Bencana Alam Adalah Tanda Kehadiran Ilahi

Aku adalah Perbendaharaan Tersembunyi. Aku cinta dikenal. Aku ciptakan makhluk-Ku, agar mereka mengenal Aku.

Manusia (A7) dicipta dari tanah (a3), dari bumi (A3). Pada bumi (A3) terdapat elemen api (A1), yaitu di dalamnya dan juga dari luar oleh matahari (A1). Tanpa adanya elemen api (a1), maka tidak ada kehidupan jasmaniah (a5). Darimanakah asal muasal api yang berada di perut bumi? Sulit bagi orang awam untuk menjawab pertanyaan ini karena memerlukan sarana yang mahal, namun hal ini tidak boleh menghalangi untuk merenung mendapatkan kepastian.

Jasad tercipta dari elemen api (a1), udara (a2), tanah (a3) dan air (a4). Masing-masing elemen memiliki karakter sendiri-sendiri, misalnya elemen api akan mengobarkan emosi untuk mewujudkan kemauan. Ketika mereka dihalangi, maka api dirinya akan berkobar dan mereka menjadi kesetanan. Sehingga ketika orang durhaka meninggal, maka elemen api yang berkobar tersebut akan menyala dan memanaskan lingkungannya. Dan ketika dikembalikan ke bumi, niscaya akan membuat bumi semakin panas. Ini adalah pengetahuan yang bersifat dugaan (A9), maka perlu disempurnakan dengan kepastian pengetahuan (A8). Sedangkan ungkapan di atas adalah kata orang yang konon kata Allah, berarti berupa pengetahuan yang tidak pasti (A10), sehingga didekati dengan kepercayaan.

Dengan berhipotesa (menduga), anggaplah dengan semakin panasnya perut bumi, maka berat jenis perut bumi akan semakin rendah. Akibatnya akan banyak terjadi pergeseran lempeng daratan yang menghasilkan gempa bumi dan juga erupsi gunung-gunung. Di saat yang bersamaan akan menguap air yang berada di muka bumi dan turun kembali menjadi hujan.

Dengan demikian adalah wajar bahwa dengan semakin panasnya perut bumi, maka kejadian bencana alam akan semakin banyak terjadi. Hipotesa di atas adalah upaya untuk menjelaskan bagaimana hubungan antara bencana alam dengan sikap dan laku manusia.

Dengan semakin banyaknya manusia durhaka, maka kehadiran Ilahi semakin terasa. Karena Dia cinta dikenal. Oleh karena itu manusia diharapkan Ilahi untuk mengenal Dia di persembunyian-Nya. Maksudnya manusia diharapkan hadir ke hadirat-Nya. Jadi bukan sekedar menjalankan ritual tanpa makna sejatinya. Kalau hanya kebiasaan ritual, maka disebut manusia ngawur. Yaitu mengerjakan sesuatu tanpa pengertian.

Maka marilah kita hadir ke hadirat-Nya bukan menghadirkan Ilahi. Bukankah Dialah Sang Raja sejati, Dialah Penguasa yang sesungguhnya? Bukankah kita adalah pelayan-Nya? Mosok Sang Tuan diminta hadir kepada pelayan?

Bagaimana kita hadir ke hadirat-Nya?

 

Jakarta, 6 Februari 2021

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Orang Jawa Menjelaskan Hakekat Manusia

Menyaksikan Keberadaan Rabbul 'alamin

Sugeng Kondur Bapak (Bapak Mas Supranoto)