjadi hamba-Nya dan pantas untuk menjadi penghuni RumahNya, yaitu sebagai Ahlul Bait Allah. Sebagaimana dijelaskan dalam QS Al Ahzab 33 ayat 33, “Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai Ahlul Bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.”
Jadi mengingat Allah dengan menggunakan fitrah kemanusiaan, pada hakekatnya adalah penyembahan tertinggi. Namun ingat, hanya Allah yang tahu, dengan cara bagaimana Dia ingin disembah. Proses ini akan nampak dalam diri orang berupa akhlaknya. 

Sabtu, 20 April 2013

Sholat - Sujud Kedua

Allah ridha kepada hamba-Nya sebagaimana disebut dalam QS Al Fajr 89 ayat 28 di atas. Al mardhiyah atau yang diridhai, artinya diridhai untuk mengenal Sang Kanzan Makhfiyyan, Sang Khazanah Tersembunyi. Tak banyak yang bisa dikisahkan, karena semuanya ini hanyalah rahmat-Nya.
Sirr atau rahasia atau akhfa yang lebih tersembunyi adalah makna akan pengertian (a6’’). Di sinilah akan ada pemahaman bahwa semua ini adalah kesibukan Allah.
QS Thaahaa 20 ayat 7: “Dan jika kamu mengeraskan ucapanmu, maka sesungguhnya Dia mengetahui rahasia dan yang lebih tersembunyi.”
Sebagain rahasia mulai dibuka. Dia telah secara total menerima Allah. Sehingga hanya mampu menunggu kerelaan-Nya, untuk tersujud oleh penerimaan Allah kepada hamba-Nya

Senin, 01 April 2013

Sholat - Tasyahud Awal

Allah menyukai kepada mereka yang sukarela menyerahkan dirinya. Sukarela berarti menyerahkan diri karena sudah diingatkan kembali akan Tuhannya, sebagaimana digambarkan dalam QS Al Fajr 89 ayat 28: Kembalilah kepada Rabb dengan ridha lagi diridhai-Nya.”
Yang ridha (ar radhiyyah) adalah yang rela dengan apa yang diterimanya dan ingat bahwa semuanya datang dari Allah demi kesempurnaan atau kebaikannya. Memori (a5’’) adalah pintu awal kesucian. Pada posisi ini seolah dirinya sudah mulai moksa, yang ada adalah yang ridha, sehingga tidak dipanggil dengan an-nafs ar-radhiyyah atau diri yang ridha, tapi ar-radhiyyah atau yang ridha.
Ridha kepada Allah karena hanya Allah yang menjadi satu-satunya tujuan. Dia rela terhadap apapun yang Allah lakukan kepadanya. Apakah Allah akan memberi ampunan, rahmat, kesehatan, rezeki, petunjuk, kecukupan dan kenaikan derajad atau tidak, tetap ridha kepada-Nya. Namun karena dia berprasangka baik kepada Allah, pasti dia dianugerahi nikmat-Nya bukan laknat-Nya. Yang ridha menyembah Rabb-nya dengan duduk, fokus hanya kepada Allah, bukan yang lainnya.

<script data-ad-client="pub-2728174942382016" async src="https://pagead2.googlesyndication
.com/pagead/js/adsbygoogle.js"></script>

Menurut Ali (kw), al lubb merupakan tempat terbitnya tauhid. Sebagaimana firman Allah dalam QS Ali Imran 3 ayat 190-191, “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal (ulil albab), (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Rabb kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.”
Dalam duduk tasyahud yang berarti menyaksikan, semestinya mampu menyampaikan, "Ya Rabb kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” Inilah pernyataan dari lubuk hati yang paling dalam sebagai awal penyerahan diri total kepada-Nya.

Persiapkan Dirimu Menghadapi Fitnah Akhir Zaman

Aku berlindung kepada Allah dari syaitan yang terkutuk. Dengan Asma Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji bagi Dzat yang...