Jumat, 23 Juli 2021

Malaikat Harut & Marut Tidak Mengajarkan Sihir

Sihir berasal dari kata bahasa Arab “saharo/sihrun” yang berarti tipu daya. Jadi sihir dimaksudkan untuk menguasai orang lain dengan melakukan tipu daya. Sihir biasanya dihubungkan dengan suatu hal/perkara atau kejadian yang luar biasa dalam pandangan orang yang menyaksikannya. Namun tidak semua kejadian luar biasa berasal dari sihir, contohnya mukjizat para Nabi.

Apa yang membedakan sihir dengan mukjizat?

Sebagaimana sudah dijelaskan di atas, tujuan dari sihir adalah untuk menguasai orang lain. Tentunya penguasaan ini adalah untuk kepentingan sang penyihir atau orang yang memanfaatkan jasanya. Mukjizat adalah untuk membuktikan bahwa apa yang disampaikan oleh para Nabi adalah untuk mengajak manusia kepada jalan yang benar sesuai fitrah penciptaannya, yaitu menjadi hamba Allah. Bukan dikuasai untuk memuaskan kemauan para Nabi. Dengan menjadi hamba Allah, sejatinya mereka telah menyadari hakekat dirinya dan perannya.

Ingat! Merdeka artinya bisa berbuat apa saja. Namun perlu diingat, untuk bisa berbuat apa saja, orang membutuhkan kuasa. Padahal kuasa tidak mungkin bisa dikuasai. Diri manusia berasal dari yang dikuasai. Kesadaran diri bahwa dia adalah yang dikuasai inilah yang disebut kemerdekaan sejati.

Semenjak kapan sihir diterapkan dan siapakah yang mengajarkan sihir?

Al Qur’an dalam surat Al Baqarah 2 ayat 102 menjelaskan: Dan mereka mengikuti apa yang oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman, padahal Sulaiman tidak kafir, hanyalah syaitan-syaitan lah yang kafir. Mereka mengajarkan (yu’alimuna) sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua malaikat di negeri Babil, yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan kepada seorang pun sebelum mengatakan: “Sesungguhnya kami hanya ujian (fitnah), sebab itu janganlah kamu kafir.” Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu mereka dapat menceraikan antara seorang dengan istrinya. Dan mereka itu tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorang pun, kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang tidak memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barangsiapa yang menukarnya dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat, dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui.

Upaya memahami ayat ini memang tidak mudah, apalagi bagi saya yang bukan ahli bahasa Arab. Namun kalau secara pelan-pelan dibedah dan dengan permohonan pemahaman dari Allah, maka dari kalimat: “Mereka mengajarkan (yu’alimuna) sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua malaikat di negeri Babil, yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan kepada seorang pun sebelum mengatakan: “Sesungguhnya kami hanya ujian (fitnah), sebab itu janganlah kamu kafir.””, secara tegas dinyatakan bahwa mereka yang dimaksud adalah para syaitan dan diikuti oleh orang-orang fasik. Jadi sihir bukan diajarkan oleh malaikat Harut dan Marut. Namun ilmu dari Harut dan Marut telah diselewengkan untuk melakukan tipu daya agar orang lain bisa dikuasai.

Kalimat: “… tiadalah baginya keuntungan di akhirat.”, artinya mereka hanya mendapatkan keuntungan di dunia saja dan di akhirat tidak kebagian. Berarti mereka para pelaku sihir adalah manusia yang dimurkai, sohibnya Iblis.

Bilamana pengertian sihir diperluas, maka segala tipu daya untuk membuat orang mempercayai dia hingga taklid mengikutinya termasuk kategori pengamalan ilmu sihir. Dengan demikian ilmu sihir ternyata sudah semakin meluas bahkan telah dipraktekan orang banyak dengan sadar maupun tidak.

Betapa banyak orang-orang yang telah menggurukan dirinya agar diakui oleh orang lain. Betapa banyak orang-orang dengan keahliannya menarik perhatian orang lain agar bersedia menjadi pengikutnya. Bukankah hal-hal seperti ini bisa membuat para pengikut tersesat? Bukankah sesat artinya tidak mencapai tujuan dan bukankah ini target Iblis, yaitu membuat manusia tersesat bahkan dimurkai? 

Jadi adakah di zaman ini orang yang menjelaskan kepada orang lain hakekat dirinya, hakekat keberadaannya dan pengakuan akan adanya Allah Yang Maha Kuasa? Adakah orang yang menjelaskan kepada orang lain untuk menjadi merdeka, yaitu sadar diri dan bersedia menerima Allah Yang Maha Kuasa sebagai Ilahnya?

Bukan pengakuan, bukan harta yang dituju, tetapi berjuang agar semakin sadar diri, bersikap dan berbuat sesuai perannya serta berjuang supaya semakin banyak orang yang sadar akan dirinya kemudian menjalankan perannya.

Griya Mutiara Papahan, 14 Juli 2021


Senin, 12 Juli 2021

Sikap & Upaya Menghadapi Pandemi Covid-19

Kata fitnah menurut KBBI berarti perkataan bohong atau tanpa berdasarkan kebenaran yang disebarkan dengan maksud menjelekkan orang. Karena kata fitnah adalah berasal dari Bahasa Arab, sehingga perlu dimengerti makna sebenarnya dari Bahasa aslinya, Menurut Ibn Hajar al-Asqalany dalam karya Fathul Bari Syarh Shahihil Bukhari menyatakan bahwa makna fitnah berasal dari kata al ikhtibar yang artinya penyingkapan hakikat sesuatu dan kata al-imtihan yaitu pengujian[1]. Dari kedua arti tersebut, kami memilih pemahaman bahwa fitnah adalah proses pengujian atas keimanan seseorang melalui peristiwa atau kejadian.

Pandemi Covid-19 adalah peristiwa atau kejadian. Sebagian orang menyatakan bahwa ini adalah kenyataan dan sebagian lagi mempercayai bahwa ini adalah kebohongan yang direkayasa. Semua orang bebas beropini, namun janganlah emosional, sehingga membuat gelap pikiran, lalu menimbulkan gelap hati dan berujung di kegelapan fisik, seperti menghuni penjara.

Kita melihat kenyataan bahwa banyak orang dirawat di Rumah Sakit atau terisolasi di rumah bahkan banyak orang meninggal yang dikuburkan dengan protokoler yang ketat. Kenyataan yang ditangkap oleh indra kita ini kemudian diolah oleh pengetahuan kita dan dengan pengaruh emosi dan/atau ambisi, maka kita beropini atau memberikan penilaian. Penilaian itu bisa positif, bisa pula negatif. Kita tidak membahas mana yang benar atau mana yang salah, karena penilaian positif dan negatif keduanya adalah kenyataan. Namun kalau kita tarik lebih jauh lagi, bahwa dibalik penilaian itu tentu ada yang membuat peristiwa tersebut terjadi, yaitu berupa cipta alam. Cipta alam yang berasal dari sabda alam dan bersumber dari cita alam, kesemuanya itu memerlukan izin dari Yang Maha Kuasa.

Dengan adanya izin dari Yang Maha Kuasa, lalu bagaimana kita seharusnya menarik pengertian dan bersikap atas peristiwa pandemi Covid-19?

Peristiwa ini adalah kenyataan dan bukan musibah atas kesalahan umat manusia. Peristiwa ini harus terjadi sebagai bagian dari kesempurnaan kehidupan manusia, yaitu sempurna dalam perannya sebagai hamba Allah Yang Maha Kuasa. Kenapa bukan disebut musibah? Karena tidak ada tanda-tanda akan kesalahan umat manusia yang berhubungan dengan pandemi ini dan tidak ada tanda-tanda kehadiran Ilahi, semisal bentuk-bentuk tulisan AsmaNya di alam semesta. Sehingga kami menarik kesimpulan bahwa peristiwa ini adalah fitnah atau pengujian. Pengujian siapa-siapa yang sesungguhnya bersedia mengakui dan memerankan diri sebagai hamba Allah Yang Maha Kuasa.

Kalau kita mau menerima bahwa peristiwa ini adalah fitnah atau ujian keimanan, lalu bagaimana kita harus bersikap dan bertindak?

Tanamkanlah pengertian bahwa kita adalah saksi dan hamba Allah hingga ke dalam diri, ke dalam raga dan hati. Tanamkanlah bahwa diri kita beriman kepada Allah.

Tumbuhkanlah sikap beriman kepada Allah lalu berbuatlah sesuai dengan pengertian yang telah kita peroleh dengan tuntunan akal yang memberikan kita strategi dan cara untuk mewujudkan sikap tersebut.

Sebagai saksi dan hamba Allah Yang Maha Kuasa, kita meyakini bahwa ada pengetahuan pasti (A8), ada pengetahuan dugaan (A9) dan ada pengetahuan yang belum/tidak diketahui. Sebagai orang awam, kita tidak memiliki pengetahuan cara menanggulangi pandemi covid-19. Sehingga akal kita memberikan cara agar melakukan pendekatan A10 atau pendekatan klenik kata nenek moyang kita atau pendekatan iman kata ahli agama.

Dalam munajat kepada Allah Yang Maha Kuasa teringat bahwa bentuk virus covid-19 seperti bunga pohon Lamtoro. Pohon Lamtoro adalah pohon yang sangat mudah berkembang, baik dengan biji maupun dengan cara stek. Kenyataan ini menimbulkan pemahaman bahwa penyebaran covid-19 akan menjadi sangat cepat dan meluas. Akal kami kemudian memberikan cara agar mengambil ranting pohon Lamtoro untuk distek, namun dengan cara dibakar ujungnya dan ditanam terbalik. Kami mendapat pemahaman bahwa cara tersebut tentunya tidak akan menumbuhkan pohon Lamtoro apalagi berbunga dan diharapkan Allah Yang Maha Kuasa berkehendak untuk menghentikan pandemi Covid-19 ini. Penanaman stek pohon Lamtoro adalah penempatan harapan kepada Allah Yang Maha Kuasa atau doa berupa upaya bukan bahasa.

Ya Allah, kami beriman kepada Engkau dan menerima ujian fitnah ini demi kesempurnaan kehidupan umat manusia. Namun pendemi Covid-19 ini memang betul-betul memberatkan bagi sebagian besar umat kami dan hanya Engkau yang mampu menghentikannya. Hanya kepada Engkau kami berharap dan kami beriman kepada ketentuan Engkau bahwa pandemi Covid-19 berakhir.

Karena ini adalah ujian berupa fitnah, maka sebagai saksi dan hamba-Nya, wajib bagi kita untuk istiqamah bersabar dalam perjuangan, jangan kendor iman dan amal serta dirikanlah sholat.

 

Griya Mutiara Papahan, 12 Jul 2021



[1] Referensimakalah.com 8 September 2019

Persiapkan Dirimu Menghadapi Fitnah Akhir Zaman

Aku berlindung kepada Allah dari syaitan yang terkutuk. Dengan Asma Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji bagi Dzat yang...