QS Al Anbiya 21 ayat 11-15: Dan berapa banyaknya negeri yang zalim yang telah Kami binasakan dan Kami adakan sesudah itu kaum yang lain. Maka tatkala mereka merasakan azab Kami, tiba-tiba mereka melarikan diri dari negerinya. Janganlah kamu lari tergesa-gesa; Kembalilah kamu kepada nikmat yang telah kamu rasakan dan kepada tempat-tempat kediamanmu, supaya kamu ditanya. Mereka berkata, “Aduhai, celaka kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang zalim.” Maka tetaplah demikian keluhan mereka, sehingga Kami jadikan mereka sebagai tanaman yang telah dituai, yang tidak dapat hidup lagi.
QS
Az Zumar 39 ayat 53-54: Katakanlah,
“Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri,
janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni
dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. Dan kembalilah kamu Kepada Tuhan-mu dan berserah dirilah Kepada-Nya
sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong.”
Dengan terjadinya bencana, maka pasti
ada korban, ada yang meninggal atau hilang ada yang terluka dan mungkin ada
yang selamat. Bagi mereka yang meninggal atau hilang tentunya sudah tidak lagi punya
kesempatan untuk memperbaiki diri atau bahkan mengganggu orang lain. Meski
begitu, namun belum tentu mereka bisa dicap sebagai manusia durhaka. Karena
bisa jadi mereka yang meninggal adalah karena diselamatkan Allah dari hal-hal yang
lebih buruk di masa mendatang. Sedangkan bagi yang betul-betul pendurhaka,
selain sebagai azab adalah agar tidak membuat orang lain terganggu akan
kehadirannya.
Bagi korban yang selamat tentu
harus dijadikan peringatan agar kembali ke jalan-Nya (musibah) atau ujian keteguhan
dalam keimanan kepada Allah (fitnah) atau barangkali penilaian kesabaran agar
maqamnya meningkat (bala) Allah.
- Musibah berupa kemalangan akibat kesalahan manusia sendiri. QS Ar Ruum 30 ayat 36: Dan apabila Kami rasakan (adzaqnaa) sesuatu rahmat kepada manusia, niscaya mereka gembira dengan rahmat itu. Dan apabila mereka ditimpa suatu musibah (tushibhum) disebabkan kesalahan yang telah dikerjakan oleh tangan mereka sendiri, tiba-tiba mereka itu berputus asa.
- ujian berupa Fitnah untuk mengukur kesungguhan manusia dalam iman dan amal sholeh kepada Allah QS Az Zumar 39 ayat 49: Maka apabila manusia ditimpa bahaya (dhurrun) ia memohon Kami, kemudian apabila Kami berikan kepadanya nikmat dari Kami, ia berkata: "Sesungguhnya aku diberi nikmat itu hanyalah karena kepintaranku." Sebenarnya itu adalah ujian (fitnatun), tetapi kebanyakan mereka itu tidak mengetahui.
- penilaian berupa Bala sebagai syarat kenaikan maqam untuk lebih didekatkan kepada Allah. QS Muhammad 47 ayat 31: Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menilai (walanabluwanakum) kamu agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kamu dan agar Kami nilai (wanabluwaa) hal ihwalmu.
Kesemuanya ini adalah bentuk-bentuk
kecintaan Ilahi kepada hamba-Nya. Perbedaan dari ketiganya sejatinya bisa
diketahui dari suasana yang kita tangkap. Kalau itu berupa musibah, suasananya
adalah tidak enak. Bukankah kalau ada orang yang murka di sekitar kita, terasa
di hati suasana tidak enak? Kemurkaan ini diturunkan kepada pendurhaka, namun
orang-orang beriman menangkap suasana itu akan terasa tidak enak dalam hati. QS At Taghaabun 64 ayat 11: Tidak ada
suatu musibah (mushiybatin)
pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah; dan
barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya dia akan memberi petunjuk kepada
hatinya (qolbahu). Dan Allah
Maha Mengetahui segala sesuatu. Ini
adalah bentuk kecintaan Ilahi kepada hamba-Nya yang beriman dan beramal sholeh
dari kejahatan para pendurhaka. Kalau itu berupa fitnah atau bala, suasananya
adalah “jatuh cinta”. Bukankah ada pernyataan dari Allah: “Aku adalah
Perbendaharaan Tersembunyi, Aku CINTA dikenal. Aku ciptakan makhluk-Ku agar
mengenal Aku.”
Pakde, bukankah manusia itu tidak
bisa luput dari kesalahan dan Allah Maha Pemberi maaf lagi Maha Pengampun,
sehingga kedurhakaan seperti apa yang membuat Allah murka dan bencana alam
diturunkan?
Bukankah sejarah sudah mencatat
bahwa kedurhakaan yang menjadi sebab turunnya bencana alam adalah kemaksiatan? HR
At Tirmidzi mengisahkan bahwa kejadian bencana di suatu daerah diawali dengan
banyak bermunculan penyanyi dan pemain musik lalu ketika khamr dijadikan
minuman. Hadits ini menjelaskan bahwa awal dari kemaksiatan yang membawa kepada
musibah bencana alam adalah biduanita. Kalau kitab isa mengamati, barangkali
betul bahwa awalnya dari biduanita dan pemain musik yang kemudian diikuti
khamr. Selanjutnya adalah hilangnya kontrol masyarakat tersebut atas kegiatan
kehidupannya yang hanya mengikuti hawa nafsunya tanpa petunjuk.
Lha kok bisa, pakde. Bagaimana menjelaskan
hubungan antara kemaksiatan dengan bencana alam?
Nah ini, penjelasan apapun akan
ditolak, karena bencana alam hanyalah fenomena alam biasa dan tidak ada
hubungan dengan akhlak manusia. Pendekatan ilmu Pasti (A8) akan sulit.
Pendekatan ilmu Klenik (A10) akan banyak opini, namun terserah kepada
masing-masing orang. Barangkali pendekatan diantara keduanya, yaitu ilmu Karang
(A9) lebih cocok. Mari direnungkan ilmu karang ini, yaitu bukankah daratan di
muka bumi sejatinya berada di atas cairan lava yang sangat panas? Sehingga
terjadinya fenomena gempa bumi misalnya akibat bergesernya patahan daratan,
sehingga bertumbukan dengan patahan di dekatnya? Fenomena bergeraknya patahan
daratan bukankah bersifat lokal? Berarti ada hubungan dengan situasi dan
kondisi di lokasi tersebut, betulkah? Bukankah wilayah-wilayah yang pernah
terkena adzab ada hubungannya dengan kemaksiatan? Mungkinkah perut bumi di
wilayah tersebut semakin menggelegak akibat panasnya kemaksiatan dan panasnya
orang-orang kafir yang mati dan disiksa di alam kubur? Bukankah konon bahan
bakar neraka adalah manusia dan batu? Bukankah siksa itu dengan pembakaran api?
Bisa jadi jasad-jasad orang kafir yang mati menjadi bahan bakar perut bumi
sehingga membuatnya semakin panas. QS Al A’raaf 7 ayat 25: Allah berfirman,
“Di bumi itu kamu hidup dan di bumi itu kamu mati dan dari bumi itu kamu akan
dibangkitkan.” Dengan semakin panasnya perut bumi di lokasi tersebut, maka
potensi patahan daratan bergerak dan saling bertabrakan akan semakin besar.
Bukti semakin panasnya perut bumi adalah gunung-gunung berapi semakin aktif
mengeluarkan lavanya. Di saat bersamaan suhu di permukaan bumi semakin tinggi,
akan membuat penguapan semakin besar. Bumi banyak turun hujan, namun tanah
menjadi semakin kering dan tumbuhan semakin sulit tumbuh.
Lalu bagaimana dengan orang yang
beriman yang mati, apakah juga menjadi bahan bakar siksa kubur?
Kalau
orang beriman dan beramal sholeh menurut hadits jasadnya menjadi cahaya. Para
ahli mekanika kuantum mungkin bisa menjelaskan perihal hubungan antara cahaya
dengan api atau plasma atom. Sebagai cahaya, tentunya akan menerangi umatnya
dan tidak membakar.
Bilamana begitu, kalau manusia
tidak bertobat, maka bencana akan datang semakin berat?
Bisa dikatakan begitu atau Allah
berkehendak lain. Oleh karena itu, marilah kita bertobat dan kembali ke jalan
Allah.
Kenapa harus bertobat? Dimana letak
salahnya orang mencari kesenangan?
Makanya turun bencana, karena
manusia sudah tidak mau dinasehati dan semaunya sendiri.
Mutiara
Papahan, 10 Rabiul Awal 1444 H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar