Hakekat Aku Manusia

Manusia (A7) ditempatkan pada puncak piramida penciptaan. Dan “aku” disabda turun ke tubuh manusia ini. Ini hanyalah sebagian dari tanda-tanda kecintaan Kuasa kepada “aku”. Bukti yang lain adalah kehidupan di alam semesta senantiasa berubah (seleksi alam) dan setelah semuanya tertata dengan rapi, “aku” diturunkan ke manusia. Individu manusia atau orang ini diizinkan untuk melakukan eksploitasi alam demi memperoleh kenikmatan yang diinginkan. Jadi alam semesta ini memang diadakan demi “aku”.

Siapakah aku?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut harus melakukan pengamatan terhadap diri sendiri dan lingkungannya. Dalam pelaksanaannya orang membaca alam dan menarik kepastian. Kesalahan dalam membaca alam atau kesalahan dalam menarik kepastian akan membuat orang tersebut celaka bahkan mencelakai.
Kenapa ini bisa terjadi?
Ini bisa terjadi karena orang tidak mengenal dirinya sendiri, kemungkinan besar akan tersesat dalam mengarungi kehidupan. Apalagi pada zaman sekarang banyak orang malas dan mengandalkan orang lain. Apalagi ketika ditakut-takuti bahwa kita tidak berhak melakukan penelaahan.
Kalau kita amati, setiap orang dari kecil sudah diberi amanah oleh orang tuanya untuk melaksanakan nilai-nilai yang disampaikan oleh orang tuanya atau orang-orang yang dituakannya. Termasuk para guru di sekolah juga menambahkan amanat agar setiap orang menjadi seperti yang mereka idealkan.
Ada yang sekedar patuh ada yang berupaya mengerti. Sampai akhirnya orang menjadi tidak kuat dengan beban amanat tersebut karena seringkali bertentangan dengan kenyataan yang ada. Karena tidak menemukan jawabn, orang cenderung menyalahkan zaman, menyalahkan keadaan dan lain-lain. Jarang ada orang yang mau membaca kenyataan ini dan menyimpulkan secara bijak.
Aku ditempatkan pada diri orang yang merupakan individu manusia. Bila dianalisa menggunakan Rumus A dan diambil sosok orang yang menyebut dirinya dengan nama Basori. Basori adalah sebutan untuk menandai jasmaninya (a1, a2, a3, a4). Basori diberi kelengkapan hidup berupa kemampuan / perasaan (a5), kemauan (a6) dan pikiran (a7). Tanda hidup adalah nafas, dimana nafas seseorang berbarengan dengan dihembuskannya ruh kepadanya. Jadi ruh adalah daya hidup.
Basori juga dilengkapi dengan otak (a’1, a’2, a’3, a’4) yang memiliki memori (a’5), pengertian (a’6) dan akal (a’7). Pada usia sekitar 3 tahun, Basori mulai memiliki kemampuan mengingat (aku/a7/a’5). Pada usia sekitar 5 tahun, Basori mulai menyadari keberadaan dirinya, akunya muncul (aku/a7/a’6). Dan pada usia 7 tahunan aku Basori mulai cerdas menggunakan akalnya untuk menarik manfaat (aku/a7/a’7).
Sesuatu yang dimasukkan kepada diri orang dalam istilah Jawa dikenal dengan sebutan Suksma. Suksma pada dasarnya suci, sehingga bisa disebut dengan suksma sejati dan menyebut dirinya dengan “aku” yang merupakan "Sabda" dari Kuasa. Pada awalnya aku berada di otak. Di otak juga terdapat pikiran (a7). Interaksi “aku” di pikiran (a7) membuat keakuan Basori menguat. Akibat “aku” Basori semaunya sendiri mengikuti kemauannya, maka “aku” Basori disabda turun ke jasmaninya, di dalam dada. “Aku” Basori dalam dada inilah yang disebut dengan Suksma Kesiku.

Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya.
(QS At Tiin 95 ayat 4-5)
Pada kenyataan dengan turunnya “aku”nya Basori ke posisi paling rendah, yaitu jasmani (aku/a1 s/d a4), maka kelakuannya gampang terseret oleh naluri jasmaniah. Dorongan jasmaniah seperti lapar dan haus, kebutuhan biologis menjadi kegiatan utama dalam kehidupannya. QS Yusuf 12 ayat 53: Dan aku tidak membebaskan diriku, karena nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan (an nafs al amarah bis suu’).
Karena fitrah dari kehidupan adalah mendidik sang aku, maka bilamana aku tetap dalam keadaan mengikuti dorongan jasmaniah, biasanya akan dihukum dengan tidak terpenuhinya dorongan tersebut. Kondisi ini akan membuat frustasi, namun diharapkan muncul kesadaran bahwa bukan hanya memenuhi dorongan fisik. Kesadaran ini akan membuat “aku” Basori tersebut naik ke perasaan (sense) dan daya (motorik).
Pada maqam ini Basori merasa dirinya memiliki kemampuan. Terbukti memang dengan banyaknya karya yang dihasilkan yang menunjukkan kemampuannya. Namun lama-kelamaan akan muncul watak suka meremehkan, suka mencela. QS Al Qiyamah 75 ayat 2: Dan Aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (an nafs al luwamah).
Persaingan akan menjadi pukulan telak bagi keberadaannya. Pesaing-pesaingnya menghasilkan karya yang lebih diakui masyarakat. Keadaan ini akan membuat frustasi baginya. Inilah salah satu model pendidikan Tuhan, yaitu untuk mengembalikan kepada fitrah dirinya. Dalam frustasinya, Basori akan merenung dan dengan rahmat Tuhan, dirinya menyadari bahwa dia harus fokus kepada niatnya dan tidak terjebak dalam persaingan.
Barangkali di sinilah kelakuan manusia seperti kerasukan jin yang hidup di alam Jabarut. QS Al A’raaf 7 ayat 179: Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati (qalbu), tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.
Basori akhirnya bisa mengatasi dorongan qudrat perasaan & daya (a5), maka kemudian akan naik ke kemauannya (aku/a6). Di sini diri Basori akan cenderung mengikuti kemauannya dan menjadi kesetanan kalau terhalangi. Kemauan muncul karena terilhami untuk mencari kesenangan. Basori dalam upayanya mewujudkan kesenangan selalu diberi dua pilihan. QS Asy Syam 91 ayat 7-8: Dan jiwa serta penyempurnaannya, maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu kefasikan dan ketakwaan (an nafs al mulhamah/sufiyyah).
Kalau diri Basori bisa meningkat lagi, maka bisa bersinggasana di pikirannya (aku/a7). Pada maqam ini aku Basori bisa terseret oleh pikirannya, sehingga wataknya menjadi seperti Iblis. Keakuannya akan menguat serta menjadi takabur. Namun kalau bisa tahu diri dan mampu mengatasi akan memperoleh ketenangan. QS Al Fajr 89 ayat 27: Hai jiwa yang tenang (an nafs al muthmainah).
Bilamana “aku” Basori mulai ingat akan Yang Kuasa dan mulai ingat akan fitrahnya dan rela atas fitrah dirinya, maka suksma kesiku berubah menjadi suksma sejati. Ingat akan keberadaan Tuhan dan mengakui fitrahnya berarti aku Basori bersinggasana di memorinya (aku/a’5). QS Al Fajr 89 ayat 28: Kembalilah kepada Tuhanmu dengan ridha … (Ar Radhiyah).
Kalau “aku”nya mulai aktif mempergunakan pengertiannya, maka menjadi sadar (aku/a’6). Dia menjadi hamba yang mengerti dan diridhai Tuhannya. QS Al Fajr 89 ayat 28: … dan diridhai-Nya (Al Mardhiyah).
Kalau “aku”nya bisa mempergunakan akalnya (a’7), maka “aku” akan menemukan cara untuk kembali kepada Yang Maha Kuasa. Dan kalau bisa kembali kepada Yang Kuasa dan menjadi hamba di rumah-Nya (Ahlul Bait). Al Fajr 89 ayat 29: Maka masuklah ke dalam jamaáh hamba-hamba-Ku.
Alam memori (a’5), pengertian (a’6) dan akal (a’7) dalam literatur Islam disebut dengan alam Malakut yang terang dan suci. Sedangkan alam rasa & daya (a5), kemauan (a6) dan pikiran (a7) disebut alam Jabarut.
Oleh karena itu bilamana “aku” selalu dalam panduan akal (aku/a’7), maka dia akan dimuliakan Allah. Dan tentunya tidak akan melakukan perusakan terhadap alam semesta seperti yang disinyalir oleh Malaikat dalam QS Al Baqarah 2 ayat 30: Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat, “Aku hendak menjadikan Khalifah di bumi.”
Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan mensucikan nama-Mu?”
Dia berfirman, “Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”
Malaikat melihat kelakuan manusia dalam hal ini Homo Erektus, yaitu manusia pendahulu sebelum Nabi Adam a.s dan ibu Hawa r.a diturunkan ke bumi. Homo Erektus ini barangkali prototipe manusia, namun masih seperti binatang, yaitu beraktifitas menggunakan kemampuan (a5), kemauan (a6) dan pikirannya (a7), walau mungkin sudah memiliki sedikit memori (a’5), pengertian (a’6) dan akal (a’7) di atas hewan.
Ketika seseorang dikeluarkan dari perut ibunya, pada kenyataannya dia berhadapan dengan alam (A1 s/d A7). Dari pengamatannya terhadap alam, sebagaimana dijelaskan pada bab sebelumnya, orang pasti berada dalam keadaan tahu pasti (A8) atau ragu-ragu lalu berteori (A9) atau tidak tahu (A10).
Namun pada kenyataannya pula orang menerima ide yang belum ada wujudnya, berarti dia belum tahu (A10), lalu dia terdorong untuk mewujudkannya. Kemudian dia berupaya mereka-reka cara untuk mewujudkan dengan menggunakan akalnya, sehingga berkembanglah ilmu pengetahuan baik teori maupun teknik (A9). Dengan gambaran yang dihasilkan dari penerapan ilmu tadi, dia kemudian mewujudkannya sehingga menjadi tampak (A8).
Demikian pula proses hilangnya wujud. Dari mula-mula ada (A8), lalu hilang dan berubah menjadi kisah sejarah (A9), kemudian dilupakan orang (A10). Bahkan mungkin telah berubah menjadi dongeng sebelum dilupakan.
PR terbesar manusia adalah bagaimana bisa menempatkan akal (a’7) dan pengertian (a’6) sebagai pemandu "aku/saya" dalam menjalani kehidupan ini. Oleh karena itu sebagai manusia harus selalu menempatkan diri sebagai pelaksana kewajiban, yaitu kewajiban kepada diri sendiri, kewajiban kepada negara dan kewajiban kepada alam. Ketiga kewajiban ini sebenarnya tidak akan konflik kalau orang mau mengikuti perintah Kuasa. Karena Kuasa ada pada alam, yaitu melalui alam Kuasa memelihara manusia. Kuasa juga ada pada negara, karena melalui negara, Kuasa melindungi manusia yang disebut dengan warga negara. Kuasa pada diri orang yang memerintahkan orang tersebut beraktifitas melalui dirinya.
Sebagai contoh orang menghadapi kemacetan di jalan. Orang yang terbawa kemauannya (a6) akan cenderung bereaksi dengan mengumpat dan marah-marah. Yang terbawa pikirannya (a7) akan menggunakan keakuannya untuk berupaya lepas dari kemacetan tanpa mengindahkan kepentingan jalan lainnya. Namun bagi mereka yang menggunakan pengertian (a’6) dan akalnya (a’7) akan berbeda dalam menyikapi dan menindakinya. Mereka akan menerima kenyataan bahwa kejadian ini adalah dari Kuasa. Pada dirinya akan muncul ingin tahu kenapa dan apa solusinya. Karena pada intinya kita tidak mau terkena kemacetan. Kita mungkin tidak tahu penyebabnya dan tidak mampu mengurai kemacetannya. Akhirnya mereka yang berakal akhirnya memilih bahwa kejadian ini adalah kehendak Kuasa dan mereka percaya bahwa Kuasa tidak akan membuat mereka sengsara bahkan akan diberi rahmat berupa kenikmatan. Biasanya permasalahannya akan terselesaikan.
Berikut beberapa kisah perihal akal, ruh dan jiwa (aku/saya) dengan penggunaan istilah sesuai pengertian di atas agar tidak membingungkan: 
Hadits qudsy yang ditulis pada kitab Durratun Nasihin karya Syekh Utsman bin Hasan Asy-Syakir: Ketika Allah menciptakan akal (a’7), Dia bertanya kepada akal (a’7), “Siapa Aku dan siapa kamu?”
Akal (a’7) menjawab, “Engkau Tuhanku dan aku hamba-Mu.”
Puas dengan jawaban tersebut, Allah berfirman bahwa Dia tidak akan menciptakan makhluk yang lebih mulia dari akal (a’7).
Berbeda ketika Dia menciptakan jiwa. Ketika jiwa ditanya Allah, “Siapa Aku dan siapa engkau?”
Jiwa  menjawab, “Aku ya aku, Engkau ya Engkau.”
Jiwa pun disiksa dalam neraka panas selama 1000 tahun. Lalu ditanya lagi dengan pertanyaan yang sama. Jiwa pun tetap menjawab, “Aku ya aku, Engkau ya Engkau.”
Jiwa pun disiksa dalam neraka dingin selama 1000 tahun. Lalu ditanya lagi dengan pertanyaan yang sama. Jiwa pun tetap menjawab, “Aku ya aku, Engkau ya Engkau.”
Jiwa pun disiksa dalam neraka lapar selama 1000 tahun. Lalu ditanya lagi dengan pertanyaan yang sama. Jiwa pun akhirnya menyerah dan menjawab, “Aku hamba-Mu dan Engkau Tuhan-ku.”
Dari kisah tersebut sudah jelas bahwa yang dihukum adalah jiwa yang menyebut dirinya dengan “aku”.
Dalam penjelasan Yesus a.s dalam Injil Barnabas sebagai berikut: Berkata Yesus, “Adakah seorang manusia dijumpai yang masih ada kehidupan pada dirinya, akan tetapi kemampuan “aku” tiada bekerja padanya?”
“Tidak”, kata pengikut-pengikut itu.
“Kamu menipu dirimu sekalian”, kata Yesus. “Karena orang tuna netra, tuna rungu, tuna wicara dan cacat puntung, dimana “aku”nya? Dan kapan seorang manusia berada dalam pingsan?”
Kemudian para pengikut itu telah bingung, ketika Yesus berkata, “Ada tiga hal yang menjadikan manusia, yaitu ruh, “aku” dan daging (a1 s/d a4). Tiap satu diantaranya terpisah. Allah kita menciptakan ruh dan jasad (a1 s/d a4), sebagai yang telah kamu dengar, tetapi kamu belum mendengar bagaimana Dia menciptakan “aku”. Oleh sebab itu besok kalau Allah memperkenankan, aku akan menceritakan kepada kamu semua.”
“Demi Allah [yang] pada hadirat-Nya ruhku berdiri, banyak yang sudah tertipu mengenai kehidupan kita, karena demikian rapatnya hubungan antara ruh dan “aku”. Sehingga sebagian besar manusia mengiyakan ruh dan “aku” adalah hal yang satu dan sama, namun terbagi dalam penugasan bukan dalam wujud. Mereka menyebutnya sensitif (rasa perasaan), vegetatif (rasa tumbuh) dan jiwa yang cerdas (intellectual soul). Tetapi sungguh aku katakan kepadamu, ruh itu adalah satu, yang berakal dan hidup. Orang-orang dungu manakah akan mereka dapatkan ruh berakal (a’7) tanpa kehidupan? Tentulah tidak pernah. Tetapi kehidupan tanpa “aku” dan kehendak (a6) sudah dijumpai, sebagaimana keadaan ketidak-sadaran, dimana “aku” meninggalkannya.
Thaddeus menjawab, “O Guru, apabila “aku” meninggalkan kehidupan, seorang manusia tidak mempunyai kehidupan.”
Yesus menjawab, “Ini tidak benar, sebab manusia kehilangan kehidupan apabila ruh meninggalkannya, karena ruh itu tidak kembali lagi ke dalam tubuh (a1 s/d a4), terkecuali oleh mukjizat. Akan tetapi “aku” akan hilang lantaran ketakutan yang dialaminya atau kesedihan yang sangat diderita oleh “aku”nya. Justru “aku” itu telah diciptakan Allah untuk kesenangan dan dengan kesenangan itu sendiri, dia hidup. Bahkan sebagaimana tubuh (a1 s/d a4) itu hidup oleh makanan, ruh itu hidup dengan ilmu dan kasih sayang.
Rasa “aku” memberontak menentang ruh melalui perasaan marah. Hal ini berarti dia telah kehilangan kesenangan surga karena dosa. Oleh sebab itu adalah kewajiban yang paling utama untuk memeliharanya dengan kesenangan ruhani bagi orang yang tidak ingin hidupnya dalam kesenangan jasmani. Mengertikah kamu?
Sungguh aku berkata kepadamu bahwa Allah telah menciptakannya, telah menghukumnya ke neraka dan ke dalam salju dan es yang tak tertahankan karena ia berkata bahwa ia adalah Allah. Tetapi ketika Dia menghilangkan pemeliharaan terhadapnya dengan membawa pergi makanannya dari padanya, barulah ia mengetahui bahwa ia adalah seorang hamba Allah dan pekerja bagi tangan-tangan-Nya.
Dan sekarang ceriterakanlah kepadaku, bagaimana “aku” bekerja pada orang kafir? Pasti itu adalah sebagai Tuhan (Ilah) di dalam diri mereka, mengingat bahwa mereka mengikuti “aku” itu, memungkiri akal (a’7) dan hukum Allah. Oleh sebab itu mereka menjadi tak menyenangkan dan tak beramal shalih.”
Dari kisah-kisah di atas bisa dimengerti kenapa orang diciptakan di atas bumi? Yaitu agar menjadi sarana untuk menghukum “aku” yang memberontak. Pertama aku akan digembleng di neraka panas, yaitu kehidupan dunia ini yang menurut teori Big Bang berasal dari panas.
Menurut Islam, selanjutnya aku digembleng di neraka dingin, yaitu alam kubur. Hal ini terjadi kalau dalam gemblengan di dunia, akunya masih belum menyadari jati dirinya dan tujuannya. Rasulullah s.a.w bersabda, “Sesungguhnya liang kubur itu menyeru dengan lima kalimat. Ia berkata, “Aku adalah rumah kesendirian, maka bawalah teman kepadaku. Aku adalah rumah ular, maka bawalah penawar kepadaku. Aku adalah rumah kegelapan, maka bawalah lampu kepadaku. Aku adalah rumah tanah, maka bawalah permadani kepadaku. Aku adalah rumah kemiskinan, maka bawalah bekal kepadaku.””
Kalau pun masih pula tidak sadar diri, maka menurut Qurán dia akan digembleng di neraka lapar, yaitu di padang Mahsyar. QS Ibrahim 14 ayat 46-51: Dan sesungguhnya mereka telah membuat makar yang besar padahal di sisi Allah lah (balasan) makar mereka itu. Dan sesungguhnya makar mereka itu (amat besar) sehingga gunung-gunung dapat lenyap karenanya. Karena itu janganlah sekali-kali kamu mengira Allah akan menyalahi janji-Nya kepada Rasul-Rasul-Nya; sesungguhnya Allah Maha Perkasa, lagi mempunyai pembalasan. (Yaitu) pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain dan (demikian pula) langit, dan mereka semuanya (di padang Mahsyar) berkumpul menghadap ke hadirat Allah yang Maha Esa lagi Maha Perkasa. Dan kamu akan melihat orang-orang yang berdosa pada hari itu diikat bersama-sama dengan belenggu. Pakaian mereka adalah dari pelangkin (ter) dan muka mereka ditutup oleh api Neraka, agar Allah memberi pembalasan kepada tiap-tiap orang terhadap apa yang dia usahakan. Sesungguhnya Allah maha cepat hisab-Nya.
Kembali kepada tempat penggemblengan pertama, yaitu neraka panas; awal keberadaan aku seseorang di dunia disampaikan dalam QS Al A’raaf 7 ayat 172: Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul, kami menjadi saksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang lengah terhadap ini.”
Kata sulbi di sini menjelaskan bahwa pertanyaan ini disampaikan Allah ketika manusia masih berupa air yang akan dipancarkan. Hal ini tertulis dalam QS Ath Thariq 86 ayat 6-7: Ia diciptakan dari air yang dipancarkan, yang keluar dari antara tulang sulbi laki-laki dan tulang dada perempuan. Berdasarkan ayat-ayat tersebut, individu orang tercipta melalui ruh yang diturunkan melalui awal A dan selanjutnya menjadi raganya. Sedangkan akunya disabda turun pada kira-kira 5 tahun, yaitu saat munculnya kesadaran diri. Kebetulan kesadaran diri ini berbarengan dengan sempurnanya pertumbuhan otak yang menghasilkan pengertian (a'6).
Sedangkan proses penciptaan diri manusia ini diantaranya digambarkan dalam QS As Sajdah 32 ayat 7-9: Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan Yang memulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina. Kemudian Dia menyempurnakannya dan meniupkan ke dalamnya ruh-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati (al af-idah); (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.
QS Shaad 38 ayat 71-72: (Ingatlah) ketika Rabb-mu berfirman kepada Malaikat, “Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah. Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya ruhKu; Maka hendaklah kamu menyungkur dengan bersujud kepadanya.”
QS An Nahl 16 ayat 78: Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati (al af’idah), agar kamu bersyukur.
QS Az Zumar 39 ayat 6: Dia menciptakan kamu dari seorang diri kemudian Dia jadikan daripadanya isterinya dan Dia menurunkan untuk kamu delapan ekor yang berpasangan dari binatang ternak. Dia menjadikan kamu dalam perut ibumu kejadian demi kejadian dalam tiga kegelapan. Yang (berbuat) demikian itu adalah Allah, Tuhan kamu, Tuhan yang mempunyai kerajaan. Tidak ada Tuhan selain Dia; Maka bagaimana kamu dapat dipalingkan?
QS Al Mu’minuun 23 ayat 12-16: Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang  belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan Dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta yang paling baik. Kemudian, sesudah itu, sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan mati. Kemudian, sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan (dari kuburmu) di hari Kiamat.
Pada hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim: Abu Abdurrahman bin Mas’ud ra berkata bahwa Rasulullah s.a.w telah bersabda: “Sesungguhnya, setiap kalian dikumpulkan penciptaannya di dalam rahim ibunya selama 40 hari berupa nuthfah, kemudian menjadi ‘alaqah selama itu juga, kemudian menjadi mudhghah selama itu juga, kemudian meniupkan ruh kepadanya ….’’[1]
Dengan demikian pada jasmani manusia terdapat Ruh yang barangkali bisa diketahui sebagai daya hidup. Dengan keberadaan tersebut, maka "saya atau aku" disabda turun ke seseorang. Aku yang disabda turun ke orang awalnya menuhankan dirinya sendiri, diasuh dan dididik oleh KUASA itu sendiri agar tahu diri dan bersedia menjalankan perannya dalam kehidupan dunia. 


[1] QS Al Hijr 15 ayat 29.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Orang Jawa Menjelaskan Hakekat Manusia

Menyaksikan Keberadaan Rabbul 'alamin

Sugeng Kondur Bapak (Bapak Mas Supranoto)