Muslim (Islam Itu Universal)




Kami mengamati bahwa awal tumbuhnya kesadaran untuk menyembah Allah adalah melalui sikap penerimaan, yaitu sikap menerima Allah sebagai Ilah, Malik dan Rabb-nya hingga ke dalam dirinya, ke dalam jiwanya. Penerimaan ini bisa terjadi karena manusia tidak tahan dengan siksaan kehidupan. Mereka ini seperti budak yang tunduk karena takut dengan siksaan.
QS Al An’aam 6 ayat 42: Dan sesungguhnya Kami telah mengutus (rasul-rasul) kepada umat-umat yang sebelum kamu, kemudian Kami siksa mereka dengan (menimpakan) kesengsaraan dan kemelaratan, supaya mereka memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri.
Ketundukan semacam ini umumnya tidak berlangsung permanen. Ketika siksaan tersebut dicabut, maka manusia kembali lagi menjadi lalai bahkan lebih dari itu.
Ada pula ketundukan karena terima kasih. Mereka ini seperti pekerja yang tunduk ketika diberi upah. Ketundukan semacam ini juga relatif tidak permanen.
QS An Nahl 16 ayat 81: Dan Allah menjadikan bagimu tempat bernaung dari apa yang telah Dia ciptakan, dan Dia jadikan bagimu tempat-tempat tinggal di gunung-gunung dan Dia jadikan bagimu pakaian yang memeliharamu dari panas dan pakaian (baju besi) yang memelihara kamu dalam peperangan. Demikianlah Allah menyempurnakan nikmat-Nya atasmu agar kamu berserah diri (kepada-Nya).
Yang terbaik adalah mereka yang tunduk karena memahami bahwa hanya Allah lah Yang paling pantas untuk kita tunduki. Merekalah yang tunduk dengan penuh kehormatan kepada Allah. Inilah ketundukan yang sejati.
QS Al Baqarah 2 ayat 128: Ya Rabb kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) diantara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadat haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.
Ketiga model penerimaan ini bukan saja maqam, namun bisa jadi merupakan tahapan-tahapan dalam proses keislaman.
Allah ketika meminta kepada hamba-Nya untuk tunduk kepada-Nya tidak serta merta melakukan pemaksaan. Dia selalu memulai dengan himbauan.
QS Al Anbiya 21 ayat 108: Katakanlah, “Sesungguhnya yang diwahyukan kepadaku adalah bahwasanya Ilah-mu adalah Ilah Yang Esa, maka hendaklah kamu berserah diri (kepada-Nya).”
Melalui ayat ini, Allah masih menghimbau. Selanjutnya Allah secara tegas memerintahkan.
QS Al An’aam 6 ayat 163: Tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).
Hingga tumbuh kesadaran manusia untuk tunduk kepada Allah dengan senang hati.
QS Al Ahqaf 46 ayat 15: Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa, “Ya Rabb-ku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.”
Seperti itulah proses keislaman manusia, yaitu melalui tahapan-tahapan pendidikan jiwa menuju kepada kedewasan. Jauh berbeda ketika kami mempelajari ilmu Islam dan menjalankannya, yang terjadi adalah kepala panas dan mudah marah kepada mereka-mereka yang berbeda. Tetapi ketika kami dijelaskan oleh pak Haji Slamet Utomo agar bersikap tunduk kepada Allah dan membuka dada kita menerima Allah sebagai Ilah kita, sebagai Penguasa (Al Malik) kita, sebagai Rabb kita serta memohon kepada-Nya dan dengan amalan shalih, maka ketika Allah menganugerahkan Islam dan cahaya-Nya dada kita akan terasa dingin, sejuk.
QS Al An’aam 6 ayat 125: Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman.
Dengan demikian kita perlu menjalankan firman Allah dalam QS Az Zumar 39 ayat 22: Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya (dadanya) untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Rabb-nya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata. Di ayat ini yang dibuka Allah adalah dada kita. Berarti kita bicara pada tahapan fisik atau jasmani, yaitu aku atau diri atau jiwa yang masih bersinggasana dalam jasmaninya.
Supaya Allah berkehendak membuka dada kita untuk menganugerahi Islam dan cahaya-Nya tentunya kita harus bersikap mau menerima Allah, membuka dada dan meminta kepada Allah agar Dia berkehendak melapangkan dada kita melalui amal ibadah yang membuat Allah berkehendak.
QS Thaha 20 ayat 25: Berkata Musa, "Ya Rabb-ku, lapangkanlah untukku dadaku,”
Dengan selalu bersikap menerima Allah dan tunduk serta memohon agar dilapangkan dada kita serta dianugerahi cahaya, semestinya akan tumbuh sikap dan selalu bertingkah laku yang membawa keselamatan kepada lingkungan kita. Bukankah cahaya Allah itu juga akan menerangi lingkungan kita? Cahaya itu yang membuat kita dan orang lain mengerti dan bisa selamat tidak kesandung.
QS Al An’aam 6 ayat 71-72: Katakanlah, “Apakah kita akan menyeru selain daripada Allah, sesuatu yang tidak dapat mendatangkan kemanfaatan kepada kita dan tidak (pula) mendatangkan kemudharatan kepada kita dan (apakah) kita akan kembali ke belakang, sesudah Allah memberi petunjuk kepada kita, seperti orang yang telah disesatkan oleh syaitan di pesawangan yang menakutkan; dalam keadaan bingung, dia mempunyai kawan-kawan yang memanggilnya kepada jalan yang lurus (dengan mengatakan), “Marilah ikuti kami.” Katakanlah, “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah (yang sebenarnya) petunjuk; dan kita disuruh agar menyerahkan diri kepada Rabb semesta alam, dan agar mendirikan sembahyang serta bertakwa kepada-Nya.” Dan Dialah Rabb yang kepada-Nya lah kamu akan dihimpunkan.”
Bilamana sudah bisa seperti ini, maka jasmani yang selama ini kita pentingkan, secara perlahan tapi pasti akan semakin berkurang. Bukan berarti kita lalu mengabaikannya, namun jasmani ini sudah dalam kontrol jiwa kita seutuhnya. Dengan demikian akan muncul sikap tidak khawatir dengan penyakit, makanan dan lain-lain. Dalam hal makanan, kita bahkan berani untuk tidak akan mengharamkan apa-apa yang dihalalkan Allah. Bukankah kebanyakan orang takut makan sesuatu karena dihubungkan dengan sakit tertentu? Namun juga tidak berlebihan.
Kekhawatiran seolah dicabut dari dada kita oleh Allah. Demikian pula kesedihan. Kekhawatiran adalah suasana hati yang tidak enak yang muncul sebelum kejadian. Sedangkan bersedih hati atau berduka cita adalah suasana hati yang tidak enak setelah kejadian. Berarti dengan menyerahkan diri kepada Allah, maka kita tidak lagi memiliki kekhawatiran dan kekecewaan.
QS Al Baqarah 2 ayat 112: (Tidak demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Rabb-nya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
QS Az Zukhruf 43 ayat 68-69: Hai hamba-hamba-Ku, tiada kekhawatiran terhadapmu pada hari ini dan tidak pula kamu bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami dan adalah mereka dahulu orang-orang yang berserah diri.
Ayat ini merupakan jaminan keselamatan atas orang-orang yang ketika hidup di dunia menyerahkan dirinya kepada Allah.
Doa Nabi (saw), “Allaahummaj’al fii qalbii nuuran, wa fii lisaanii nuuran, waj’al fii sam’ii nuuran, waj’al fii basarii nuuran, waj’al min khalfii nuuran, wa min ammamii nuuran, waj’al min fauqii nuuran, wa min tahtii nuuran, allaahumma aatinii nuuran.
Artinya:
"Ya Allah, Anugerahilah aku cahaya, cahaya di dalam hatiku, cahaya di dalam kuburku, cahaya di pendengaran dan mataku, cahaya dalam daging dan cahaya dalam darahku dan cahaya dalam tulangku, dan cahaya dalam urat nadiku, cahaya di depanku, cahaya di belakangku, cahaya di kiri dan kananku, di atas dan bawahku. Ya Allah yang meningkatkan cahayaku berikan aku terang dan anugerahilah aku cahaya. Aamiin. 
QS Al Baqarah 2 ayat 256-257: Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Orang Jawa Menjelaskan Hakekat Manusia

Menyaksikan Keberadaan Rabbul 'alamin

Sugeng Kondur Bapak (Bapak Mas Supranoto)