Orang tua kami selalu mengingatkan untuk beriman dan yaqin
kepada Allah dan kami terbiasa berbicara dengan Allah terutama kalau mau minta
tolong. Juga pengalaman masa kecil kami juga semakin menguatkan keimanan
tersebut, dimana kami memohon agar jangan dibiarkan bergantung kepada selain
Allah. Permohonan ini terjadi di saat kami masih kelas satu SD sehabis ditabrak
becak akibat menyeberang jalan tanpa memperhatikan lalu lintas. Dengan tubuh
sakit dan berdarah kami pulang serta berharap ada yang menolong.
Namun
ternyata tidak ada yang menolong kami semenjak ibu kami wafat setahun
sebelumnya.
Keimanan kami pun semakin kuat semenjak bertemu dan belajar
bersama bapak H. Slamet Utomo dari Banyuwangi. Yang selalu saya jadikan
pegangan hingga saat ini adalah beliau lah satu-satunya orang di zaman ini yang
konsisten mengajak ke Allah dan bukan kepada dirinya atau kelompoknya. Karena beliau mengingatkan kami untuk menanamkan
percaya Allah ke dalam jiwa kami (qalbu) dan mengakui bahwa ruh kami adalah ruh
Allah.
QS
Al Mujaadillah 58 ayat 22: Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun
keluarga mereka. Meraka itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati
(qulubihim) mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan (Ruh) yang datang
daripada-Nya. Dan dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya
sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka dan
merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan
Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang
beruntung.
Yaa Allah, kami
beriman kepada Engkau. Perkuatlah diri dan iman kami dengan min ruhi yang telah
Engkau hembuskan ke dalam diri kami.
Orang beriman meneguhkan keimanan hingga ke dalam
qalbunya. Dan ini bukan klaim pribadi, tetapi penilaian Allah sendiri.
QS
Al Hujuurat 49 ayat 14: Orang-orang Arab Badui itu berkata, “Kami telah beriman.” Katakanlah, “Kamu belum beriman, tapi katakanlah “kami
telah tunduk”, karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu (quluwbikum); dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak
akan mengurangi sedikitpun pahala amalanmu; sesungguhnya Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang.”
Qalbu adalah keberadaan gaib dalam diri manusia, yang
dengan itu manusia memiliki kesadaran untuk memilih jalan yang dengannya dia
bertanggung jawab.
QS Al Ahzab 33 ayat 5: Panggilah mereka (anak-anak angkat itu)
dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; itulah yang lebih adil pada sisi
Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggilah
mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. Dan tidak ada dosa
atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa
yang disengaja oleh hatimu (quluwbukum). Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang.
Dengan menerapkan percaya Allah, yaqin kepada Allah
ternyata menghasilkan suatu daya guna yang luar biasa. Misalnya suatu ketika
kami terjebak dalam kemacetan dalam perjalanan. Mendadak terbersit suatu
keyakinan bahwa jalan diciptakan untuk memperlancar transportasi. Jadi
semestinya tidak membuat kemacetan. Akhirnya kami teguhkan ke dalam hati kami,
tidak ada kemacetan. Seakan kami sedang membentak “saya percaya Allah bahwa
tidak ada kemacetan”. Dan alhamdulillah entah darimana asal-usulnya, mendadak
semua mobil bergerak dengan kecepatan tinggi dan jalanan menjadi lancar. Terima
kasih ya Allah.
Daya guna tadi menjadi melemah ketika percaya itu hanya
diletakkan di mulut atau di pikiran saja. Daya guna akan semakin kuat dan
memudahkan terwujudnya cita-cita atau tugas ketika itu diyakinkan hingga ke
dalam jiwa. Bahkan kalau bisa lebih dari itu, yaitu dengan keyakinan kuat bahwa
itu adalah kehendak Allah Sang Penentu.
QS
Al Hajj 22 ayat 54: dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu, meyakini bahwasanya Al Quran itulah
yang hak dari Rabb-mu lalu mereka beriman dan tunduk hati mereka (quluwbuhum) kepadanya dan sesungguhnya Allah adalah
Pemberi Petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus.
Sebaliknya, mereka-mereka yang tidak mau menundukkan
qalbunya kepada Allah akan dibuat keras hati.
QS
Al Hadiid
57 ayat 16: Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati
(qulubuhum) mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun
(kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al
Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati
mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.
Bahkan membatasi hatinya QS
Al Anfaal 8 ayat 24: Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan
Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada
kamu, ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya (qalbihi) dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu
akan dikumpulkan.
QS
Al Maidah 5 ayat 41: Hari Rasul,
janganlah hendaknya kamu disedihkan oleh orang-orang yang bersegera
(memperlihatkan) kekafirannya, yaitu diantara orang-orang yang mengatakan
dengan mulut mereka, “Kami telah beriman.” Padahal hati (qulubuhum) mereka
belum beriman dan (juga) di antara orang-orang Yahudi. Amat suka mendengar
(berita-berita) bohong dan amat suka mendengar perkataan-perkataan orang lain yang belum pernah datang kepadamu; mereka merobah
perkataan-perkataan (Taurat) dari tempat-tempatnya. Mereka mengatakan: “Jika diberikan
ini (yang sudah di robah-robah oleh mereka) kepada kamu, maka terimalah, dan
jika kamu diberi yang bukan ini maka hati-hatilah”. Barangsiapa yang Allah
menghendaki kesesatannya, maka sekali-kali kamu tidak akan mampu menolak
sesuatupun (yang datang) daripada Allah. Mereka itu adalah orang-orang yang Allah tidak hendak mensucikan hati mereka (quluwbahum). Mereka beroleh kehinaan di dunia dan di akhirat mereka
beroleh siksaan yang besar.
QS
Muhammad 47 ayat 20: Dan orang-orang yang beriman
berkata, “Mengapa tiada diturunkan suatu surat?” Maka apabila
diturunkan suatu surat yang jelas maksudnya dan disebutkan di dalamnya
(perintah) perang, kamu lihat orang-orang yang ada penyakit di dalam hatinya
(qulubihim) memandang kepadamu seperti pandangan orang yang pingsan karena takut mati, dan kecelakaanlah bagi
mereka.
QS
Ar Ra’d 13 ayat 27-28:
Orang-orang kafir berkata,
“Mengapa tidak diturunkan kepadanya (Muhammad) tanda (mukjizat) dari Rabb-nya?”
Katakanlah, “Sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki dan
menunjuki orang-orang yang bertaubat kepada-Nya, (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati (qalbu) mereka manjadi tenteram dengan mengingat
Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi
tenteram.”
Iman ini tentunya juga memberikan dampak kepada
mereka-mereka yang telah menanam ke dalam qalbunya. Paling tidak selalu
menimbulkan suasana aman bagi sekitarnya, bisa dipegang janjinya dan lain-lain.
Hingga QS Al Anfaal 8 ayat
2: Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama
Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan
ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya) dan hanya kepada Rabb lah
mereka bertawakkal.
QS
An Nahl 16 ayat 102: Katakanlah, Ruhul
Qudus (Jibril) menurunkan Al Quran itu dari Rabb-mu dengan benar, untuk meneguhkan
orang-orang yang telah beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi
orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).
Proses untuk menuju kepada keyakinan yang mantap perlu tahapan-tahapan.
Tahapan-tahapan ini dijelaskan dalam ayat berikut:
QS At Takatsur 102 ayat 1-8, “Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai
kamu masuk ke dalam kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui, dan
janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui. Janganlah begitu, jika kamu
mengetahui dengan pengetahuan yang yakin, niscaya kamu benar-benar akan melihat
neraka Jahiim, dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan 'ainul
yaqin. Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang
kamu megah-megahkan di dunia itu).”
Inilah yang dalam filsafat Jawa dikenal
dengan ilmu klenik – karang – katon. Cita-cita, angan-angan atau tugas adalah bersifat klenik, karena belum ada
ilmunya apalagi wujudnya. Sebelum terwujud, cita-cita tersebut harus dikonsep,
dirancang, direkayasa sehingga terwujud ilmunya atau gambarannya. Inilah yang
dimaksud dengan ilmu karang. Setelah perencanaan matang, maka perlu tekad dan
upaya lebih agar cita-cita yang dimaksud terwujud hingga bisa diinderai dengan
panca indra. Hanya jangan sampai kita terhenti di
sini dan lupa bersyukur.
QS Al Mu’min 40 ayat 61: Allah-lah yang menjadikan malam untuk kamu supaya kamu beristirahat
padanya; dan menjadikan siang terang benderang. Sesungguhnya Allah benar-benar
mempunyal karunia yang dilimpahkan atas manusia, akan tetapi kebanyakan manusia
tidak bersyukur.
Pendekatan
atas pemahaman ini bisa juga dilakukan dari ide / cita cita/ tugas è ilmu è iradat / kehendak è kodrat / kuasa è wujud (lihat gambar 1). Alur inilah
yang merupakan sarana munculnya suatu perwujudan.
Kami amati, bilamana kita berhasil menjadi insan kamil namun kita kemudian
menjadi suka bersikap sebagai penolong akan menghasilkan suatu dorongan
kepada masyarakat untuk berdatangan meminta pertolongan. Adalah lebih baik
kalau hal itu dimanfaatkan untuk membuat masyarakat yang berdatangan didorong
untuk ke Allah. Dengan demikian Allah selalu menjadi tokoh sentral dan kita
memfanakan diri.
Karena dengan penokohan diri, maka kita
akan bertanggung jawab menghasilkan umat yang lemah yang bergantung kepada para
tokoh. Semestinya setiap individu didorong untuk menjadi tokoh bagi dirinya
sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar