Malaikat Harut & Marut Tidak Mengajarkan Sihir

Sihir berasal dari kata bahasa Arab “saharo/sihrun” yang berarti tipu daya. Jadi sihir dimaksudkan untuk menguasai orang lain dengan melakukan tipu daya. Sihir biasanya dihubungkan dengan suatu hal/perkara atau kejadian yang luar biasa dalam pandangan orang yang menyaksikannya. Namun tidak semua kejadian luar biasa berasal dari sihir, contohnya mukjizat para Nabi.

Apa yang membedakan sihir dengan mukjizat?

Sebagaimana sudah dijelaskan di atas, tujuan dari sihir adalah untuk menguasai orang lain. Tentunya penguasaan ini adalah untuk kepentingan sang penyihir atau orang yang memanfaatkan jasanya. Mukjizat adalah untuk membuktikan bahwa apa yang disampaikan oleh para Nabi adalah untuk mengajak manusia kepada jalan yang benar sesuai fitrah penciptaannya, yaitu menjadi hamba Allah. Bukan dikuasai untuk memuaskan kemauan para Nabi. Dengan menjadi hamba Allah, sejatinya mereka telah menyadari hakekat dirinya dan perannya.

Ingat! Merdeka artinya bisa berbuat apa saja. Namun perlu diingat, untuk bisa berbuat apa saja, orang membutuhkan kuasa. Padahal kuasa tidak mungkin bisa dikuasai. Diri manusia berasal dari yang dikuasai. Kesadaran diri bahwa dia adalah yang dikuasai inilah yang disebut kemerdekaan sejati.

Semenjak kapan sihir diterapkan dan siapakah yang mengajarkan sihir?

Al Qur’an dalam surat Al Baqarah 2 ayat 102 menjelaskan: Dan mereka mengikuti apa yang oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman, padahal Sulaiman tidak kafir, hanyalah syaitan-syaitan lah yang kafir. Mereka mengajarkan (yu’alimuna) sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua malaikat di negeri Babil, yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan kepada seorang pun sebelum mengatakan: “Sesungguhnya kami hanya ujian (fitnah), sebab itu janganlah kamu kafir.” Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu mereka dapat menceraikan antara seorang dengan istrinya. Dan mereka itu tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorang pun, kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang tidak memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barangsiapa yang menukarnya dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat, dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui.

Upaya memahami ayat ini memang tidak mudah, apalagi bagi saya yang bukan ahli bahasa Arab. Namun kalau secara pelan-pelan dibedah dan dengan permohonan pemahaman dari Allah, maka dari kalimat: “Mereka mengajarkan (yu’alimuna) sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua malaikat di negeri Babil, yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan kepada seorang pun sebelum mengatakan: “Sesungguhnya kami hanya ujian (fitnah), sebab itu janganlah kamu kafir.””, secara tegas dinyatakan bahwa mereka yang dimaksud adalah para syaitan dan diikuti oleh orang-orang fasik. Jadi sihir bukan diajarkan oleh malaikat Harut dan Marut. Namun ilmu dari Harut dan Marut telah diselewengkan untuk melakukan tipu daya agar orang lain bisa dikuasai.

Kalimat: “… tiadalah baginya keuntungan di akhirat.”, artinya mereka hanya mendapatkan keuntungan di dunia saja dan di akhirat tidak kebagian. Berarti mereka para pelaku sihir adalah manusia yang dimurkai, sohibnya Iblis.

Bilamana pengertian sihir diperluas, maka segala tipu daya untuk membuat orang mempercayai dia hingga taklid mengikutinya termasuk kategori pengamalan ilmu sihir. Dengan demikian ilmu sihir ternyata sudah semakin meluas bahkan telah dipraktekan orang banyak dengan sadar maupun tidak.

Betapa banyak orang-orang yang telah menggurukan dirinya agar diakui oleh orang lain. Betapa banyak orang-orang dengan keahliannya menarik perhatian orang lain agar bersedia menjadi pengikutnya. Bukankah hal-hal seperti ini bisa membuat para pengikut tersesat? Bukankah sesat artinya tidak mencapai tujuan dan bukankah ini target Iblis, yaitu membuat manusia tersesat bahkan dimurkai? 

Jadi adakah di zaman ini orang yang menjelaskan kepada orang lain hakekat dirinya, hakekat keberadaannya dan pengakuan akan adanya Allah Yang Maha Kuasa? Adakah orang yang menjelaskan kepada orang lain untuk menjadi merdeka, yaitu sadar diri dan bersedia menerima Allah Yang Maha Kuasa sebagai Ilahnya?

Bukan pengakuan, bukan harta yang dituju, tetapi berjuang agar semakin sadar diri, bersikap dan berbuat sesuai perannya serta berjuang supaya semakin banyak orang yang sadar akan dirinya kemudian menjalankan perannya.

Griya Mutiara Papahan, 14 Juli 2021


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Orang Jawa Menjelaskan Hakekat Manusia

Menyaksikan Keberadaan Rabbul 'alamin

Sugeng Kondur Bapak (Bapak Mas Supranoto)