Manusia (A7) ditempatkan pada
puncak piramida penciptaan. Dan “aku” disabda turun ke tubuh manusia ini. Ini
hanyalah sebagian dari tanda-tanda kecintaan Kuasa kepada “aku”. Bukti yang
lain adalah kehidupan di alam semesta senantiasa berubah (seleksi alam) dan
setelah semuanya tertata dengan rapi, “aku” diturunkan ke manusia. Individu
manusia atau orang ini diizinkan untuk melakukan eksploitasi alam demi
memperoleh kenikmatan yang diinginkan. Jadi alam semesta ini memang diadakan
demi “aku”.
Siapakah aku?
Siapakah aku?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut harus melakukan pengamatan terhadap diri sendiri dan lingkungannya. Dalam pelaksanaannya orang membaca
alam dan menarik kepastian. Kesalahan dalam membaca alam atau kesalahan dalam
menarik kepastian akan membuat orang tersebut celaka bahkan mencelakai.
Kenapa ini bisa terjadi?
Ini bisa terjadi karena orang
tidak mengenal dirinya sendiri, kemungkinan besar akan tersesat dalam mengarungi kehidupan. Apalagi pada zaman sekarang banyak orang malas dan mengandalkan orang lain. Apalagi ketika ditakut-takuti bahwa kita tidak berhak melakukan penelaahan.
Kalau kita amati, setiap orang
dari kecil sudah diberi amanah oleh orang tuanya untuk melaksanakan nilai-nilai
yang disampaikan oleh orang tuanya atau orang-orang yang dituakannya. Termasuk
para guru di sekolah juga menambahkan amanat agar setiap orang menjadi seperti
yang mereka idealkan.
Ada yang sekedar patuh ada yang berupaya mengerti. Sampai akhirnya orang menjadi
tidak kuat dengan beban amanat tersebut karena seringkali bertentangan dengan
kenyataan yang ada. Karena tidak menemukan jawabn, orang cenderung menyalahkan zaman, menyalahkan
keadaan dan lain-lain. Jarang ada orang yang mau membaca kenyataan ini dan
menyimpulkan secara bijak.
Aku ditempatkan pada diri orang yang merupakan individu manusia. Bila dianalisa menggunakan
Rumus A dan diambil sosok orang yang menyebut dirinya dengan nama Basori.
Basori adalah sebutan untuk menandai jasmaninya (a1, a2, a3, a4). Basori diberi
kelengkapan hidup berupa kemampuan / perasaan (a5), kemauan (a6) dan pikiran (a7). Tanda hidup adalah nafas, dimana nafas seseorang berbarengan dengan dihembuskannya ruh kepadanya. Jadi ruh adalah daya hidup.
Basori juga dilengkapi dengan
otak (a’1, a’2, a’3, a’4) yang memiliki memori (a’5), pengertian (a’6) dan akal
(a’7). Pada usia sekitar 3 tahun, Basori mulai memiliki kemampuan mengingat (aku/a7/a’5).
Pada usia sekitar 5 tahun, Basori mulai menyadari keberadaan dirinya, akunya muncul (aku/a7/a’6).
Dan pada usia 7 tahunan aku Basori mulai cerdas menggunakan akalnya untuk menarik
manfaat (aku/a7/a’7).
Sesuatu
yang dimasukkan kepada diri orang dalam istilah Jawa dikenal dengan sebutan
Suksma. Suksma
pada dasarnya suci, sehingga bisa disebut dengan suksma sejati dan menyebut
dirinya dengan “aku” yang merupakan "Sabda" dari Kuasa. Pada awalnya aku berada di otak. Di otak juga
terdapat pikiran (a7). Interaksi “aku” di pikiran (a7) membuat keakuan Basori
menguat. Akibat “aku” Basori semaunya sendiri mengikuti kemauannya, maka “aku” Basori disabda turun
ke jasmaninya, di dalam dada. “Aku” Basori dalam dada inilah yang disebut
dengan Suksma Kesiku.
Sesungguhnya Kami telah
menciptakan manusia dalam bentuk sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan
dia ke tempat yang serendah-rendahnya.
(QS At Tiin 95 ayat 4-5)
|
Pada kenyataan
dengan turunnya “aku”nya Basori ke posisi paling rendah, yaitu jasmani (aku/a1
s/d a4), maka kelakuannya gampang terseret oleh naluri jasmaniah. Dorongan
jasmaniah seperti lapar dan haus, kebutuhan biologis menjadi kegiatan utama
dalam kehidupannya. QS Yusuf 12 ayat 53: Dan aku tidak membebaskan diriku,
karena nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan (an nafs al amarah bis suu’).
Karena
fitrah dari kehidupan adalah mendidik sang aku, maka bilamana aku tetap dalam
keadaan mengikuti dorongan jasmaniah, biasanya akan dihukum dengan tidak
terpenuhinya dorongan tersebut. Kondisi ini akan membuat frustasi, namun
diharapkan muncul kesadaran bahwa bukan hanya memenuhi dorongan fisik.
Kesadaran ini akan membuat “aku” Basori tersebut naik ke perasaan (sense) dan daya (motorik).
Pada
maqam ini Basori merasa dirinya memiliki kemampuan. Terbukti memang dengan
banyaknya karya yang dihasilkan yang menunjukkan kemampuannya. Namun
lama-kelamaan akan muncul watak suka meremehkan, suka mencela. QS Al Qiyamah 75
ayat 2: Dan Aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (an nafs al luwamah).
Persaingan
akan menjadi pukulan telak bagi keberadaannya. Pesaing-pesaingnya menghasilkan
karya yang lebih diakui masyarakat. Keadaan ini akan membuat frustasi baginya.
Inilah salah satu model pendidikan Tuhan, yaitu untuk mengembalikan kepada
fitrah dirinya. Dalam frustasinya, Basori akan merenung dan dengan rahmat
Tuhan, dirinya menyadari bahwa dia harus fokus kepada niatnya dan tidak
terjebak dalam persaingan.
Barangkali
di sinilah kelakuan manusia seperti kerasukan jin yang hidup di alam Jabarut. QS Al A’raaf 7 ayat 179: Dan
sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan
manusia, mereka mempunyai hati (qalbu), tetapi
tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai
mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan
Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk
mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka
lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.
Basori
akhirnya bisa mengatasi dorongan qudrat perasaan & daya (a5), maka kemudian akan naik
ke kemauannya (aku/a6). Di sini diri Basori akan cenderung mengikuti kemauannya
dan menjadi kesetanan kalau terhalangi. Kemauan muncul karena terilhami untuk mencari
kesenangan. Basori dalam upayanya mewujudkan kesenangan selalu diberi dua
pilihan. QS Asy Syam 91 ayat 7-8: Dan jiwa serta penyempurnaannya, maka Allah
mengilhamkan kepada jiwa itu kefasikan dan ketakwaan (an nafs al mulhamah/sufiyyah).
Kalau
diri Basori bisa meningkat lagi, maka bisa bersinggasana di pikirannya (aku/a7).
Pada maqam ini aku Basori bisa terseret oleh pikirannya, sehingga wataknya
menjadi seperti Iblis. Keakuannya akan menguat serta menjadi takabur. Namun
kalau bisa tahu diri dan mampu mengatasi akan memperoleh ketenangan. QS Al Fajr
89 ayat 27: Hai jiwa yang tenang (an nafs
al muthmainah).
Bilamana
“aku” Basori mulai ingat akan Yang Kuasa dan mulai ingat akan fitrahnya dan
rela atas fitrah dirinya, maka suksma kesiku berubah menjadi suksma sejati. Ingat
akan keberadaan Tuhan dan mengakui fitrahnya berarti aku Basori bersinggasana
di memorinya (aku/a’5). QS Al Fajr 89 ayat 28: Kembalilah kepada Tuhanmu dengan
ridha … (Ar Radhiyah).
Kalau
“aku”nya mulai aktif mempergunakan pengertiannya, maka menjadi sadar (aku/a’6).
Dia menjadi hamba yang mengerti dan diridhai Tuhannya. QS Al Fajr 89 ayat 28: …
dan diridhai-Nya (Al Mardhiyah).
Kalau
“aku”nya bisa mempergunakan akalnya (a’7), maka “aku” akan menemukan cara untuk
kembali kepada Yang Maha Kuasa. Dan kalau bisa kembali kepada Yang Kuasa dan
menjadi hamba di rumah-Nya (Ahlul Bait). Al Fajr 89 ayat 29: Maka masuklah ke
dalam jamaáh hamba-hamba-Ku.
Alam
memori (a’5), pengertian (a’6) dan akal (a’7) dalam literatur Islam disebut
dengan alam Malakut yang terang dan
suci. Sedangkan alam rasa & daya (a5), kemauan (a6) dan pikiran (a7) disebut alam Jabarut.
Oleh karena itu bilamana “aku”
selalu dalam panduan akal (aku/a’7), maka dia akan dimuliakan Allah. Dan
tentunya tidak akan melakukan perusakan terhadap alam semesta seperti yang
disinyalir oleh Malaikat dalam QS Al Baqarah 2 ayat 30: Dan (ingatlah) ketika
Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat, “Aku hendak menjadikan Khalifah di
bumi.”
Mereka berkata, “Apakah
Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana,
sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan mensucikan nama-Mu?”
Dia berfirman, “Sungguh, Aku
mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”
Malaikat melihat kelakuan
manusia dalam hal ini Homo Erektus, yaitu manusia pendahulu sebelum Nabi Adam a.s
dan ibu Hawa r.a diturunkan ke bumi. Homo Erektus ini barangkali prototipe
manusia, namun masih seperti binatang, yaitu beraktifitas menggunakan kemampuan
(a5), kemauan (a6) dan pikirannya (a7), walau mungkin sudah memiliki sedikit
memori (a’5), pengertian (a’6) dan akal (a’7) di atas hewan.
Ketika seseorang dikeluarkan
dari perut ibunya, pada kenyataannya dia berhadapan dengan alam (A1 s/d A7).
Dari pengamatannya terhadap alam, sebagaimana dijelaskan pada bab sebelumnya,
orang pasti berada dalam keadaan tahu pasti (A8) atau ragu-ragu lalu berteori
(A9) atau tidak tahu (A10).
Namun pada kenyataannya pula orang
menerima ide yang belum ada wujudnya, berarti dia belum tahu (A10), lalu dia terdorong
untuk mewujudkannya. Kemudian dia berupaya mereka-reka cara untuk mewujudkan
dengan menggunakan akalnya, sehingga berkembanglah ilmu pengetahuan baik teori
maupun teknik (A9). Dengan gambaran yang dihasilkan dari penerapan ilmu tadi,
dia kemudian mewujudkannya sehingga menjadi tampak (A8).
Demikian pula proses
hilangnya wujud. Dari mula-mula ada (A8), lalu hilang dan berubah menjadi kisah
sejarah (A9), kemudian dilupakan orang (A10). Bahkan mungkin telah berubah
menjadi dongeng sebelum dilupakan.
PR terbesar manusia adalah
bagaimana bisa menempatkan akal (a’7) dan pengertian (a’6) sebagai pemandu "aku/saya" dalam menjalani kehidupan ini. Oleh karena itu sebagai manusia harus selalu
menempatkan diri sebagai pelaksana kewajiban, yaitu kewajiban kepada diri
sendiri, kewajiban kepada negara dan kewajiban kepada alam. Ketiga kewajiban
ini sebenarnya tidak akan konflik kalau orang mau mengikuti perintah Kuasa.
Karena Kuasa ada pada alam, yaitu melalui alam Kuasa memelihara manusia. Kuasa
juga ada pada negara, karena melalui negara, Kuasa melindungi manusia yang
disebut dengan warga negara. Kuasa pada diri orang yang memerintahkan orang
tersebut beraktifitas melalui dirinya.
