“Aku telah mendapatkan kemenangan dari Allah!”
Setelah perang Uhud,
Rasulullah (saw) menikahi Zaynab (ra) putri Khuzaymah dari
suku ‘Amir, janda dari ‘Ubaydah (ra) yang dikenal sebagai “ibu kaum papa”. Perkawinan ini mendekatkan Abu Bara’ dari suku ‘Amir
kepada Rasulullah (saw). Ketika Islam diperkenalkan kepadanya, ia
tidak menolaknya. Saat itu ia belum memeluk Islam, namun meminta agar beberapa
orang muslim diutus untuk mendakwahkan Islam kepada seluruh warga sukunya.
Rasulullah (saw) mengatakan bahwa beliau khawatir bahwa
utusan beliau akan diserang oleh suku Ghatafan. Abu Bara’ sebagai kepala suku
‘Amir berjanji akan melindungi para utusan, maka Rasulullah (saw) mengutus empat puluh
sahabat yang benar-benar mengenal Islam dan menunjuk Mundzir ibnu ‘Amr (ra) sebagai
pemimpin. Di antara para utusan terdapat ‘Amir ibnu Fuhayrah (ra), bekas budak Abu
Bakar (ra) yang dipilih menemaninya dan Nabi ketika
hijrah dengan cara mengembalakan kambing di belakang perjalanan Rasulullah (saw) dan Abu Bakar (ra) untuk menghapus
jejak.
Keponakan Abu Bara’
yang berambisi menggantikan kedudukannya sebagai kepala suku membunuh salah
seorang sahabat yang diutus Rasulullah (saw) untuk mengantarkan surat kepada Abu Bara’.
Abu Bara’ meminta warga sukunya agar menghentikan pembunuhan terhadap sahabat
Rasulullah (saw) yang lain. Ketika warga suku ‘Amir
ternyata lebih mematuhi Abu Bara’, sang keponakan yang frustasi menghasut dua
kabilah dari suku Sulaym yang baru-baru ini terlibat permusuhan dengan Madinah.
Mereka segera mengirim satu pasukan berkuda dan membantai habis semua utusan
Rasulullah (saw) di dekat sumur Ma’unah, kecuali dua
sahabat yang sedang memberi makan unta di padang rumput, yaitu Harits ibnu
Simmah (ra) dan ‘Amr dari Dhamrah
(ra), salah satu warga
kabilah Kinanah.
Saat mereka berdua
kembali dari padang rumput, mereka terkejut melihat banyak sekali burung
bangkai terbang rendah di atas perkemahan mereka, seakan berada di suatu medan
perang dimana pertempuran baru saja berakhir. Mereka melihat sahabat-sahabatnya
terkapar wafat di atas genangan darah, sementara para penunggang kuda dari Bani
Sulaym berdiri di dekat mereka asyik berbincang dan tidak menyadari kehadiran
mereka berdua. Melihat pemandangan tersebut, ‘Amr hendak melarikan diri, namun
Harits berkata, “Aku tak akan pernah mundur dari medan perang, dimana Mundzir
telah wafat di atasnya.” Maka Harits segera maju menghadapi para penunggang
kuda itu, menyerang dengan tangkas dan menewaskan dua orang sebelum akhirnya ia
terkalahkan dan tertawan.
Anehnya para
penunggang kuda tersebut nampaknya enggan membunuh atau membalas dendam,
meskipun dua teman mereka telah tewas. Lalu mereka menanyakan apa yang
diinginkan Harits dan ‘Amr dari mereka? Harits menjawab bahwa ia ingin tahu
dimana mayat Mundzir dan meminta dilepaskan untuk bertarung dengan mereka.
Mereka mengabulkan permintaannya dan ia berhasil membunuh dua musuhnya sebelum
dia sendiri akhirnya terbunuh. ‘Amr dibebaskan dan mereka menyuruhnya
memperkenalkan nama-nama sahabatnya yang telah wafat satu per satu. ‘Amr
mengamati sahabat-sahabatnya satu per satu dan memperkenalkan mereka. Kemudian
mereka menanyakan adakah sahabat ‘Amr yang tidak ditemukan di situ? “Aku tidak
menemukan jasad ‘Amir ibnu Fuhayrah (ra) bekas budak Abu Bakar (ra),” jawabnya. “Apa
kedudukannya di antara kalian?” tanya mereka. “Dia adalah orang yang terbaik di
antara kami, salah seorang sahabat utama Rasulullah (saw)” jawab ‘Amr. “Maukah
engkau mendengar cerita kami tentang dia?” Tanya mereka. Maka dipanggillah
seorang pria bernama Jabbar yang mengaku telah membunuh ‘Amir. Jabbar bercerita
bahwa dia telah menusuk ‘Amir dengan tombak dari belakang hingga tembus ke
dadanya. Dan pada tarikan nafas terakhir, ia mengucapkan “Aku telah mendapatkan
kemenangan dari Allah!” “Bagaimana mungkin ia mengatakan itu?” Pikir Jabbar
yang merasa dirinya lebih berhak merasa menang. Dengan takjub dia mencabut
tombaknya dan lebih takjub lagi, ketika dia menyaksikan tubuh ‘Amir terangkat
ke atas oleh tangan-tangan gaib, terus naik ke atas langit, hingga tak terlihat
lagi. Ketika dijelaskan oleh ‘Amir bahwa yang dimaksudkan ‘kemenangan dari
Allah’ adalah surga, Jabbar langsung masuk Islam.
Setelah Rasulullah (saw) mendengar peristiwa
itu, beliau mengatakan bahwa para malaikat telah mengangkat ‘Amir ke atas
‘Illiyun, yaitu surga tertinggi.[1]
Orang-orang Sulaym
kembali ke suku mereka, dimana cerita tentang mukjizat itu terus diulang dan
itu menjadi awal mereka untuk memeluk Islam.
Ini merupakan bukti
sejarah bahwa moksa[2] pun ada dalam sejarah Islam.
Oleh karena adalah wajar bilamana ada orang yang memiliki cita-cita dan
berjuang dalam hidup untuk moksa. Kisah tentang ‘Amir ibnu Fuhayra (ra), perlu dijadikan
referensi dalam menjalani kehidupan ini, meski tidak banyak dikisahkan tentang
apa yang beliau amalkan.
‘Amir ibnu Fuhayra (ra) adalah salah seorang
sahabat yang pertama kali masuk Islam. Sebelumnya beliau adalah budak Abu Bakar
(ra). Pada saat Rasulullah
(saw) melaksanakan hijrah
dari Mekkah ke Yastrib (Madinah) secara sembunyi-sembunyi, ‘Amir ibnu Fuhayra (ra) menggembalakan ternak
Abu Bakar (ra) di belakang jejak Rasulullah (saw). Kemudian beliau
menyediakan susu kambing segar untuk Rasulullah (saw) dan Abu Bakar (ra) setiap malam.
Selanjutnya beliau bersegera kembali ke Mekkah sebelum matahari terbit. Ini
beliau lakukan selama tiga hari berturut-turut dengan penuh kesungguhan.
Selanjutnya Rasulullah (saw) dan Abu Bakar (ra) menyusuri pantai ke
arah Yastrib dipandu oleh seseorang dari Bani Al Dayl ibnu Adiyy ditemani ‘Amir
ibnu Fuhayrah.
Meski kita sekarang
tahu bahwa moksa adalah suatu kenyataan hidup, namun apakah moksa merupakan puncak ibadah?
Sedangkan pada kenyataannya, beberapa Nabi yang dijadikan teladan tidak moksa
berdasarkan ayat-ayat berikut:
QS Al Ahzab 33 ayat 21: Sesungguhnya telah ada pada Rasulullah itu
suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap Allah dan hari
kiamat dan dia banyak menyebut Allah.
QS An Nahl 16 ayat 120: Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam
yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali
bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan,
QS Al Mumtahanah 60 ayat 6: Sesungguhnya pada mereka itu (Ibrahim dan
umatnya) ada teladan yang baik bagimu; bagi orang-orang yang mengharap Allah
dan hari kemudian. Dan barangsiapa yang berpaling, maka sesungguhnya Allah
dia-lah yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji.
Kenapa jasad beliau-beliau ini tetap ada di bumi dan
tidak dimoksakan oleh Allah?
Apakah karena beliau berdua, yaitu Nabi Muhammad (saw) dan Nabi Ibrahim (ra) adalah teladan umat manusia? Yang artinya
apa yang dilakukan beliau bisa dicontoh oleh siapa saja. Ataukah ada (yoni) yang bermanfaat
buat umat manusia untuk selalu mengingat Allah sebagai Tuhannya.
Sedangkan kemoksaan
Nabi Isa (as) bisa jadi adalah permintaan Nabi Isa (as) sendiri untuk diberi
kesempatan membersihkan namanya dari fitnah bahwa beliau adalah anak Allah. Dan juga untuk meredam fitnah
Dajjal Al Masih yang akan membawa manusia menjauhi Allah melalui tawaran
kemakmuran.
QS
An Nisaa 4 ayat 156-158: Dan karena kekafiran mereka dan tuduhan mereka
terhadap Maryam dengan kedustaan besar, dank arena ucapan mereka: “Sesungguhnya
kami telah membunuh Al Masih, Isa putra Maryam, Rasul Allah”, padahal mereka
tidak membunuhnya dan tidak menyalibnya, tetapi orang yang diserupakan dengan
Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih faham tentang Isa,
benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. Mereka tidak
mempunyai keyakinan tentang yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan
belaka, mereka tidak yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa. Tetapi,
Allah telah mengangkat Isa kepada-Nya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.
Bilamana begitu, maka moksa kembalinya hamba kepada Tuhannya.
Dalam Bahasa yang lebih awam, moksa adalah penyatuan kembali antara saya yang
dikuasai dengan Kuasa itu sendiri. Padahal saya yang dikuasai dengan Kuasa
sejatinya tidak pernah berpisah atau terpisahkan. Yang membedakan hanyalah
persepsi pengertian, kesadaran, sikap dan laku saya yang dikuasai yang
cenderung bahkan selalu semaunya sendiri dan makar kepada Kuasa atau menuhankan
dirinya sendiri atau hawa nafsunya.
Bagi awam, Allah sudah mendidik kemoksaan melalui
tahapan semedi, sholat
atau sembahyang. Artinya dalam
sholat ada upaya untuk mengembalikan diri atau saya atau yang dikuasai kepada Kuasa
yang dikenal dengan Allah Yang Maha Kuasa.
Dengan demikian siapa saja bisa moksa selama mau berjuang dan tentunya dengan rahmat Allah. Secara pengalaman, kerelaan Allah hanya
turun kepada siapa-siapa yang betul-betul berniat lurus untuk kembali kepada
Allah. Bukan mengharapkan surga yang penuh kenikmatan, apalagi membawa
barang-barang dunia.
Biarlah
aku hidup sendiri, selain dengan Allah Yang Maha Kuasa.
Kupejamkan
mataku, kututup telingaku, yang ada hanya aku yang sedang bernafas. Pikiran dan
rasa hidupku kusatukan dengan kepercayaanku yang aku sebut dengan nama Allah
Yang Maha Kuasa.
Aku
dihadirkan dalam kehidupan alam semesta, sesungguhnya untuk merasakan nikmat
yang begitu luar biasa serta dapat aku baca betapa besar kekuasaan-Mu dan tak
terukurkan bagi umat manusia seperti aku ini.
Kubaca
kelahiran dan kematian di atas segala bentuk kehidupan ini. Sesungguhnya aku
diberi kesempatan betapa nikmat dan bahagianya membaca bahwa Maha Kuasa Allah
sangat mencintai kepada umat-Nya, khususnya bagi mereka yang memperoleh
kecerahan. (Mas Supranoto).
Tuban, 21 April 2012
[1]
Waqidi, rujukannya adalah edisi
Marsden Jones dari Kitab Al Maghazi, seputar dakwah-dakwah Nabi, oleh Muhammad
ibnu ‘Umar al-Waqidi [Martin Lings (Abu Bakr Siraj al-Din, Muhammad – Kisah
Hidup Nabi Berdasarkan Sumber Klasik, PT Serambi Ilmu Semesta, 2010, hal 377 –
380.
[2]
Pengertian Moksa menurut Parisada Hindu Dharma Indonesia.
Dalam agama Hindu kita percaya
adanya Panca Srada yaitu lima keyakinan yang terdiri dari, Brahman, Atman,
Karma Pala, Reinkarnasi, dan Moksa. Moksa berasal dari bahasa sansekreta dari
akar kata "MUC" yang artinya bebas atau membebaskan. Moksa dapat juga
disebut dengan Mukti artinya mencapai kebebasan jiwatman atau kebahagian rohani
yang langgeng. Jagaditha dapat juga disebut dengan Bukti artinya membina
kebahagiaan, kemakmuran kehidupan masyarakat dan negara.
Jadi Moksa adalah suatu
kepercayaan adanya kebebasan yaitu bersatunya antara atman dengan brahman.
Kalau orang sudah mengalami moksa dia akan bebas dari ikatan keduniawian, bebas
dari hukum karma dan bebas dari penjelmaan kembali (reinkarnasi) dan akan
mengalami Sat, Cit, Ananda (kebenaran, kesadaran, kebahagian).
Dalam kehidupan kita saat ini
juga dapat untuk mencapai moksa yang disebut dengan Jiwan Mukti (Moksa semasih
hidup), bukan berarti moksa hanya dapat dicapai dan dirasakan setelah meninggal
dunia, dalam kehidupan sekarangpun kita dapat merasakan moksa yaitu kebebasan
asal persyaratan-persyaratan moksa dilakukan, jadi kita mencapai moksa tidak
menunggu waktu sampai meninggal.