Sang jabang bayi setelah disempurnakan
raganya, kemudian Allah menghembuskan ruh-Nya, hingga paru-parunya pun
berfungsi dan raganya pun bergerak. QS Shaad 38 ayat 72: Maka apabila telah
Ku-sempurnakan kejadiannya dan Ku-tiupkan kepadanya ruh-Ku, maka hendaklah
tersungkur dengan bersujud kepadanya. Lalu Allah mengeluarkan dari perut
ibunya dan menganugerahkan kesempurnaan daya dan kemampuan. QS An Nahl 16 ayat
78: Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatu pun dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan dan al fu’ad, agar kamu
bersyukur. Raga memiliki dua kemampuan selain daya raga, yaitu sensorik
(indra & somatik) dan motorik (gerak). Sensorik merupakan jendela untuk
menyaksikan alam dunia, sedangkan motorik adalah sarana untuk beraktifitas. Daya dan kemampuan adalah milik Allah Yang
Maha Kuasa yang dianugerahkan kepada makhluk-Nya yang dikehendaki. Baik
sensorik maupun motorik bersifat hanya saat ini, tidak untuk kemarin atau akan
datang.
Raga berasal dari tanah bumi, namun awalnya diwujudkan di
surga. Bumi berasal dari api, sehingga alam ini disebut sebagai alam api. Di
bumi ini engkau dibakar agar dirimu mencapai kematangan yang sempurna dan juga
kejelasan. Bukankah api memiliki sifat membakar dan menerangi? Dengan
diciptakannya engkau di surga, maka fitrahmu sejatinya adalah pengguni surga.
Namun kebanyakan kalian memilih mencintai alam api (dunia) dan kelak neraka.
Raga adalah wujud atau fitrah (bawaan) dirimu, sehingga wajah
dan wujud ragamu akan sesuai dan patuh mengikuti fitrahmu. Fitrahmu dibangun
dari sikapmu. Ragamu juga
membawa dorongan, semisal makan dan bereproduksi (syahwat). Namun jangan
sampai engkau terseret oleh emosi dan ambisimu, sehingga makan dan syahwatmu menjadi
tidak terkontrol.
Perhatikanlah saat orang mati, mereka tanggalkan raganya sementara
waktu dalam alam kubur. Dirinya akan memasuki alam tanpa api, berarti alam gelap
dan dingin. Ini menjadi pelajaran bagi yang hidup yang kelak akan menyusul. Di
alam gelap dan dingin mereka akan merasakan ketidak-mampuan, kehilangan yang
membuatnya menderita. Apalagi ketika menyaksikan dan ikut merasakan raganya
dihancurkan setahap demi setahap. Semuanya ini adalah peringatan akan adanya
Rabbul `alamin yang seharusnya diakui, bukan diabaikan. Bukankah saat engkau
tidak tahu dan tidak mampu, engkau kebingungan dan membutuhkan Sang Penolong?
Bagaimana pula dengan orang-orang yang melatih dirinya
mengelola raganya namun tetap tidak bisa mengetahui eksistensi Rabbul `alamin?
Ragamu adalah sarana Ilahi untuk menyempurnakan nikmat-Nya. Melalui
ragamu pula Dia menggembleng. Bukankah kesenangan dan kesakitan diderita oleh
ragamu. Akibat kesenangan yang diterima ragamu, engkau puas. Saat menerima
sakit, engkau menderita. Sehingga sejatinya ragamu itu suci dan tidak pernah
salah, dia selalu mengingatkanmu. Jangan dikira bahwa kamu bisa mengelola
dirimu sedemikian rupa sehingga saat ragamu didera sakit, engkau bisa
melepaskan diri dari penderitaan. Oleh karena itu dosa yang harus kamu
tanggung, akan ditanggung berdua antara dirimu dan ragamu. Ibarat orang lumpuh
namun bisa menyaksikan bekerja sama dengan orang buta namun bisa beraktifitas.
Bisakah raga menolak perintah dirinya? Bisa, misalnya saat sakit lumpuh.
Kecintaanmu akan kamu tumpahkan kepada dirimu dan ragamu
sebagai satu kesatuan. Namun kalau engkau memahami bahwa sejatinya adalah totalitas
dirimu adalah sama-sama yang dikuasai, maka cinta kepada Allah Yang Maha Kuasa (Mahabbatullah)
akan tumbuh. Bilamana dapat ridho, niscaya engkau bisa memasuki syaghaf.
Yaitu tempat terbitnya cinta Ilahi dan cinta kepada seluruh makhluk-Nya.
Dengan menjaganya jauh dari kesalahan, maka kamu telah
menjaga kesuciannya. Jadi ragamu adalah sejatinya adalah Baitul Muqaddas. Tumbuhkanlah
cinta Ilahi pada dirimu melalui ragamu, sehingga semua perbuatanmu kamu tujukan
hanya untuk Dia, Lillahi Ta’ala. Tanamkan cinta Ilahi kepada keseluruhan diri dan ragamu
melalui sujudmu kepada Allah Yang Maha Tinggi.
Papahan, 08 September 2023 / 23 Safar 1445 H