Sebagai contoh orang
menghadapi kemacetan di jalan. Orang yang terbawa kemauannya (a6) akan
cenderung bereaksi dengan mengumpat dan marah-marah. Yang terbawa pikirannya
(a7) akan menggunakan keakuannya untuk berupaya lepas dari kemacetan tanpa
mengindahkan kepentingan jalan lainnya. Namun bagi mereka yang menggunakan
pengertian (a’6) dan akalnya (a’7) akan berbeda dalam menyikapi dan
menindakinya. Mereka akan menerima kenyataan bahwa kejadian ini adalah dari
Kuasa. Pada dirinya akan muncul ingin tahu kenapa dan apa solusinya. Karena
pada intinya kita tidak mau terkena kemacetan. Kita mungkin tidak tahu
penyebabnya dan tidak mampu mengurai kemacetannya. Akhirnya mereka yang berakal
akhirnya memilih bahwa kejadian ini adalah kehendak Kuasa dan mereka percaya
bahwa Kuasa tidak akan membuat mereka sengsara bahkan akan diberi rahmat berupa
kenikmatan. Biasanya permasalahannya akan terselesaikan.
Berikut beberapa kisah perihal akal, ruh dan jiwa (aku/saya) dengan penggunaan istilah sesuai pengertian di atas agar tidak membingungkan:
Hadits qudsy yang ditulis pada kitab
Durratun Nasihin karya Syekh Utsman bin Hasan Asy-Syakir: Ketika Allah
menciptakan akal (a’7), Dia bertanya kepada akal (a’7), “Siapa Aku dan siapa
kamu?”
Akal (a’7) menjawab, “Engkau
Tuhanku dan aku hamba-Mu.”
Puas dengan jawaban tersebut,
Allah berfirman bahwa Dia tidak akan menciptakan makhluk yang lebih mulia dari
akal (a’7).
Berbeda ketika Dia
menciptakan jiwa. Ketika jiwa ditanya Allah, “Siapa Aku dan siapa engkau?”
Jiwa menjawab, “Aku ya aku, Engkau ya Engkau.”
Jiwa pun disiksa dalam neraka
panas selama 1000 tahun. Lalu ditanya lagi dengan pertanyaan yang sama. Jiwa
pun tetap menjawab, “Aku ya aku, Engkau ya Engkau.”
Jiwa pun disiksa dalam neraka
dingin selama 1000 tahun. Lalu ditanya lagi dengan pertanyaan yang sama. Jiwa
pun tetap menjawab, “Aku ya aku, Engkau ya Engkau.”
Jiwa pun disiksa dalam neraka
lapar selama 1000 tahun. Lalu ditanya lagi dengan pertanyaan yang sama. Jiwa
pun akhirnya menyerah dan menjawab, “Aku hamba-Mu dan Engkau Tuhan-ku.”
Dari kisah tersebut sudah jelas bahwa yang
dihukum adalah jiwa yang menyebut dirinya dengan “aku”.
Dalam penjelasan Yesus a.s dalam Injil
Barnabas sebagai berikut: Berkata Yesus, “Adakah seorang manusia dijumpai yang
masih ada kehidupan pada dirinya, akan tetapi kemampuan “aku” tiada bekerja
padanya?”
“Tidak”,
kata pengikut-pengikut itu.
“Kamu
menipu dirimu sekalian”, kata Yesus. “Karena orang tuna netra, tuna rungu, tuna
wicara dan cacat puntung, dimana “aku”nya? Dan kapan seorang manusia berada
dalam pingsan?”
Kemudian
para pengikut itu telah bingung, ketika Yesus berkata, “Ada tiga hal yang
menjadikan manusia, yaitu ruh, “aku” dan daging (a1 s/d a4). Tiap satu
diantaranya terpisah. Allah kita menciptakan ruh dan jasad (a1 s/d a4), sebagai
yang telah kamu dengar, tetapi kamu belum mendengar bagaimana Dia menciptakan “aku”.
Oleh sebab itu besok kalau Allah memperkenankan, aku akan menceritakan kepada
kamu semua.”
…
“Demi Allah [yang] pada hadirat-Nya ruhku berdiri, banyak
yang sudah tertipu mengenai kehidupan kita, karena demikian rapatnya hubungan
antara ruh dan “aku”. Sehingga sebagian besar manusia mengiyakan ruh dan “aku” adalah hal yang satu dan sama, namun terbagi dalam
penugasan bukan dalam wujud. Mereka menyebutnya sensitif (rasa perasaan),
vegetatif (rasa tumbuh) dan jiwa yang cerdas (intellectual soul). Tetapi sungguh aku katakan kepadamu, ruh itu adalah satu, yang berakal dan hidup. Orang-orang
dungu manakah akan mereka dapatkan ruh berakal (a’7) tanpa kehidupan? Tentulah
tidak pernah. Tetapi kehidupan tanpa “aku” dan kehendak (a6) sudah dijumpai, sebagaimana keadaan
ketidak-sadaran, dimana “aku” meninggalkannya.”
Thaddeus menjawab, “O Guru, apabila “aku” meninggalkan kehidupan, seorang manusia tidak mempunyai
kehidupan.”
Yesus menjawab, “Ini tidak benar, sebab manusia
kehilangan kehidupan apabila ruh meninggalkannya, karena ruh itu tidak kembali lagi ke
dalam tubuh
(a1 s/d a4), terkecuali oleh mukjizat. Akan tetapi “aku” akan hilang lantaran ketakutan yang dialaminya atau
kesedihan yang sangat diderita oleh “aku”nya. Justru “aku” itu telah diciptakan
Allah untuk kesenangan dan dengan kesenangan itu sendiri, dia hidup. Bahkan
sebagaimana tubuh (a1 s/d a4) itu hidup oleh makanan, ruh itu hidup dengan ilmu dan
kasih sayang.
Rasa “aku” memberontak menentang ruh melalui perasaan marah.
Hal ini berarti dia telah kehilangan kesenangan surga karena dosa. Oleh sebab
itu adalah kewajiban yang paling utama untuk memeliharanya dengan kesenangan
ruhani bagi orang yang tidak ingin hidupnya dalam kesenangan jasmani.
Mengertikah kamu?
Sungguh aku berkata kepadamu bahwa Allah telah
menciptakannya, telah menghukumnya ke neraka dan ke dalam salju dan es yang tak
tertahankan karena ia berkata bahwa ia adalah Allah. Tetapi ketika Dia
menghilangkan pemeliharaan terhadapnya dengan membawa pergi makanannya dari
padanya, barulah ia mengetahui bahwa ia adalah seorang hamba Allah dan pekerja
bagi tangan-tangan-Nya.
Dan sekarang
ceriterakanlah kepadaku, bagaimana “aku” bekerja pada orang kafir? Pasti itu adalah sebagai Tuhan (Ilah) di dalam diri mereka, mengingat bahwa mereka mengikuti “aku” itu, memungkiri akal (a’7) dan hukum Allah. Oleh sebab itu mereka menjadi
tak menyenangkan dan tak beramal shalih.”
Dari
kisah-kisah di atas bisa dimengerti kenapa orang diciptakan di atas bumi? Yaitu
agar menjadi sarana untuk menghukum “aku” yang memberontak. Pertama aku akan
digembleng di neraka panas, yaitu kehidupan dunia ini yang menurut teori Big Bang berasal dari panas.
Menurut Islam, selanjutnya aku
digembleng di neraka dingin, yaitu alam kubur. Hal ini terjadi kalau dalam
gemblengan di dunia, akunya masih belum menyadari jati dirinya dan tujuannya. Rasulullah
s.a.w bersabda, “Sesungguhnya liang kubur itu menyeru dengan lima kalimat. Ia
berkata, “Aku adalah rumah kesendirian, maka bawalah teman kepadaku. Aku adalah
rumah ular, maka bawalah penawar kepadaku. Aku adalah rumah kegelapan, maka
bawalah lampu kepadaku. Aku adalah rumah tanah, maka bawalah permadani
kepadaku. Aku adalah rumah kemiskinan, maka bawalah bekal kepadaku.””
Kalau pun masih pula tidak sadar
diri, maka menurut Qurán dia akan digembleng di neraka lapar, yaitu di padang
Mahsyar. QS Ibrahim 14 ayat 46-51: Dan sesungguhnya mereka telah membuat makar
yang besar padahal di sisi Allah lah (balasan) makar mereka itu. Dan
sesungguhnya makar mereka itu (amat besar) sehingga gunung-gunung dapat lenyap
karenanya. Karena itu janganlah sekali-kali kamu mengira Allah akan menyalahi
janji-Nya kepada Rasul-Rasul-Nya; sesungguhnya Allah Maha Perkasa, lagi
mempunyai pembalasan. (Yaitu) pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain dan
(demikian pula) langit, dan mereka semuanya (di padang Mahsyar) berkumpul
menghadap ke hadirat Allah yang Maha Esa lagi Maha Perkasa. Dan kamu akan
melihat orang-orang yang berdosa pada hari itu diikat bersama-sama dengan
belenggu. Pakaian mereka adalah dari pelangkin (ter) dan muka mereka ditutup
oleh api Neraka, agar Allah memberi pembalasan kepada tiap-tiap orang terhadap
apa yang dia usahakan. Sesungguhnya Allah maha cepat hisab-Nya.
Kembali kepada tempat penggemblengan pertama, yaitu neraka
panas; awal keberadaan aku seseorang di dunia disampaikan
dalam QS Al A’raaf 7 ayat 172: Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan
anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa
mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul,
kami menjadi saksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu
tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang lengah terhadap
ini.”
Kata
sulbi di sini menjelaskan bahwa pertanyaan ini disampaikan Allah ketika manusia
masih berupa air yang akan dipancarkan. Hal ini tertulis dalam QS Ath Thariq 86
ayat 6-7: Ia diciptakan dari air yang dipancarkan,
yang keluar dari antara tulang sulbi laki-laki dan tulang dada perempuan.
Berdasarkan ayat-ayat tersebut, individu orang tercipta melalui ruh yang diturunkan melalui awal A dan selanjutnya menjadi raganya. Sedangkan akunya disabda turun pada kira-kira 5 tahun, yaitu saat munculnya kesadaran diri. Kebetulan kesadaran diri ini berbarengan dengan sempurnanya pertumbuhan otak yang menghasilkan pengertian (a'6).
Sedangkan
proses penciptaan diri manusia ini diantaranya digambarkan dalam QS As Sajdah
32 ayat 7-9: Yang membuat segala sesuatu yang Dia
ciptakan sebaik-baiknya dan Yang memulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian
Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina. Kemudian
Dia menyempurnakannya dan meniupkan ke dalamnya ruh-Nya dan Dia menjadikan bagi
kamu pendengaran, penglihatan dan hati (al
af-idah); (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.
QS Shaad 38 ayat 71-72: (Ingatlah)
ketika Rabb-mu berfirman kepada
Malaikat, “Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah. Maka apabila
telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya ruhKu; Maka hendaklah
kamu menyungkur dengan bersujud kepadanya.”
QS An
Nahl 16 ayat 78: Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan
tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan
hati (al af’idah), agar
kamu bersyukur.
QS Az Zumar 39 ayat 6: Dia menciptakan
kamu dari seorang diri kemudian Dia jadikan daripadanya isterinya dan Dia
menurunkan untuk kamu delapan ekor yang berpasangan dari binatang ternak. Dia
menjadikan kamu dalam perut ibumu kejadian demi kejadian dalam tiga kegelapan.
Yang (berbuat) demikian itu adalah Allah, Tuhan kamu, Tuhan yang
mempunyai kerajaan. Tidak ada Tuhan selain
Dia; Maka bagaimana kamu dapat dipalingkan?
QS Al Mu’minuun 23 ayat 12-16: Dan
sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari
tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat
yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu
segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami
jadikan tulang belulang, lalu tulang
belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan Dia makhluk yang
(berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta yang paling baik. Kemudian,
sesudah itu, sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan mati. Kemudian,
sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan (dari kuburmu) di hari Kiamat.
Pada
hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim: Abu
Abdurrahman bin Mas’ud ra berkata bahwa Rasulullah s.a.w telah
bersabda: “Sesungguhnya, setiap kalian dikumpulkan penciptaannya di dalam rahim
ibunya selama 40 hari berupa nuthfah,
kemudian menjadi ‘alaqah selama itu
juga, kemudian menjadi mudhghah
selama itu juga, kemudian meniupkan ruh kepadanya ….’’[1]
Dengan demikian pada jasmani manusia terdapat Ruh yang barangkali bisa diketahui sebagai daya hidup. Dengan keberadaan tersebut, maka "saya atau aku" disabda turun ke seseorang. Aku yang disabda turun ke orang awalnya menuhankan dirinya sendiri, diasuh dan dididik oleh KUASA itu sendiri agar tahu diri dan bersedia menjalankan perannya dalam kehidupan dunia.