Refresh Your Attitude


Tuban, 16 Jan 11

Bismillahirrahmanirrahiim,
Alhamdulillahirabbil’alamin,
Shallalahu ‘ala Muhammad, shallalahu ‘alaihi wasalim,

Manusia diciptakan oleh Allah - Rabb semesta alam dengan memiliki fitrah KEAGUNGAN dan KEMULIAAN sebagai makhluk paling sempurna. Sebagai makhluk yang paling sempurna yang disebut ADIMANUSIA / SUPERHUMAN / AL INSAN AL KAMIL, manusia dicipta dengan maksud untuk dijadikan sebagai wakil-Nya di bumi / Khalifah Allah fi al Ardh. Dengan menduduki derajad adimanusia dan menyandang jabatan wakil Allah di muka bumi, sesungguhnya secara fitrah keberadaan manusia merupakan makhluk yang menyandang asma’, af’al, sifat dan dzat Allah, Rabb semesta alam.
Dengan menyadari bahwa sebagai adimanusia dan wakil Allah di muka bumi, maka sesungguhnya setiap manusia secara fitrah juga menduduki wakil Yang Menguasai di muka bumi / Khalifah al Malik fi al Ardh, wakil Yang Memberi Rezeki di muka bumi / Khalifah ar Razaq fi al Ardh, wakil Yang Pemurah di muka bumi / Khalifah ar Rahman fi al Ardh, wakil Yang Menghakimi di muka bumi / Khalifah al Hakam fi al Ardh, wakil Yang Memelihara di muka bumi / Khalifah al Hafizh fi al Ardh, dan seterusnya.
Semua makna hakiki asma’, af’al dan sifat itu menyatu secara seimbang dan sempurna pada citra al Haqq yang ditiupkan oleh-Nya saat menyempurnakan kejadian wakil-Nya. Sehingga, hakikat sejati keberadaan manusia sebagai wakil Allah di muka bumi, sesungguhnya tercitrakan secara utuh pada kedudukan wakil al Haqq di muka bumi / Khalifah al Haqq fi al Ardh. Dengan memahami dan menyadari bahwa setiap manusia adalah wakil al Haqq di muka bumi, maka keberadaan manusia wajib diakui, dihargai, dan dihormati sebagai pribadi yang memiliki hak-hak fitrah sebagai makhluk paling sempurna. Hal ini diwujudkan dalam hak fitrah manusia yang diakui keberadaannya melalui kebebasan berkarya. Karya adalah fakta. Dan fakta adalah kenyataan. Sedangkan kenyataan adalah kebenaran (haq).
Sesungguhnya rahasia agung dibalik kesempurnaan adimanusia terletak pada kenyataan bahwa di dalam tubuh manusia yang terbuat dari tanah liat tersembunyi ruh yang bersifat Ilahiyyah yang ditiupkan oleh Allah. Oleh karena adanya tiupan ruh itu maka makhluk lain yang dicipta lebih dulu, yaitu para malaikat dan jin diminta bersujud kepada manusia pertama tersebut, yaitu Nabi Adam as. Iblis, makhluk yang dicipta lebih dahulu dari Adam as, namun tidak mengetahui tentang tiupan ruh tersebut menolak bersujud. Iblis menganggap Adam as hanyalah makhluk rendah yang terbuat dari anasir tanah belaka. Lantaran sikapnya yang keras mengingkari keagungan dan kemuliaan Adam as dan sikap enggan & takaburnya, Iblis dimurkai dan dilaknati Allah.
Jika di dunia ini kita menemukan ajaran, aturan, pandangan dan tindakan dari orang-orang yang mengingkari keagungan dan kemuliaan manusia, maka itu adalah cerminan dari sifat Iblis yang terkutuk. Jika kita mendapati ada ajaran yang menista manusia sebagai makhluk yang rendah, maka itu adalah ajaran Iblis. Jika kita menemukan ada manusia yang suka merendahkan dan menista sesamanya, maka itulah manusia pengikut Iblis. Jika kita menemukan manusia-manusia malas berkarya dan mengajak manusia lain untuk enggan berkarya, maka itulah manusia pengikut Iblis.
KEYAKINAN bahwa manusia adalah makhluk paling sempurna belum cukup untuk membuktikan keagungan dan kemuliaan manusia sebagai wakil Allah di muka bumi. Karena, ruh Ilahiyyah yang ada pada diri manusia banyak yang tidak kuat menanggung beban yang dipikulkan oleh nafsu rendah manusia. Ruh suci yang tersembunyi di dalam hakikat manusia banyak yang terperangkap di dalam jaring-jaring kejahilan yang dicipta oleh nafsu rendah manusia. Nafsu rendah manusia adalah jasmani, kemampuan (qudrat), keinginan (iradat) dan jiwa manusia yang cenderung berhasrat kuat mencintai dirinya dan mencintai kenikmatan duniawi.
Untuk bisa melepaskan diri dari nafsu rendah dan menjadi adimanusia maka kita harus memiliki TEKAD/KEMAUAN untuk meninggalkan dorongan nafsu rendah itu. Kemauan yang dimotivasi untuk memperoleh KEBENARAN sejati yang berasal dari tuntunan Ilahi, bukan kebenaran semu/angan-angan yang terkuasai oleh nafsu rendah. Karena kebenaran sejati adalah mutlak milik al Haqq, maka kita harus memiliki sikap BERSERAH DIRI kepada-Nya, agar kita dituntun-Nya menjadi adimanusia dan melaksanakan tugas kita sebagai khalifah-Nya. Perjuangan meninggalkan dorongan nafsu rendah ini bukan perjuangan satu kali atau beberapa kali, namun perjuangan terus-menerus seumur hidup. Oleh karena itu, sangat memerlukan sikap KETABAHAN/ ISTIQAMAH dalam berjuang hingga kita kembali kepada-Nya.
Sikap berserah diri dimulai dengan memberikan SYAHADAT atau PENERIMAAN kita kepada Allah, bahwa Dia lah Ilah kita dan tiada Ilah selain Dia. Penerimaan ini juga merupakan suatu janji pribadi untuk tidak menyekutukan Dia dengan apapun. Agar kita tidak salah atau tersesat menuju kepada selain Dia, Dia pun menunjuk utusan-Nya yang mampu membahasakan apa yang dikehendaki oleh-Nya. Sang Utusan ini pasti ditempatkan pada setiap pribadi manusia sebagai wujud keadilan-Nya, yaitu sang Ruh. Sang Ruh ini bisa mentransformasikan iradat/kehendak Allah agar dilaksanakan oleh sang diri manusia. Mereka-mereka yang mampu bersinggasana pada Sang Ruh ini pastilah akan mampu menjadi Hamba Yang Terpuji, yaitu pengejawantahan dari Nur Muhammad. Oleh karena itu, kita pun wajib memberikan PENERIMAAN kita, bahwa Yang Terpuji adalah betul-betul utusan-Nya. Dengan kerelaan kita memberikan penerimaan, tentulah akan muncul dorongan / hasrat untuk memahami dan meneladani SIKAP/PERBUATAN/UCAPAN beliau. Sang Diri atau jiwa adalah yang bersinggasana dalam dada manusia, karena tidak pernah ada manusia yang menunjuk kepalanya sebagai dirinya.
Bukti atas penerimaan kita bahwa Dia lah Ilah dan tiada Ilah selain Dia adalah kesediaan kita untuk MEMUJA dan MENYEMBAH Dia. Memuja atau menyembah berbeda dengan memuji. Memuja atau menyembah adalah sikap merendahkan/menyerahkan diri  kita kepada Dia yang kita puja/sembah. Sedangkan memuji seringkali adalah agar apa yang kita kehendaki tercapai. Kita harus berjuang untuk memberikan pemujaan/penyembahan yang tertinggi. Yang tertinggi biasanya yang paling menantang, yang paling sulit, yang paling membutuhkan upaya keras dan cerdas, yaitu SHALAT.
Karena kita tidak memuji Dia dengan dorongan agar keinginan kita tercapai, maka sudah sepantasnya kita tidak berlutut dan bersujud kepada manusia lain atau makhluk lain yang lebih rendah daripada kita, seperti pohon, batu, kuburan, gunung, bulan, matahari, bintang, binatang, makhluk gaib, bila ingin menjadi adimanusia. Tidak pantaslah kita merendahkan diri kita di hadapan makhluk-Nya. Sebab tidak lah pantas seorang wakil menyembah sesama wakil atau yang lebih rendah lagi.
Agar kita mampu menjadi Wakil-Nya di muka bumi, kita wajib memiliki kekuatan untuk memegang amanat. Kekuatan untuk tidak bisa diatur oleh dorongan nafsu kita sendiri, kekuatan untuk tidak direndahkan oleh makhluk lain serta kekuatan untuk melaksanakan amanat-Nya. Kekuatan yang dimaksud adalah kekuatan sikap kita agar  menjadi tuan atas diri kita sendiri. Hal ini harus kita latih secara rutin. Karena tanpa latihan yang rutin kekuatan yang sudah kita peroleh akan berangsur-angsur hilang lagi. Untuk itulah kita melaksanakan PUASA sebagai latihan yang paling sesuai agar kita bisa menjadi tuan atas diri kita sendiri hingga berdisiplin untuk menjadi hamba-Nya. Kita harus melakukan latihan pada waktu-waktu tertentu, sedangkan pada setiap saat dalam kehidupan sehari-hari, kita wujudkan kekuatan kita sebagai hamba-Nya. Dengan demikian pada setiap aktifitas kita tidak lagi didorong oleh keinginan/dorongan hawa nafsu kita/kesenangan kita, tetapi didorong oleh kekuatan kita untuk berani/bersedia mengikuti TUNTUNAN Sang Rabb melalui dorongan ruh Ilahiyyah yang suci.
Sebagai wakil Allah di muka bumi, tidak lah pantas kalau kemudian kita berlupa diri lalu menganggap apa yang ada di muka bumi sebagai milik kita. Anggapan sebagai milik kita lalu kita bisa eksploitasi semau kita. Pengakuan atas hak milik ini akan menghasilkan dorongan kerakusan/ketamakan/tak pernah cukup/selalu kurang. Sikap dan tingkah laku seperti ini pastilah akan menghasilkan kehancuran melalui perebutan atas klaim-klaim diri. Dorongan untuk memiliki yang bersifat merusak ini harus dilepaskan.
Kita yang sudah terbiasa memiliki tentunya akan sulit sekali untuk melepaskan kepemilikan kita. Oleh karena itu, kita perlu latihan untuk melepaskan diri atas klaim kepemilikan. Secara bertahap, kita berlatih untuk melepaskan klaim kepemilikan itu dengan memulai dari apa yang tidak kita perlukan. Yang tidak kita perlukan, kita berikan kepada yang memerlukan. Dilanjutkan dengan memberikan kelimpahan-kelimpahan yang kita miliki. Sampai kita memahami bahwa kita ini sebenarnya tidak memiliki apa-apa. Kita akan memahami bahwa kita tidak memiliki anak, tidak memiliki istri, tidak memiliki jabatan, tidak memiliki harta, tidak memiliki apa-apa. Kita menjadi FAQIR, karena memahami bahwa tidak memiliki apapun. Kita faqir karena hanya membutuhkan Allah. Latihan bersikap tidak memiliki dan hanya memerlukan Allah inilah yang disebut ZAKAT yang akan menghasilkan kesucian diri.
Sebagai penghuni bumi yang sudah terbiasa melakukan rekayasa agar kehidupan kita semakin nikmat, kita menjadi tidak mampu lagi melihat kekuasaan Ilahi, aktifitas Ilahi. Yang kita lihat hanyalah karya manusia sendiri. Kita melihat karya bangunan yang indah, lalu kita bertanya siapa ya arsiteknya? Kita melihat karya teknologi, yang kita ingat adalah si penemunya. Bahkan di kala kita sakit/anak kita sakit, yang kita ingat pertama kali adalah aku harus minum obat/aku harus minta tolong kepada dokter.
Oleh karena itu, kita perlu diingatkan kembali akan wujud Ilahi. Kita perlu melihat suatu maha karya/aktifitas yang dimana secara rasional campur tangan kita tidak bermakna. Untuk itulah kita perlu mengunjungi/berziarah ke tempat dimana nampak nyata aktifitas Dia yang biasa kita sebut dengan pergi HAJI. Berziarah/mengunjungi tempat yang sudah ditentukan oleh Dia, dimana kita akan melihat dan merasakan bahwa yang ada adalah kekuasaan Ilahi dan kita hanya bisa menyaksikan akan kesibukan Ilahi. Kita akan mengalami berbagai peristiwa yang sulit untuk dinalar. Lihatlah sumur Zam-Zam, suatu sumur yang berada pada ketinggian 200 m di atas muka laut, yang tidak memiliki sumber tangkapan hujan, sumur yang kualitas airnya sesuai dengan jasmani manusia, sumur yang tidak bercampur dengan banjir. Tempat-tempat yang selalu dipenuhi manusia setiap saat yang secara kasat mata, kita harus beradu otot untuk bisa mendekati/menyentuhnya. Namun dengan kekuatan doa kepada Sang Pemilik Yang Dimuliakan, tempat-tempat itu bisa dijangkau. Di tempat itulah, keakuan kita kita kembalikan. Kita berikan pengakuan kita, bahwa semua ini adalah bentuk Qodrat/Kekuasaan-Nya, bentuk Iradat-Nya, Wujud Keberadaan-Nya. Sehingga hal ini menjadi sikap kita sehari-hari.
Itulah yang dimaksud dengan Ad-Diyn atau agama yang ternyata bermakna sikap kita, sikap yang fokus kepada TUJUAN/IMAN, sikap yang berjuang untuk mencapai tujuan dengan cara berserah diri kepada Allah atau ISLAM, sikap untuk selalu menyempurnakan karya, yaitu IHSAN atau Menyaksikan Tuhan atau Disaksikan Tuhan. Serta selalu berjuang mencapai tujuan dalam rentang-rentang waktu yang dimaksud, yang pas atau KIAMAT.
Melalui kepatuhan atas tuntunan Ilahi dan meneladani Utusan-Nya yang terpuji inilah kita akan mengalami metamorfosa dari REPTILIA (Tubuh) è MAMALIA (Qudrat) è HOMO EREKTUS (Iradat) è MANUSIA (Jiwa) è ADIMANUSIA.
Ingatlah ketika Allah menciptakan manusia dan meminta kesaksiannya, maka seluruh manusia bersaksi atas Allah. Ketika Allah menciptakan dunia, maka 90% manusia lari kepada dunia dan tersisa 10% yang masih menerima Allah sebagai Ilahnya. Kemudian Allah menciptakan Surga, maka dari sisa yang 10%, 90% lari menuju Surga dan meninggalkan Allah. Maka yang tersisa adalah 10% dari 10% umat manusia yang masih bersedia berserah diri kepada Allah. Itulah kelompok Muqarrabin, Adimanusia, Khalifatullah fi Al Ardh.
TIPS:
Bukalah dadamu menerima Allah, menerima Islam (QS Az Zumar 39: 22). Panggillah Yaaa Allaaah dari dalam dada, meluas ke seluruh tubuh, hingga serasa diri kita meluas tak terhingga (QS Al A’raaf 7: 205). Luaskanlah dirimu untuk menerima Allah secara totalitas. Tetap dengan memanggil Yaaa Allaaah, Laa Ilaha Ilallaaah, Muhammad rasulullaaah.
Tanamkanlah imanmu kepada Allah ke dalam qalbumu agar Dia memperkuatnya dengan ruh-Nya (QS Al Mujadillah 58: 22).
Tumbuhkan rasa syukur kepada Allah melalui anugerah atas segala kenikmatan-Nya (QS Al Baqarah 2: 152).
Serahkan dirimu sebagai tanda cintamu kepada Allah (QS Al Baqarah 2: 165).
Teruskan berjuang sampai dirimu mampu meluas menembus langit tanpa hambatan, plong.
Rabbi auziqni anasykura ni’matakallati an’amta alaiya wa ‘ala walidaiya wa an ‘amala shalihan tardhahu wa’adchilni birahmatika fi ibadihashalihin wa ashlihli fi dzurriyati inni tubtu ‘ilaika wa inni minal muslimin

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Orang Jawa Menjelaskan Hakekat Manusia

Menyaksikan Keberadaan Rabbul 'alamin

Sugeng Kondur Bapak (Bapak Mas Supranoto)