Jumat, 29 April 2016

Muslim (Islam Itu Universal)




Kami mengamati bahwa awal tumbuhnya kesadaran untuk menyembah Allah adalah melalui sikap penerimaan, yaitu sikap menerima Allah sebagai Ilah, Malik dan Rabb-nya hingga ke dalam dirinya, ke dalam jiwanya. Penerimaan ini bisa terjadi karena manusia tidak tahan dengan siksaan kehidupan. Mereka ini seperti budak yang tunduk karena takut dengan siksaan.
QS Al An’aam 6 ayat 42: Dan sesungguhnya Kami telah mengutus (rasul-rasul) kepada umat-umat yang sebelum kamu, kemudian Kami siksa mereka dengan (menimpakan) kesengsaraan dan kemelaratan, supaya mereka memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri.
Ketundukan semacam ini umumnya tidak berlangsung permanen. Ketika siksaan tersebut dicabut, maka manusia kembali lagi menjadi lalai bahkan lebih dari itu.
Ada pula ketundukan karena terima kasih. Mereka ini seperti pekerja yang tunduk ketika diberi upah. Ketundukan semacam ini juga relatif tidak permanen.
QS An Nahl 16 ayat 81: Dan Allah menjadikan bagimu tempat bernaung dari apa yang telah Dia ciptakan, dan Dia jadikan bagimu tempat-tempat tinggal di gunung-gunung dan Dia jadikan bagimu pakaian yang memeliharamu dari panas dan pakaian (baju besi) yang memelihara kamu dalam peperangan. Demikianlah Allah menyempurnakan nikmat-Nya atasmu agar kamu berserah diri (kepada-Nya).
Yang terbaik adalah mereka yang tunduk karena memahami bahwa hanya Allah lah Yang paling pantas untuk kita tunduki. Merekalah yang tunduk dengan penuh kehormatan kepada Allah. Inilah ketundukan yang sejati.
QS Al Baqarah 2 ayat 128: Ya Rabb kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) diantara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadat haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.
Ketiga model penerimaan ini bukan saja maqam, namun bisa jadi merupakan tahapan-tahapan dalam proses keislaman.
Allah ketika meminta kepada hamba-Nya untuk tunduk kepada-Nya tidak serta merta melakukan pemaksaan. Dia selalu memulai dengan himbauan.
QS Al Anbiya 21 ayat 108: Katakanlah, “Sesungguhnya yang diwahyukan kepadaku adalah bahwasanya Ilah-mu adalah Ilah Yang Esa, maka hendaklah kamu berserah diri (kepada-Nya).”
Melalui ayat ini, Allah masih menghimbau. Selanjutnya Allah secara tegas memerintahkan.
QS Al An’aam 6 ayat 163: Tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).
Hingga tumbuh kesadaran manusia untuk tunduk kepada Allah dengan senang hati.
QS Al Ahqaf 46 ayat 15: Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa, “Ya Rabb-ku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.”
Seperti itulah proses keislaman manusia, yaitu melalui tahapan-tahapan pendidikan jiwa menuju kepada kedewasan. Jauh berbeda ketika kami mempelajari ilmu Islam dan menjalankannya, yang terjadi adalah kepala panas dan mudah marah kepada mereka-mereka yang berbeda. Tetapi ketika kami dijelaskan oleh pak Haji Slamet Utomo agar bersikap tunduk kepada Allah dan membuka dada kita menerima Allah sebagai Ilah kita, sebagai Penguasa (Al Malik) kita, sebagai Rabb kita serta memohon kepada-Nya dan dengan amalan shalih, maka ketika Allah menganugerahkan Islam dan cahaya-Nya dada kita akan terasa dingin, sejuk.
QS Al An’aam 6 ayat 125: Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman.
Dengan demikian kita perlu menjalankan firman Allah dalam QS Az Zumar 39 ayat 22: Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya (dadanya) untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Rabb-nya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata. Di ayat ini yang dibuka Allah adalah dada kita. Berarti kita bicara pada tahapan fisik atau jasmani, yaitu aku atau diri atau jiwa yang masih bersinggasana dalam jasmaninya.
Supaya Allah berkehendak membuka dada kita untuk menganugerahi Islam dan cahaya-Nya tentunya kita harus bersikap mau menerima Allah, membuka dada dan meminta kepada Allah agar Dia berkehendak melapangkan dada kita melalui amal ibadah yang membuat Allah berkehendak.
QS Thaha 20 ayat 25: Berkata Musa, "Ya Rabb-ku, lapangkanlah untukku dadaku,”
Dengan selalu bersikap menerima Allah dan tunduk serta memohon agar dilapangkan dada kita serta dianugerahi cahaya, semestinya akan tumbuh sikap dan selalu bertingkah laku yang membawa keselamatan kepada lingkungan kita. Bukankah cahaya Allah itu juga akan menerangi lingkungan kita? Cahaya itu yang membuat kita dan orang lain mengerti dan bisa selamat tidak kesandung.
QS Al An’aam 6 ayat 71-72: Katakanlah, “Apakah kita akan menyeru selain daripada Allah, sesuatu yang tidak dapat mendatangkan kemanfaatan kepada kita dan tidak (pula) mendatangkan kemudharatan kepada kita dan (apakah) kita akan kembali ke belakang, sesudah Allah memberi petunjuk kepada kita, seperti orang yang telah disesatkan oleh syaitan di pesawangan yang menakutkan; dalam keadaan bingung, dia mempunyai kawan-kawan yang memanggilnya kepada jalan yang lurus (dengan mengatakan), “Marilah ikuti kami.” Katakanlah, “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah (yang sebenarnya) petunjuk; dan kita disuruh agar menyerahkan diri kepada Rabb semesta alam, dan agar mendirikan sembahyang serta bertakwa kepada-Nya.” Dan Dialah Rabb yang kepada-Nya lah kamu akan dihimpunkan.”
Bilamana sudah bisa seperti ini, maka jasmani yang selama ini kita pentingkan, secara perlahan tapi pasti akan semakin berkurang. Bukan berarti kita lalu mengabaikannya, namun jasmani ini sudah dalam kontrol jiwa kita seutuhnya. Dengan demikian akan muncul sikap tidak khawatir dengan penyakit, makanan dan lain-lain. Dalam hal makanan, kita bahkan berani untuk tidak akan mengharamkan apa-apa yang dihalalkan Allah. Bukankah kebanyakan orang takut makan sesuatu karena dihubungkan dengan sakit tertentu? Namun juga tidak berlebihan.
Kekhawatiran seolah dicabut dari dada kita oleh Allah. Demikian pula kesedihan. Kekhawatiran adalah suasana hati yang tidak enak yang muncul sebelum kejadian. Sedangkan bersedih hati atau berduka cita adalah suasana hati yang tidak enak setelah kejadian. Berarti dengan menyerahkan diri kepada Allah, maka kita tidak lagi memiliki kekhawatiran dan kekecewaan.
QS Al Baqarah 2 ayat 112: (Tidak demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Rabb-nya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
QS Az Zukhruf 43 ayat 68-69: Hai hamba-hamba-Ku, tiada kekhawatiran terhadapmu pada hari ini dan tidak pula kamu bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami dan adalah mereka dahulu orang-orang yang berserah diri.
Ayat ini merupakan jaminan keselamatan atas orang-orang yang ketika hidup di dunia menyerahkan dirinya kepada Allah.
Doa Nabi (saw), “Allaahummaj’al fii qalbii nuuran, wa fii lisaanii nuuran, waj’al fii sam’ii nuuran, waj’al fii basarii nuuran, waj’al min khalfii nuuran, wa min ammamii nuuran, waj’al min fauqii nuuran, wa min tahtii nuuran, allaahumma aatinii nuuran.
Artinya:
"Ya Allah, Anugerahilah aku cahaya, cahaya di dalam hatiku, cahaya di dalam kuburku, cahaya di pendengaran dan mataku, cahaya dalam daging dan cahaya dalam darahku dan cahaya dalam tulangku, dan cahaya dalam urat nadiku, cahaya di depanku, cahaya di belakangku, cahaya di kiri dan kananku, di atas dan bawahku. Ya Allah yang meningkatkan cahayaku berikan aku terang dan anugerahilah aku cahaya. Aamiin. 
QS Al Baqarah 2 ayat 256-257: Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.

Senin, 18 April 2016

Perjalanan Berserah Diri (Islam Itu Universal)



Tujuan dari proses pengembalian kepada Allah sebenarnya adalah fitrah dari penciptaan tersebut, bukan berarti penyatuan wujud atau penghilangan diri. Tetapi menjadi hamba dan saksi atas Allah itu sendiri.
Proses kembali kepada Allah bukan proses “outbond” atau pelepasan, tetapi proses penyerahan diri. Bukan sang ruhani dikembalikan dengan meninggalkan jasmani, tetapi sang jasmani diserahkan kepada Allah dan seterusnya hingga bersatu dengan ruhaninya. Selanjutnya totalitas diri kembali kepada Allah. Inilah makna dari “fii silmi kaaffah”.
QS Al Baqarah 2 ayat 208: Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.
Kalau melakukan proses pelepasan, maka setiap komponen dan alat-alat manusia yang ditinggalkan akan selalu mengganggu, karena iri tidak diajak kembali ke Allah.
Sayyidina Ali (kw) menyampaikan bahwa qalb mempunyai lima nama:
Pertama, disebut shadr, karena ia merupakan tempat terbitnya cahaya Islam (nuuru-l-islaam). Hal ini sebagaimana firman Allah Subhanahu wa ta’ala, Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah dadanya untuk (menerima) Islam lalu ia mendapat cahaya dari Rabb-nya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya (quluwbuhum) untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata.” (QS Az Zumar 39 ayat 22).
Kedua, disebut qalb, karena ia merupakan tempat terbitnya keimanan. Hal ini sebagaimana firman-Nya, “Mereka itulah yang menanam iman dalam qalbunya dan dikuatkan dengan ruh dariNya.” (QS Al Mujaadilah 58 ayat 22).
Ketiga disebut fuaad karena ia merupakan tempat terbitnya ma’rifah. Hal ini sebagaimana Firman Allah Subhanahu wa ta’ala, Fu’aad tidak pernah mendustai apa-apa yang dilihatnya.” (QS An Najm 53 ayat 11).
Keempat, disebut syagf, karena itu merupakan tempat terbitnya rasa cinta. Hal ini sebagaimana firman-Nya,Sungguh ia (Zulaikha) telah dikuasai oleh rasa cinta yang membara . (QS Yusuf 12 ayat 30).
Kelima disebut lubb, karena ia merupakan tempat terbitnya tauhid. Hal ini sebagaimana firman-Nya, “Sesungguhnya di dalam penciptaan langit dan bumi dan pergantian malam dan siang adalah ayat-ayat bagi ulil albaab (sang pemilik lubb), (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Rabb kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS Ali Imran 3 ayat 190-191).
Dalam riwayat yang lain disampaikan, “Banaytu fi jawfi bni Adama qashran, wa fi al qashri shadran, wa fi al shadri qalban, wa fi al qalbi fu’adan, wa fi al fu’adi syaghafan, wa fi syaghafan lubban, wa fi al lubbi sirran, wa fi al sirri ana.” Yang artinya Aku bangun dalam tubuh Bani Adam itu istana (qashr) dan dalam qashr ada dada (shadr), dalam dada ada qalbu, dalam qalbu ada fu’ad, dalam fu’ad ada syaghaf (rasa cinta yang dalam), dalam syaghaf ada lubb (lubuk hati), dalam lubb ada sirr (rahasia – sesuatu sebelum kehendak muncul), dalam sirr ada Aku.
Dengan demikian proses pengembalian diri ke Allah, secara teori melalui tujuh tahapan tersebut. Sebagaimana halnya sholat yang merupakan mi’rajnya orang beriman, juga terdiri atas tujuh gerakan. Seolah menggambarkan proses pengembalian diri tersebut kepada Allah, yaitu Islam-Mukmin-Ahli Ma’rifat-Mahabbah-Tauhid-Sirrullah-Inna Lillahi wa inna ilaihi raji’un.

Senin, 04 April 2016

Makna Ilah (Islam Itu Universal)



Kami perhatikan benar nasehat Muhammad ‘Imaduddin ‘Abdulrahim bahwa “ilah ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh manusia sedemikian rupa, sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai (didominir) olehnya (sesuatu itu).
QS Al Jaatsiyah 45 ayat 23: Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya (ilahahu) dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?
QS Al Furqan 25 ayat 43: Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya (ilahahu). Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya?
QS Al Qashash 28 ayat 38: Dan berkata Fir'aun, Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan (ilahin) bagimu selain aku. Maka bakarlah hai Haman untukku tanah liat kemudian buatkanlah untukku bangunan yang tinggi supaya aku dapat naik melihat Tuhan (Ilahi) Musa, dan sesungguhnya aku benar-benar yakin bahwa dia termasuk orang-orang pendusta.”
Berdasarkan realitas yang ada dan dalil-dalil Al Qur’an di bawah, yang dijadikan Ilah oleh manusia selain Allah adalah dirinya sendiri. Dengan demikian berarti kebanyakan manusia adalah menyembah dirinya sendiri dan mereka tidak menyadari. Bahkan kita menjadikan Allah sebagai pengabul hawa nafsu kita. Oleh karena itu pantaslah kalau Allah mengecap orang-orang yang memecah belah umat menjadi beberapa golongan sebagai orang musyrik, karena mengilahkan dirinya atau kelompoknya.
QS Ar Ruum 30 ayat 30-32: Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui, dengan kembali bertaubat kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta dirikanlah shalat dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, yaitu orang-orang yang memecah-belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.
Selain dirinya sendiri, manusia juga mementingkan berhala-berhala agar mereka mendapatkan pertolongan. Inilah manusia-manusia lemah, malas dan inferior.
QS Yaasiin 36 ayat 74: Mereka mengambil sembahan-sembahan (alihatan) selain Allah, agar mereka mendapat pertolongan.
QS Nuh 71 ayat 23: Dan mereka berkata: Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu (alihatakum) dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwaa', yaghuts, ya'uq dan nasr.
Semestinya yang pantas dipentingkan ya hanya Allah, bukan dirinya atau berhalanya. Oleh karena itu Qur’an benar, Nabi (saw) benar, pak Haji Slamet Utomo benar bahwa kita harus memfanakan diri dan Allah lah yang dipentingkan, diibadahi.
QS Al Baqarah 2 ayat 163: Dan Tuhanmu (Ilahukum) adalah Tuhan (Ilahun) Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan (Ilaha) melainkan Dia. Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Bilamana sudah memahami makna Sang Rabb, Al Malik dan Al Ilah di atas, sudah semestinya kita memfanakan diri agar bisa menjadi hamba yang diridhai-Nya.
QS Al Baqarah 2 ayat 21: Hai manusia, sembahlah (‘budu) Rabb-mu Yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa.
QS Al Mu’min 40 ayat 60: Dan Rabb-mu berfirman: "Berdoalah kepadaKu, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya or­ang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku (‘ibadatiy) akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina".
QS Yaasiin 36 ayat 60: Bukanlah Aku telah memerintahkan kepadamu hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah (la ta’budu) syaitan? Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagi kamu.
QS Al Kaafiruun 109 ayat 1-6: Katakanlah: "Hai orang-orang kafir! Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmulah agamamu, dan untukkulah, agamaku".
QS Yusuf 12 ayat 40: Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya (menyembah) nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun tentang nama-nama itu. Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.
Bukan malahan sebaliknya, karena selain akan dihinakan juga siksa Allah jauh lebih pedih dari kesakitan di dunia ini. Padahal para Nabi dan Rasul sudah mengingatkan.
QS An Nahl 16 ayat 36: Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Taghut itu", maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).
Namun banyak juga yang tetap nekad melakukan kemusyrikan walau sudah diberi tahu bahwa kemusyrikan adalah dosa yang tak terampuni.
Hadits. Dari Ibnu Mas'ud , dia berkata,"Saya bertanya,"Wahai Rasulullah, dosa apakah yang paling besar di sisi Allah ? Nabi bersabda," kamu menjadikan sekutu bagi Allah, padahal Dialah yang telah menciptakanMu". (HR. Bukhari dan Muslim). Mu'adz mengatakan, "Tahukah kamu apa yang menjadi hak Allah sebagai kewajiban atas hamba-Nya ? yaitu, hendaklah mereka menyembah-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan apapun".
Meski mereka tahu bahwa berhala-berhala itu tidak bisa berbuat apa-apa, namun mereka menekadkan dirinya dan tekun menyembah berhala-berhala tersebut.
QS Al Anbiya 21 ayat 58-59: Maka Ibrahim membuat berhala-berhala itu hancur berpotong-potong, kecuali yang terbesar (induk) dari patung-patung yang lain; agar mereka kembali (untuk bertanya) kepadanya. Mereka berkata: Siapakah yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami, sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang zalim?
QS Asy Syu’araa’ 26 ayat 71: Mereka menjawab, Kami menyembah (na’budu) berhala-berhala dan kami senantiasa tekun menyembahnya.”

Persiapkan Dirimu Menghadapi Fitnah Akhir Zaman

Aku berlindung kepada Allah dari syaitan yang terkutuk. Dengan Asma Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji bagi Dzat yang...