Tujuan dari proses pengembalian kepada Allah sebenarnya adalah fitrah dari
penciptaan tersebut, bukan berarti penyatuan wujud atau penghilangan diri.
Tetapi menjadi hamba dan saksi atas Allah itu sendiri.
Proses kembali kepada Allah bukan proses “outbond”
atau pelepasan, tetapi proses penyerahan diri. Bukan sang ruhani dikembalikan
dengan meninggalkan jasmani, tetapi sang jasmani diserahkan kepada Allah dan
seterusnya hingga bersatu dengan ruhaninya. Selanjutnya totalitas diri kembali
kepada Allah. Inilah makna dari “fii
silmi kaaffah”.
QS Al Baqarah 2 ayat 208: Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu
ke dalam Islam keseluruhan dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan.
Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.
Kalau melakukan proses pelepasan, maka setiap komponen
dan alat-alat manusia yang ditinggalkan akan selalu mengganggu, karena iri
tidak diajak kembali ke Allah.
Sayyidina Ali (kw) menyampaikan bahwa qalb mempunyai lima nama:
Pertama, disebut shadr, karena ia merupakan tempat
terbitnya cahaya Islam (nuuru-l-islaam). Hal ini sebagaimana firman Allah
Subhanahu wa ta’ala, “Maka apakah orang-orang
yang dibukakan Allah dadanya untuk (menerima) Islam lalu ia mendapat cahaya
dari Rabb-nya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang
besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya (quluwbuhum) untuk mengingat
Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata.” (QS Az Zumar 39 ayat 22).
Kedua, disebut qalb, karena ia merupakan tempat terbitnya
keimanan. Hal ini sebagaimana firman-Nya, “… Mereka itulah yang menanam
iman dalam qalbunya dan dikuatkan dengan ruh dariNya.” (QS Al Mujaadilah 58 ayat 22).
Ketiga disebut fuaad karena ia merupakan tempat terbitnya
ma’rifah. Hal ini sebagaimana Firman Allah Subhanahu wa ta’ala, “Fu’aad tidak pernah
mendustai apa-apa yang dilihatnya.” (QS An Najm 53
ayat 11).
Keempat, disebut syagf, karena itu merupakan tempat terbitnya
rasa cinta. Hal ini sebagaimana firman-Nya, “Sungguh ia (Zulaikha) telah
dikuasai oleh rasa cinta yang membara … .” (QS Yusuf 12
ayat 30).
Kelima disebut lubb, karena ia merupakan tempat terbitnya
tauhid. Hal ini sebagaimana firman-Nya, “Sesungguhnya di dalam penciptaan
langit dan bumi dan pergantian malam dan siang adalah ayat-ayat bagi ulil
albaab (sang pemilik lubb), (yaitu) orang-orang yang mengingat
Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka
memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Rabb kami,
tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka
peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS
Ali Imran 3 ayat 190-191).
Dalam riwayat yang lain disampaikan, “Banaytu
fi jawfi bni Adama qashran, wa fi al qashri shadran, wa fi al shadri qalban, wa
fi al qalbi fu’adan, wa fi al fu’adi syaghafan, wa fi syaghafan lubban, wa fi
al lubbi sirran, wa fi al sirri ana.” Yang artinya Aku bangun dalam tubuh
Bani Adam itu istana (qashr) dan dalam qashr ada dada (shadr), dalam dada ada
qalbu, dalam qalbu ada fu’ad, dalam fu’ad ada syaghaf (rasa cinta yang dalam),
dalam syaghaf ada lubb (lubuk hati), dalam lubb ada sirr (rahasia – sesuatu
sebelum kehendak muncul), dalam sirr ada Aku.
Dengan demikian proses pengembalian diri ke Allah, secara teori melalui
tujuh tahapan tersebut. Sebagaimana halnya sholat yang merupakan mi’rajnya
orang beriman, juga terdiri atas tujuh gerakan. Seolah menggambarkan proses
pengembalian diri tersebut kepada Allah, yaitu Islam-Mukmin-Ahli
Ma’rifat-Mahabbah-Tauhid-Sirrullah-Inna Lillahi wa inna ilaihi raji’un.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar