Setelah mengambil nyawa (diri / nafs beserta ruh) seseorang,
para malaikat akan membawa nyawa (diri / nafs beserta ruh) tersebut naik ke
hadirat Rabbul ‘alamin.
Allah akan menyampaikan kepada almarhum Rahmat dimana
amalnya akan dicatatkan pada ‘Iliyyin atau Laknat dimana amalnya akan
dicatatkan pada Sijjin. Allah juga menjelaskan hal apa yang membuat dia
menerima Rahmat / Laknat. Lalu Allah SWT akan berkata kepada Malaikat Maut,
“Kembalikan ruh (diri / nafs) itu ke badannya, agar ia melihat (menyaksikan) apa
yang terjadi dengan jasadnya.”
Lalu para malaikat pun turun membawa ruh (diri / nafs) itu
ke bumi. Kemudian mereka meletakkan ruh (diri / nafs) itu di tengah-tengah
rumahnya, sehingga ia pun bisa melihat siapa saja yang bersedih dan siapa yang
tidak bersedih sedikit pun atas kematiannya. Meski bisa melihat (menyaksikan),
tapi ia tidak bisa berbicara dengan mereka.
Setelah jenazah diantarkan atau dimasukkan ke kuburan,
Allah memerintahkan agar ruh (diri / nafs) jenazah itu kembali ke jasadnya,
sebagaimana halnya ketika ia hidup di dunia.
Dongeng perihal kematian perlu diketahui untuk menjadi
pelajaran bagi kita semua agar sukses dalam menjalani penggemblengan di dunia
ini. Petikan dongeng-dongeng berikut berasal dari mereka-mereka yang telah
mendahului kita lewat mimpi orang-orang yang beriman. Semoga kita bersedia
menarik hikmahnya.
Umar berkata kepada Abdullah putranya melalui mimpi setelah
12 tahun kematiannya, “Aku mendapat teguran Allah. Dia memintaku perhitungan
soal rakyat. Dulu di Syam ada jembatan berlubang. Kaki anak kambing betina
milik seorang nenek terperosok kesana, sehingga salah satu kakinya patah. Allah
bertanya kepadaku, “Mengapa jembatan itu tidak diperbaiki, sehingga tidak
membikin celaka anak kambing?” Aku menjawab, “Ya Allah, aku di Madinah dan
tidak ada kabar tentang jembatan itu.” Allah berfirman, “Wahai Umar, mengapa
kamu mengambil wilayah kekuasaan di dunia sebegitu luas, sehingga tidak mampu
engkau pantau?”” [Semua ciptaan akan menuju kepada kemusnahan, manusia hidup di dunia
hanya sekali, tidak ada reinkarnasi, tidak ada karma, yang ada adalah tanggung
jawab. Dunia adalah alam api, berarti manusia dimasak, digembleng di dunia agar
tahu diri dan mampu memaksimalkan potensi fitrah yang dimiliki. Dengan
mengetahui dirinya, maka dia bisa mengetahui Ilah nya dan perannya hidup di
dunia. Jangan sampai menganggap bahwa hidup di dunia adalah mengejar kesenangan
duniawi. Pengalaman diri dan orang lain mestinya sudah bisa menjelaskan akan diri
dan tujuan hidupnya.]
Abu Al ‘Abbas bin ‘Atha berkata, “Aku melihat Al Junaid
dalam mimpi, lalu berkata, “Apa yang Allah lakukan padamu?” Ia menjawab, “Masih
ingatkah engkau masa paceklik dahulu, ketika orang-orang kekeringan karena tak
turun hujan?” Aku menjawab, “Ya.” Lalu Junaid berkata, “Ketika aku katakan di
tengah mereka, betapa butuhnya orang-orang dengan air hujan. Ternyata Allah
mencelaku karena perkataan itu. Dia berkata, “Hai Junaid, tahukah engkau,
sesungguhnya orang-orang itu memang sangat membutuhkan air hujan. Sedangkan Aku
adalah Pengatur alam semesta dengan ilmu-Ku. Sungguh Aku adalah Yang Maha
Mengetahui.”” [Keimanan yang sempurna selalu mengutamakan Allah, sehingga Al Junaid seharusnya
mengatakan bahwa orang-orang membutuhkan Allah untuk menurunkan hujan.]
Malik bin Dinar terlihat dalam mimpi setelah kematiannya
dan dia berkata, “Aku telah banyak melakukan dosa, tetapi telah dihapus dari
catatan amalku, karena prasangka baik kepada Allah.” [Orang tidak tahu, dengan
amalan apa mereka bisa selamat. Karena yang pasti bisa menyelamatkan adalah
Yang Memiliki Kekuasaan untuk menyelamatkan, yaitu Allah sendiri. Oleh karena
itu selalulah meminta pertolongan-Nya dan menjaga prasangka baik kepada-Nya.
Meski upaya perjuangan seseorang wajib dikerjakan, karena akan mendekatkan
kepada keberhasilan dan bisa menjadi sebab anugerah Allah akan diturunkan
kepadanya.]
Mutiara Papahan, 24 Dzulqa’idah 1444 H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar