Allah Pembuat Kebaikan; Iblis Pembuat Kejahatan



QS Al Alaq 96 ayat 2~5:
Bacalah, dan Rabb-mu lah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.

Semua makhluk hidup, tumbuh dari kecil menjadi tua dan mati. Bahkan bukan sekedar itu, setiap makhluk hidup selalu dilengkapi dengan dua keadaan, yaitu mengenakkan atau menyulitkan. Keduanya adalah perbuatan Allah. Keduanya dibuat Allah sebagai sarana pendidikan Allah. Contoh, tanaman buah dilengkapi dengan benalu. Benalu yang barangkali terbawa burung yang sembari menikmati manisnya buahnya secara tak sadar meninggalkan biji benalu.

Mendadak zaman sekarang timbul fikiran bahkan perilaku baru bahwa Allah adalah Tuhan yang Maha Baik, sedangkan yang tidak baik berasal dari musuhnya, yaitu Iblis atau setan pengikutnya. Mereka seakan lupa bahwa Allah lah yang telah menciptakan Iblis dan para pengikutnya.

Lupakah kita bahwa dalam kehidupan dunia ini, setiap wujud selalu memiliki dua wajah? Yaitu wajah positif dan wajah negatif. Kecuali hanya Allah sendiri Yang Ahad, Yang Maha Esa, Yang tanpa sekutu, Yang hidup sendirian tanpa kawan tanpa lawan. Satu tanpa ada dua, tiga dan seterusnya.

Janganlah begitu, karena dengan berfikir apalagi berperilaku seperti itu, maka kita telah terperosok dalam jurang kemusyrikan.

Positif dan negatif itu bagian dari kehidupan, bagian dari proses pendidikan. Pendidikan yang menghasilkan kecerdasan dan kekuatan, yang pada ujungnya akan membawa kita kepada kemuliaan.

Sahabat, keprihatinan tersebut ternyata sudah terbaca oleh Rasulullah saw berabad-abad yang lalu, sebagaimana dikisahkan:

Rafi’ bin Khudaij mengisahkan bahwa Rasulullah saw pernah menuturkan, “Kelak akan muncul dari Rahim umatku pengingkar Allah SWT dan Al Qur’an secara tak disadarinya.”

Rafi’ menanggapi sabda beliau dengan bertanya lebih lanjut, “Wahai Rasulullah, apa yang mereka katakan?”

“Mereka mengucapkan bahwa kebaikan berasal dari Allah SWT dan keburukan berasal dari Iblis,” jawab Rasulullah. “Kemudian,” lanjut Rasulullah, “Mereka mencari-cari pembenaran atas peendapat mereka itu didalam Kitab Suci yang diturunkan. Dengan begitu mereka telah mengingkari Allah SWT dan juga Al Qur’an sekaligus. Padahal sebelumnya mereka beriman dan mengenal benar Allah SWT.” “Sehingga akibat dari perilaku buruk mereka, meruyaklah permusuhan, kebencian dan perdebatan. Lalu Allah SWT kirimkan penyakit Tha’un yang mematikan kebanyakan umat Islam. Lalu terjadilah gerhana bulan, sehingga semakin sedikit yang dapat bertahan hidup. Mukmin kala itu sedikit bahagia dan banyak sengsara. Lalu aka nada penghapusan yang secara sempurna mengantarkan sisa mereka menuju peralihan menjadi babi dan kera.”

Sampai di sini, Rasulullah saw tidak lagi kuasa menahan tercurahnya air mata yang terbendung di sudut matanya. Lelehan air matanya sanggup memecah keharuan hati kami yang tengah hadir, menyesakkan dada kami, lalu membuat kami merasakan sensasi panas di sekitar bola mata. Air mata pun turun berderai, seakan ikut merasakan betapa perih Sang Rasul atas apa yang melanda umatnya.

“Rasul, pertanda apa air mata yang menetes darimu?”

“Kasih sayangku kepada mereka, umatku yang malang …,” jelas Sang Rasul. “Diantara mereka ada yang ahli ibadah da nada yang ahli berkarya. Meski mereka bukanlah orang pertama yang mengalaminya dan menanggung beban berat ini. Pada kasus Bani Israel, kebanyakan mereka hancur disebabkan dusta terhadap takdir.”

“Jika demikian, bagaimana seharusnya beriman kepada guratan takdir itu, wahai Rasul?” Tanya seseorang.

“Engkau beriman kepada Allah Maha Esa dan menyadari bahwa tiada siapa pun bersama-Nya yang dapat membuat manfaat ataupun madharat. Engkau beriman kepada surga dan neraka dan menyadari bahwa keduanya tercipta sebelum lainnya. Barulah Allah menciptakan makhluk untuk menghuninya. Lalu Allah jadikan siapa yang dikehendaki-Nya menjadi penghuni neraka. Itu wujud keadilan-Nya.” “Maka setiap orang bertindak atas sesuatu yang sesungguhnya telah selesai dan setiap orang sedang menuju sesuatu yang untuknya dia tercipta,” pungkas Muhammad Sang Pembawa Kabar Langit.[1]

Ya Allah, lindungi kami dari kemusyrikan. Selamatkan kami dari fikiran dan perilaku yang tidak Engkau sukai.

Jakarta, 26 Mei 2015


[1] Imam Sibawaih El-Hasany & Yunan Askaruzzaman Ahmad, Tangisan Langit, Lentera Hati, 2013

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Orang Jawa Menjelaskan Hakekat Manusia

Menyaksikan Keberadaan Rabbul 'alamin

Sugeng Kondur Bapak (Bapak Mas Supranoto)