Pelajaran
apa yang diberikan bapak kemarin, dik?
Gak
ada yang baru, om. Hanya pendalaman perihal sangkan paran.
Bagaimana
penjelasan sangkan paran itu?
Raga
berasal dari alam, kembali ke alam.
Kalau
begitu, kemana jiwa, ruh dan daya & kemampuannya pergi setelah seseorang mati?
Menurut
bapak, ya itu tergantung pada wataknya. Jika wataknya adalah binatang, ia masuk
ke alam binatang, tetapi jika wataknya adalah manusia, ia menjadi manusia lagi.
Karena pada makhluk hidup ada ruh, pada hewan ada ruh binatang, pada tumbuhan ada
ruh tumbuhan dan pada manusia ada ruh manusia. Perpindahan ruh saat kematian
tergantung pada wataknya disebut reinkarnasi.
Waduh,
saya tidak bisa menerima pendapat itu, karena referensi yang saya baca berbeda.
Misalnya, dalam Injil Barnabas, Yesus putra Maryam (a.s.) menyangkal keberadaan
ruh tumbuhan, ruh binatang dan ruh manusia. Ruh itu hanya satu, berkaitan
dengan akal dan ilmu. Yang dengan dihembuskannya ruh pada seseorang, maka Iblis
pun diminta bersujud.
Pendapat
perihal adanya ruh tumbuhan, ruh hewan dan ruh manusia banyak dianut orang
bahkan ulama Islam, seolah ruh itu daya hidup. Bukankah tanpa ruh, makhluk hidup
tidak bisa hidup? Maka muncul teori reinkarnasi yang didasarkan atas watak sesosok
makhluk ketika hidup. Memangnya ada tumbuhan yang berwatak hewan atau hewan
yang berwatak manusia? Ketika ada pendapat perihal reinkarnasi, maka muncul
pertanyaan, siapa yang bertanggung jawab atas tindakan siapa, tumbuhan, hewan
atau manusia? Mana bukti reinkarnasi, kenapa hanya orang-orang tertentu yang
mengaku-ngaku?
Perihal
orang mengaku bahwa dulu dia pernah menjadi si anu, itu bisa jadi faktor DNA
raganya yang mungkin masih leluhurnya. Karena DNA membawa memori.
Saya
juga tidak faham. Menurut om, bagaimana?
Menurut
pendapat saya, itu tergantung pada beberapa pemahaman tentang manusia. Manusia
dipahami dengan pengamatan diri. Observasi diri menurut saya, manusia terdiri
dari 4 hal, yaitu jiwa yang menyebut dengan saya atau aku, raga manifestasi
yang terlihat, daya & kemampuan anugerah Yang Maha Kuasa dan ruh. Jiwa yang
awalnya berupa cita, lalu disabda turun dan tercipta dengan wadah raga di alam
dunia. Perihal daya dan kemampuan yang dimiliki raga, dianugerahkan sesuai
dengan pertumbuhannya. Perihal ruh, menurut hemat saya, dengan mengacu pada
Injil Barnabas, Al-Qur'an dan Hadits serta realitas, ruh dihembuskan ke dalam raga
saat masih dalam kandungan ibu pada usia 120 hari, yang ditandai dengan
pernapasan aktif. Pada saat itu hati atau jantung sudah aktif. Buktinya kurang
dari usia 120 hari, aktifitasnya sudah bisa dideteksi dengan USG. Jika ruh ada
dalam jantung atau paru-paru, maka kedua organ manusia tersebut tidak bisa
ditransplantasikan. Kenyataannya kan bisa, walau tidak berumur lama. Bayi
manusia mulai memiliki daya dan kemampuan seiring dengan pertumbuhan raganya. Saat
hati / jantung sudah sempurna sang bayi sudah memiliki penilaian hati a5'’ dan keinginan
hati a6'’, dengan bukti fenomena ibu-ibu ngidam atau kemauannya akibat dorongan
/ gawan dari sang bayi. Setelah ruh dihembuskan, sang bayi mulai bernafas dan
aktif bergerak a5’ meski dalam kandungan. Begitu lahir, ia mulai mendengar dan
melihat a5’. Hal ini membuktikan bahwa fungsi sensorik dan motorik a5’ menjadi sempurna.
Di usia 3 tahun mulai bisa mengingat, berarti memori a5''' aktif, di usia 5
tahun mulai sadar diri, menyebut dirinya dengan saya atau aku, yaitu pengertian
a6''’ aktif. Usia 7, akal a7''’ aktif.
Dengan
pendapat itu, bagaimana jalan orang mati itu?
Orang
mati adalah ketika jiwa meninggalkan raganya dan dilanjutkan dengan kembalinya
ruh kepada Ilahi bersama dengan daya dan kemampuannya? Jiwanya akan ditunjukkan
raport kehidupannya sebelum dikembalikan ke raganya di kuburan. Meski dikembalikan,
namun tersekat (barzakh). Itu berarti jiwa orang mati hidup di dunia yang gelap
dan dingin dan mungkin menyaksikan raganya dihancurkan menjadi tanah. Alam kematian
bisa jadi alam memori, karena kita mengenang eksistensi almarhum dalam memori
a5’’’ kita.
Jika
ruh dikaitkan dengan kehidupan, berarti ruh adalah kekuatan hidup. Kalau begitu
ruh ada pada tumbuhan, hewan dan manusia, kan om? Padahal tidak seperti itu,
bagaimana penjelasannya supaya makin bisa difahami?
Bukankah
para malaikat diperintahkan untuk bersujud kepada Nabi Adam (a.s.). Semua bersedia
bersujud, tetapi Iblis menolak. Nah kalau ruh adalah daya hidup, berarti ada
pada semua makhluk hidup, mestinya Iblis juga bersujud kepada tumbuhan, hewan
dan manusia semisal Homo Erectus. Bukan hanya kepada Nabi Adam (a.s.)
saja. Jadi siapa pun yang tidak ingin mau menggunakan akalnya akan dicap bukan
manusia atau tersesat, bahkan dimurkai Allah. Bukankah dengan kemampuan ilmu
dan akal, manusia bisa mengembangkan peradaban yang tidak bisa dilakukan
makhluk lain, meski itu dari golongan jin maupun malaikat? Peradaban itu terwujud
karena tingkat kepercayaan seseorang dalam upaya mewujudkan cita-citanya. Maka orang
yang percaya hingga yaqin itu karena ada penguatan dari ruhnya, hingga dia bisa
mewujudkan yang kata awam impossible (QS Al Mujadilah 58 ayat 22). Sampai akhirnya
ada manusia yang mengaku sebagai tuhan.
=============================================================
Mutiara
Papahan, 20 Apr 2022; 17 Ramadhan 1443
Tidak ada komentar:
Posting Komentar