Wajah Allah



Dengan mengacu kepada temuan rumus A bapak Mas Supranoto, gambaran tentang kehidupan manusia disusun sebagaimana skema di atas. Yang Kuasa yang disimbolkan dengan , melalui pintu percaya menciptakan alam semesta beserta isinya, diantaranya adalah manusia. Dan individu manusia disebut dengan orang.

Ketika seseorang dilahirkan, umumnya merasa dikeluarkan dari alam. Padahal dia tetap berada dalam alam, hanya lupa menyadari. Dalam proses kehidupannya, orang menerima informasi dari alam melalui peristiwa (). Dan juga melakukan pengamatan terhadap peristiwa alam (). Dari hasil penerimaan informasi dan hasil pengamatan, orang akan mendapatkan pengetahuan berupa kepastian (A8), teori (A9) dan tidak pasti/kepercayaan (A10). Setiap peristiwa yang terjadi tentu karena izin dari Yang Kuasa dan tentunya setiap peristiwa atau pun wujud merupakan bentuk-bentuk kuasa. Dengan demikian bisa ditarik kesimpulan bahwa apa yang tersaji di hadapan kita adalah Wajah Yang Kuasa.

Wajah menurut KBBI bisa berarti roman muka, gambaran atau corak. Berarti wajah adalah sesuatu yang ditangkap pengamat yang merupakan roman muka atau gambaran atau corak dari obyek yang diamati. Selama ini persepsi orang menganggap bahwa Yang Kuasa adalah Gaib. Ini betul, karena Gaib harus dimaknai tidak bisa diketahui, bukan tidak bisa dimengerti. Yang Kuasa bisa dilihat dengan mendasarkan kepada asumsi dalam QS Al Hadid 57 ayat 3: Dialah Yang Awal dan Yang Akhir Yang Zhahir dan Yang Bathin; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.

Kata Az Zhahir berarti bisa dilihat, walaupun tidak secara total karena Dia meliputi segala sesuatu. Dengan kata lain semua wujud lahir ini adalah sebagian Wajah Yang Kuasa. Pendapat ini diperkuat pula oleh dalil QS Al Baqarah 2 ayat 115: Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas lagi Maha Mengetahui.

Kalau kenyataan ini bisa diterima dan dimengerti, maka kita tidak bisa sembarangan dalam berbuat dan berkarya. Karena apa-apa yang kita lihat adalah Wajah Yang Kuasa, termasuk diri kita sendiri. Itulah orang yang mengakui kebesaran dan memuliakan Yang Kuasa. Pastilah orang-orang yang mengakui kebesaran dan memuliakan Yang Kuasa selalu berusaha memberikan yang terbaik dalam menata dirinya, keluarganya, masyarakatnya, negaranya bahkan alam semesta ini. QS Ar Rahman 55 ayat 27: Dan tetap kekal Wajah Tuhan-mu yang mempunyai Kebesaran dan Kemuliaan (Dzuw Al Jalal wa Al Ikram).

Barangkali memang tidak semua orang mau dan mampu memahami akan hal ini. Karena pada kenyataannya, kebanyakan manusia hanyalah mengikuti perasaan atau kemauannya bahkan hingga kesetanan dalam mewujudkannya. Menuruti kemauan adalah watak hewani, sedangkan fitrah orang adalah manusia, makhluk yang berakal atau orang berakal. Manusia bukan hewan, artinya mau mempergunakan akalnya dan bukan menuruti kemauannya.

Perihal orang berakal juga dijelaskan dalam QS Ali Imran 3 ayat 190-191: Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.  

Jadi orang berakal adalah mereka yang mau menatap Wajah Yang Kuasa atau mau menerima kenyataan (QS Az Zumar 39 ayat 22: Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata). Yang dengan itu dia ingat (a’5) kepada keberadaan Yang Kuasa dan berupaya mengerti (a’6) maksud dari Yang Kuasa serta akalnya (a’7) menemukan jalan agar tidak salah cara yang berakibat penderitaan.

Orang berakal berarti juga orang yang tahu diri bahwa dia adalah pelaksana dari Yang Kuasa. Inilah orang-orang yang focus kepada tujuan (Qiblat) dan berusaha menegakkannya (Baitullah).

Bagaimana caranya agar kita bisa mencapai maqam ini?

Sadarilah bahwa orang bukan tumbuhan yang hidup mengikuti daya hidup/perasaan (a5), sampai-sampai kerasukan tanpa sadar. Orang bukan hewan yang hidup mengikuti kemauan (a6), sampai-samapai kesetanan. Orang bukan Iblis yang hidup mengikuti keakuannya, sampai-sampai menjadi enggan dan takabur. Orang adalah makhluk hidup yang menggunakan memori (a’5) yang dengan itu dia ingat kepada Yang Kuasa, pengertian (a’6) yang dengan itu dia mengerti akan dirinya dan perannya dan akal (a’7) yang dengan itu dia berkarya yang membawa kenikmatan (menunjukkan kebesaran dan kemualiaan Yang Kuasa) dan bukan cara yang salah atau cara yang dimurkai yang membawa kepada penderitaan.

Namun bagaimana kita bisa meyaqini bahwa Wajah Allah adalah Wajah yang kita rindukan? Yang dengan mengingat itu, kita selalu termotivasi untuk hadir menemui-Nya.

Perhatikanlah diri kita dan juga umumnya manusia, pasti suka akan keindahan, kecantikan, keagungan, kemuliaan dan tidak suka kepada kebalikannya. Semua itu adalah wajah-wajah yang kita ingin lihat, ingin kita nikmati. Kita ambil contoh Wajah Ar Rahman, Ar Rahman mewujud dalam diri hamba-Nya dalam wujud sesuatu yang diberikan dengan kasih dan diberikan kepada yang berhak saja dan tidak kepada setiap orang. Wujudnya pun indah dipandang mata, menyenangkan dan menimbulkan dorongan kuat untuk bisa menikmatinya.

Dan pada kenyataannya pula, keindahan, kecantikan, keagungan, kemuliaan itu bilamana dibukakan untuk kita setiap saat, maka kita kehilangan ketertarikan. Kita lebih tertarik kepada sesuatu yang belum kita miliki atau tidak bisa kita nikmati setiap saat. Bahkan ada suatu pameo bahwa ‘rumput tetangga lebih hijau’. Keadaan ini membuktikan bahwa ketersembunyian Wajah Allah adalah untuk menunjukkan Keagungan dan KemuliaanNya sangatlah menarik dan paling pantas untuk diperjuangkan dengan harta dan jiwa kita.

Kenapa pada awalnya tidak semua orang memiliki ketertarikan untuk melihat Wajah Allah?

Pada awalnya, kita tidak memiliki dorongan untuk melihat Wajah Ilahy, karena adanya nilai-nilai keluarga, masyarakat dan dari buku atau tulisan yang kita baca yang tertanam ke dalam benak kita. Kemudian bersamaan dengan berjalannya waktu dan semakin bertambahnya ilmu kita, maka dorongan tersebut akan berubah. Sehingga dari waktu ke waktu, dorongan diri ini akan menguat yang nantinya akan menjadi pendorong dalam penentuan cita-cita dan juga menjadi pembeda dalam penentuan kualitas individu manusia. Dengan semakin sempurna dorongan diri tersebut barulah muncul keinginan untuk melihat Wajah Ilahy. Ini akibat dari orang yang mau melakukan pengamatan terhadap alam, terhadap peristiwa dan tidak terjebak kepada kata orang, menurut buku.

Untuk bisa melihat Wajah Ilahy; Yang Tersembunyi; Yang Agung dan Mulia, kita perlu mendatanginya dan perlu cahaya penerang. Oleh karena itu kita harus berjuang untuk mendekat kepada-Nya dan memperoleh cahaya penerang, yaitu Cahaya Ilahy. QS Az Zumar 39: 22 menunjukkan bagaimana caranya, “Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata.” Sebagaimana ayat di atas, Cahaya Ilahy tidak bisa dicari melalui perjuangan mencari, tetapi hanya bisa dicari dengan bersikap (diyn) berserah diri kepada Allah (Islam), Tuhan semesta alam dan berharap bahwa Dia akan menganugerahkannya kepada kita.

QS Al Baqarah 2: 272, “Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk siapa yang dikehendaki-Nya. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, maka pahalanya itu untuk kamu sendiri. Dan janganlah kamu membelanjakan (infaq) sesuatu melainkan karena mencari Wajah Allah. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup, sedang kamu sedikitpun tidak akan dianiaya.”

QS Ar Ruum 30: 38–39, “Maka berikanlah kepada kerabat yang terdekat akan haknya, demikian (pula) kepada fakir miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan. Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang mencari Wajah Allah; dan mereka Itulah orang-orang beruntung. Dan sesuatu riba yang kamu berikan agar ia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai Wajah Allah, maka itulah orang-orang yang melipat gandakan.”

QS Ar Raad 13: 22, “Dan orang-orang yang sabar karena mencari Wajah Tuhan-nya, mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian rezki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang-orang itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik).”

QS Al Lail 92: 17-20, “Dan kelak akan dijauhkan orang yang paling takwa dari neraka itu, yang menafkahkan hartanya untuk mensucikan dirinya, padahal tidak ada seseorangpun memberikan suatu nikmat kepadanya yang harus dibalasnya, tetapi (dia memberikan itu semata-mata) karena mencari Wajah Tuhannya Yang Maha tinggi.”

QS Al Kahfi 18: 28, “Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru (kepada) Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap Wajah-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.”

Jakarta, 7 Sep 2018

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Orang Jawa Menjelaskan Hakekat Manusia

Menyaksikan Keberadaan Rabbul 'alamin

Sugeng Kondur Bapak (Bapak Mas Supranoto)