Ali (k.w.) mengatakan:
Alif adalah cara akal untuk menjelaskan sesuatu
keberadaan, yaitu melalui nama. Nama tersusun atas huruf-huruf yang dirangkai
menjadi kata yang kemudian berkembang menjadi kalimat. Huruf awalnya berasal dari titik lalu
menjadi garis. Sehingga Alif adalah sebutan paling awal. Titik adalah wilayah
yang belum diketahui, hanya bisa didekati dengan kepercayaan atau iman.
Keberadaan
atas segala sesuatu bukan dijelaskan dengan rasa atau perasaan (a5’’). Pada
persepsi inilah, maka banyak orang menjadi tersamarkan akan kebenaran. Rasa
(a5’’) hanya memberikan penilaian senang atau tidak senang. Penjelasan Ali
(k.w.) sudah jelas bahwa akal (a7’’’) menjelaskan keberadaan atas segala
sesuatu dengan sebutan, yaitu nama.
Bukankah
segala sesuatu itu tersimpan dalam memori (a5’’’), yang disebut dengan ilmu
atau pengetahuan? Manusia membahas segala sesuatu dengan dasar memori (a5’’’),
baik berupa imej atau kesan atau berupa sebutan atau nama. Barangkali yang
dimaksud dengan Lauh
Mahfudz adalah memori (a5’’’), karena
semuanya tersimpan di dalamnya. Semua ilmu pasti terbagi atas tiga kelompok,
yaitu pasti tahu atau Katon (A8), masih teori karena belum tahu atau
dikira-kira atau karang (A9) dan pasti tidak tahu atau klenik (A10).
Semisal
orang mau menjelaskan tentang bumi. Sebelum ada sebutan bumi, orang itu akan
menyebut dengan ini atau itu. Namun karena ini dan itu tidak jelas, maka akal
(a7’’’) memberikan rumusan berupa huruf yang merupakan kumpulan titik-titik.
Kemudian sebutan bumi disepakati sebagai planet tempat manusia hidup. Sehingga
ketika orang membahas tentang planet yang dihuni manusia, mereka menggunakan
sebutan bumi. Dengan adanya sebutan atau nama, maka akan memudahkan pengertian
(a6’’’) menarik manfaat atas keberadaan sesuatu. Manfaat akan semakin banyak
ditarik bilamana dirumuskan terlebih dahulu. Jadi dengan pengertian (a6’’’)
manusia mengembangkan peradaban.
Peradaban
berlangsung melalui ditemukannya hukum-hukum alam yang dituangkan dalam
rumus-rumus? Dan dengan rumus, manusia kemudian mengembangkan ilmu dan
teknologi serta cara mewujudkan manfaat. Ini adalah cara akal (a7’’’) untuk
membuktikan keberadaan.
Manusia
tidak selalu sukses dalam membuktikan keberadaan, namun tidak bagi Allah
(S.W.T.). Dia hanya cukup dengan “Kun
fayakun“. Kegagalan manusia dalam
proses mewujudkan bukan berarti keberadaan wujud tersebut tidak ada. Ini lebih
disebabkan oleh kekuasaan yang diperlukan belum atau tidak dianugerahkan Allah
kepada manusia. Contoh sederhana adalah tokoh fiktif seperti Ironman,
manusia saat ini hanya mampu mewujudkannya dalam film-film. Entah kelak.
Mutiara
Papahan, 18 Sya’ban 1444 H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar