Pakde, sekarang semakin banyak orang berselisih dengan masing-masing mengatasnamakan Tuhan atau Allah. Tuhan itu siapa, Allah itu siapa? Karena saya perhatikan setiap orang memiliki persepsi sendiri-sendiri.
Memang seperti
itu mas. Karena tingkat pengenalan masing-masing orang tentang Tuhan atau Allah
berbeda-beda. Kalau cuma berbeda pengertian tidak masalah, namun ketika Tuhan
atau Allah itu diimajinasikan oleh dirinya sendiri, lalu dicatut, ini yang
berbahaya.
Agus
Sunyoto menjelaskan perihal Tuhan berasal dari ajaran Kapitayan, yaitu kepercayaan yang ada pada
zaman Jawa kuno. Kapitayan diambil dari sebutan Sang Hyang Taya yang merupakan sumber segala kejadian, yang
tidak bisa dilihat oleh mata, tak bisa didengar dengan telinga, tak bisa diraba
dengan kulit, tidak bisa dibayangkan, tidak bisa dipikir-pikir, tidak bisa
dibandingkan dengan sesuatu. Dia adalah Taya yang menurut Bahasa Jawa kuno artinya hampa, suwung,
awang-uwung. Dia tidak dilahirkan, tidak berawal, tidak berakhir. Tidak ada
satu pun makhluk yang bisa mengenal keberadaannya yang sejati. Manusia bisa
mengenal dan menyembahnya melalui pengejawantahan kekuatan dan kekuasaannya di
alam ini sebagai pribadi Ilahi yang menjadi sumber segala sumber kehidupan yang
tergelar di alam semesta. Pribadi Ilahi yang memiliki nama dan sifat sebagai
pengenal keberadaan dirinya. Mengejawantah dalam pribadi Ilahi inilah yang
disebut dengan Tu atau To yang secara samar-samar bisa diketahui dan dikenal
baik sifat maupun namanya. Tu, pribadi Ilahi, meskipun tunggal, dia memiliki
dua sifat berbeda, seperti telapak tangan ada sisi depan yang terang dan sisi
belakang yang lebih gelap.
Sifat Tu yang baik yaitu yang
mendatangkan kebaikan, kemuliaan, kemakmuran dan keselamatan kepada manusia.
Sifat yang baik disebut Tu-han yang dikenal dengan nama Sang Hyang Tunggal (Esa),
juga bersifat wenang atau maha kuasa. Sifat Tu yang tidak baik disebut han-Tu.
Itulah yang disebut dengan nama Sang Hyang Manikmaya (Jawa Kuno artinya permata
khayalan; manik artinya permaya, maya artinya khayalan). Sang Hyang Manikmaya
adalah pribadi Ilahi yang hanya diketahui nama dan sifatnya, pengejawantahan
yang menyesatkan.
Sang Hyang Tunggal, memiliki nama
dan sifat wenang adalah pengejawantahan Tuhan Yang Maha Kuasa yang memberi
petunjuk kepada makhluknya. Sehingga ada pemujaan terhadap Sang Hyang Tunggal
dan Sang Hyang Manikmaya, padahal dzatnya hanya satu, yang berbeda hanya
jalannya saja.
Sedangkan
menurut Remy Silado, Tuhan berasal dari kata tuan yang dipakai untuk
menterjemahkan Al Kitab agama Kristen. Agar lebih bermakna keilahian, kata tuan
berubah menjadi Tuhan.
Sedangkan
sebutan Allah bukan berasal dari sebutan manusia, tetapi Dia sendiri yang memperkenalkan
DiriNya. QS Thaha 20 ayat 14: Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada
Ilah selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah sholat untuk mengingat Aku. Namun
Ketika orang ditanya perihal pengenalan mereka akan Allah, penjelasannya akan
berbeda-beda, sebagaimana berikut:
Maulana
Malik Ibrahim micara, “Allah iku wajib anane.”
(Maulana Malik Ibrahim berkata,
“Allah itu wajib adanya.”)
Sunan Ampel micara,
“Sapa kang mung ngakoni barang kang kasat mata wae, iku durung weruh jatining
Pangeran.”
(Sunan Ampel menasehati, “Barang
siapa hanya mengakui barang yang terlihat oleh mata saja, itu berarti belum
mengerti hakekat Tetap.”)
Sunan Gunung
Jati micara, “Utawi Allah iku ingkang wujud hak.” (Sunan Gunung Jati brkata,
“Adapun Allah itu adalah yang berwujud hak.”)
Sunan Giri
micara, “Utawi Allah iku adohe tanpa wangenan, parek-e tanpa gepok-an.”
(Sunan Giri berpendapat, “Adapun
Allah itu adalah jauhnya tanpa batas, dekatnya tanpa jarak.”)
Sunan Bonang
micara, “Utawi Allah iku ora warna, ora rupa, ora arah, ora enggon, ora abasa,
ora suara, wajib anane, makal ora anane.”
(Sunan Bonang berpendapat,
“Adapun Allah itu tidak berwarna, tidak berupa, tidak berarah, tidak bertempat,
tidak berbahasa, tidak bersuara, wajib adanya, mustahil tidak adanya.”)
Sunan
Kalijaga micara, “Utawi Allah iku umpamane dalang manggung wayang.”
(Sunan Kalijaga berpendapat,
“Adapun Allah itu seumpama dalang memainkan wayang.”)
Syekh
Maghribi micara, “Utawi Allah iku angliputi ing sawiji-wiji.”
(Syekh Maghribi berpendapat,
“Adapun Allah itu meliputi segala sesuatu.”)
Syekh
Majagung micara, “Utawi Allah iku ora ika, dudu iku, nanging iki.”
(Syekh Majagung berpendapat,
“Adapun Allah itu tidak itu, bukan itu, tetapi ini.”)
Syekh
Bentong micara, “Utawi Allah dudu iku, dudu ika, iku ya iken.”
(Syekh Bentong berpendapat,
“Adapun Allah itu bukan itu (dekat), bukan itu (jauh), itu ya ini.”
Syekh
Lemahabang micara, “Utawi Allah iku kahanan ingsun. Kenang apa batur pada
nganggo tedheng? Anna haq ilallah, pon oranana wujud loro, mangko Allah saiki
Allah, tetap dhahir bathin Allah. Kenang apa batur pada nganggo gegendong?
Utawi Allah iku nyataning ingsun kang sampurna kang tetap ing dalem lahir
batin.”
(Syekh Lemahabang berpendapat,
“Adapun Allah itu adalah keadaan aku. Kenapa hamba memakai penghalang? Aku hak
Allah, kan tidak ada wujud dua, nanti Allah sekarang Allah, tetap lahir batin
Allah. Kenapa hamba memakai pelindung? Adapun Allah itu adalah kesejatian aku,
yang sempurna, yang tetap dalam lahir-batin.”)
Sunan Kudus
micara, “Sampun sok katalanjur basa, mungguh sad kawula utawi Allah punika tan
sakutu padaning anyar.”
(Sunan Kudus berpendapat, “Jangan
suka terlanjur bahasa, menurut pendapat hamba adapun Allah itu tidak bersekutu
dengan sesama.”)
Pak haji Slamet Utomo mengatakan bahwa adanya
Yang Suwung, adanya gerak sejati, yaitu tumbuh dari kecil, membesar, menua lalu
mati.
Bapak Mas
Supranoto berkata, “Dulu kamu tidak ada, sekarang kamu ada. Jadi ketiadaan
adalah keberadaan. Kamu mengetahui suatu keberadaan adalah menggunakan otakmu,
namun otakmu tidak mampu memahami ketiadaan. Jadi untuk mengenal ketiadaan,
kamu harus menggunakan kepercayaan. Kalau kamu sudah mengerti, sekarang kamu
harus selalu menghadirkan yang tiada itu dan mendekatkan diri kepada Yang Tiada
tersebut.”
Namun banyak
juga orang menyebut Allah, namun karena lemahnya pengertian, Allah yang
dimaksud adalah hasil imajinasi sendiri. Dengan Allah yang merupakan hasil
imajinasinya sendiri, mereka berani berkonflik dengan masing-masing saling mengatasnamakan
Allah. Contoh paling jelas adalah konflik antar aliran agama. Jadi sebutan
Allah sangat mudah untuk dicatut. Marilah diuji dengan menanyakan kepada mereka
perihal siapa Allah? Pasti mereka akan menjawab bahwa Allah adalah Tuhan yang
menciptakan alam semesta. Yang mana? Dengan pertanyaan itu saja, mereka akan kebingungan
menjelaskan. Ini membuktikan kebanyakan mereka hanyalah para pencatut asma Allah.
Oleh
karena itu, marilah bersungguh-sungguh berjuang untuk
mendalamkan pemahaman akan siapa Allah melalui apa yang tergelar yang
merupakan penjelasan Allah akan DiriNya, agar kita tidak tersesat bahkan sampai
dimurkai. Itupun harus
dengan kesadaran bahwa tidak mungkin makhluk bisa memahami Allah, Pencipta-nya.
Perlu diingat pula bahwa sudah menjadi sifat dasar manusia, yaitu apa saja yang
bisa difahami manusia, akan bisa dikuasainya.
Pakde,
bukannya aneh kita berusaha memahami Allah di saat yang bersamaan Dia tidak
bisa difahami?
Memang begitu,
Dia adalah dualisme dalam ketersembuyian dan cinta dikenal. Jadi, biarkan Dia
memperkenalkan DiriNya. Tugas kita adalah semakin menguatkan upaya untuk
terus-menerus berusaha mengenal-Nya sebagai hamba-Nya. Upaya kita sebagai
makhluk yang paling dimuliakan-Nya adalah:
- Bersaksi
bahwa Allah itu ada, yaitu melalui kenyataan yang terbeber di hadapan
kita. Bukankah kenyataan yang terbeber mengisahkan pula keberadaan yang
tidak kelihatan? Salah satu bukti bahwa kita mengakui keberadaan-Nya
adalah doa. Bukankah doa merupakan pernyataan kita akan keberadaan Dia?
- Bersaksi
bahwa eksistensi diri kita adalah yang dikuasai. Berarti diri kita
merupakan suatu kesatuan dari Diri-Nya, yaitu sama-sama dikuasai oleh
Kuasa itu sendiri. Keberadaan individu adalah dikeluarkan dari suatu
kesatuan, supaya bisa menyaksikan. Berarti salah satu fitrah makhluk
adalah menjadi saksi akan keberadaan Kuasa yang menyebut DiriNya dengan
sebutan Allah. QS Thaha 20 ayat 14: Sesungguhnya Aku ini adalah Allah,
tiada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah sholat untuk
mengingat Aku!
Dengan
menyaksikan kenyataan bahwa setiap individu diri manusia adalah yang dikuasai,
maka sudah sepantasnya sadar diri bahwa setiap orang adalah hamba Allah.
Tentunya sebagai hamba sudah tiada lagi yang diikuti termasuk dirinya, kecuali
hanya Allah. Berarti setiap orang harusnya sadar bahwa nilai-nilai yang berlaku
hanyalah nilai-nilai Allah dan perintah yang harus dilaksanakan adalah perintah
yang berasal dari Allah.
- Sebagai
hamba, tentunya kebahagiaannya adalah pada saat bisa hadir ke hadirat
Allah, Tuhannya. Apalagi dengan laporan bahwa semua perintah-Nya telah
dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar