Islam Itu Universal - Pendahuluan 2/4



Di sisi lain ada yang dengan penuh semangat meneriakkan:
 “SIAPA DARI KALIAN YANG INGIN KE SURGA?”
Yang dijawab dengan suara serempak, “KAMI SEMUA AKAN MENUJU SURGA!”[1]
Di tengah-tengah barisan pasukan Khawarij, ada seorang laki-laki berjalan berkeliling, membangkitkan semangat mereka untuk berperang. Suaranya seperti desis ular dan badannya mengeluarkan bau busuk. Tak lama setelah itu, pada tengah hari itu juga, dari kubu Khawarij tersebut terdengar teriakan keras dengan suara masih seperti desis ular yang ditujukan kepada anggota pasukannya, “SIAPA DARI KALIAN YANG INGIN KE SURGA?”
Yang dijawab dengan suara serempak, “KAMI SEMUA AKAN MENUJU SURGA!” Sambil berteriak itu, mereka serentak terjun dan melancarkan serangan dahsyat dan gencar ke pihak pasukan Ali (kw[2]) dengan menghujani anak panah dan tombak. Namun dalam waktu tidak lama pasukan Ali (kw) dapat menguasai keadaan dan menaklukkan pasukan kaum Khawarij. Pemimpin mereka yang bernama Abdullah bin Wahab Ar-Rasibi tewas.
Dalam pada itu, Imam Ali (kw) merenung lama sekali, diam, sedih dan gelisah. Sahabat-sahabat dan pengikutnya merasa heran. Kemudian dengan tenang, beliau meminta orang-orang di sekitarnya mencari Zus Sudayyah (Dzu Tsadiyyah – Al Mukhaddaj) di antara para korban perang.
Mereka pun segera bergerak dan bekerja keras untuk itu, mereka melakukan pencarian di antara mayat-mayat dan yang sekarat. Kemudian mereka melaporkan kepada Ali (kw) bahwa mereka tidak menemukannya.
Ali (kw) semakin nampak berduka dan berkata, “Sungguh saya tidak berbohong dan tidak dibohongi.” Beliau yakin pasti orang itu ada di antara para korban itu.
Setelah dicari kembali, ditemukanlah mayat Zus Sudayyah. Ali (kw) pun bersujud syukur kepada Allah SWT[3]. Hal ini membuat heran para sahabatnya, dan bertanya kenapa Ali (kw) bersyukur atas kematian Zus Sudayyah? Ali (kw) menjawab bahwa Zus Sudayyah adalah orang paling sesat dan paling berbahaya.
Apa yang membuat seorang yang mengaku beriman kepada Allah, menjalankan rukun Islam dengan intensif, bahkan dikisahkan Zus Sudayyah rajin membaca Qur’an dan kalau sujud menempel di lantai masjid [barangkali karena lamanya bersujud] bisa disebut sebagai orang paling sesat dan paling berbahaya?
Surga menjadi tujuan, bukan Allah. Jadi ada sekelompok orang telah berpaling dari tujuan hakiki, yaitu Allah dan memilih menuju Surga. Sekilas tak ada yang salah, karena Surga adalah janji Allah yang penuh kenikmatan. Namun apakah tidak ada yang dengan teliti memperhatikan bahwa tujuan sudah bergeser? Ingatlah, Allah lah tujuan kita, bukan yang lain. Surga hanyalah bonus saja. Para pencari Surga, bisa jadi tidak menghamba kepada Allah, tetapi menghamba kepada dirinya sendiri, karena dia sangat menginginkan kenikmatan hidup bagi dirinya. Bisa jadi dirinya adalah Ilahnya.
QS Al Jaatsiyah 45 ayat 23: Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai ilahnya (ilahahu hawahu) dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?
QS Al Furqan 25 ayat 43: Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai ilahnya (ilahahu hawahu). Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya?
Ilahy Anta maqsudy, wa ridhaka matlubi, a’tini wamahabbataka wa ma’rifataka (Ilah-ku Engkaulah yang aku maksud, keridhoan Engkau yang kupinta, karuniakan cinta kepada Engkau dan mengenal Engkau dengan sebenarnya).
Siapakah mereka yang dengan persepsinya hingga berani berbeda sikap dengan Nabi (saw) dan para sahabat?
Dikisahkan pula dalam hadits Muslim no 514[4]:
Diriwayatkan dari Abu Said Al Khudri (ra[5]), “Ali bin Abi Thalib (kw) pernah mengirimkan sepotong emas kepada Rasulullah (saw[6]) dalam satu lembar kulit yang telah disamak, sedang emas itu belum dibersihkan tanahnya. Kemudian beliau membagi-bagikan emas tersebut kepada empat orang, yaitu ‘Uyainah bin Hishn, Aqra’ bin Habis, Zaid Al Khail dan orang yang keempat ini adalah Alqamah bin “Ulatsah atau Amir bin Thufail.
Lalu ada seorang laki-laki dari sahabat beliau yang berkata, “Kami inilah yang lebih berhak akan emas ini daripada mereka!”
Kata-kata itu lalu sampai kepada Nabi (saw), maka beliau bersabda, “Apakah kalian tidak mempercayai aku, padahal aku ini orang yang terpercaya di kalangan penduduk langit dan berita langit datang kepadaku setiap pagi dan sore?”
Lalu berdirilah seseorang yang bermata cekung, benjol tulang pipi dan dahinya, lebat jenggotnya, gundul kepalanya dan menyingsingkan lengan pakaiannya, kemudian dia berkata, “Wahai Rasulullah, takutlah kepada Allah!”
Beliau menjawab, “Celakalah kamu, bukankah aku orang yang paling patut dari penduduk bumi ini untuk bertakwa kepada Allah?”
Setelah itu, orang itu berpaling, lalu Khalid berkata, “Wahai Rasulullah, izinkanlah saya memenggal leher orang itu!”
Beliau menjawab, “Jangan, barangkali dia mengerjakan sholat.”
Khalid berkata, “Banyak sekali orang mengerjakan sholat hanya di mulutnya saja, tetapi di hatinya berlainan!”
Rasulullah (saw) bersabda, “Sesungguhnya, aku tidak diperintahkan untuk meneliti hati manusia dan tidak pula untuk membedah dada mereka.”
Kemudian saat orang itu berpaling, beliau menatapnya dengan tajam seraya bersabda, “Sesungguhnya akan lahir dari keturunan orang ini suatu kaum yang hanya pandai membaca Kitab Allah, tetapi tidak meresap ke dalam hatinya (jiwanya); mereka lepas dari agama Islam, seperti lepasnya anak panah dari busurnya.”
Saya mengira beliau bersabda, “Andaikata aku mendapati mereka, pasti aku akan perangi sebagaimana memerangi Tsamud.”
Dalam hadits riwayat lain:
Setelah perang Hawazin, Dzul Khuwaishirah (Hirqush bin Zuhair as Sa’di) mendekati Nabi (saw) yang sedang membagi harta rampasan perang lalu berkata, “Bagilah dengan adil, wahai Muhammad! Sebab engkau belum berlaku adil.”
Mendengar itu, Nabi (saw) menjawab, “Celakalah kau! Lalu siapa yang bisa berlaku adil, jika aku saja tak mampu?”
Melihat kejadian itu, Umar bin Khathab (ra) bangkit membela Rasulullah (saw) dan berkata, “Wahai Rasulullah, sungguh dia orang munafik. Karena itu, izinkan aku memenggal lehernya!”
Rasulullah (saw) menjawab, “Biarkan saja dia, karena dia memiliki sejumlah pengikut dimana salah seorang dari kalian akan menganggap remeh sholatnya dibanding sholat mereka dan menganggap remeh bacaan Al Qur’annya dibanding bacaan mereka. Tetapi mereka keluar dari agama seperti anak panah keluar dari busurnya. Mereka juga memberontak suatu golongan umat ini. Mereka akan dibunuh oleh kelompok pertama dari dua kelompok besar, dengan alasan yang benar. Pemimpin mereka adalah Al Mukhaddaj (Dzu Tsadiyyah)?”
Tuduhan bahwa Rasulullah (saw) berlaku tidak adil berasal dari banyaknya harta rampasan yang diberikan kepada orang-orang Mekah dibanding kepada para sahabat beliau yang selama ini mendampingi dalam berjihad. Ternyata harta rampasan yang diberikan kepada orang-orang Mekah adalah dalam rangka membujuk keimanan mereka yang masih lemah agar tetap dalam Islam. Sedangkan bagi para sahabat, bukankah cukup Allah dan Rasul-Nya, karena hanya dengan keutamaan dan pemberian Allah lah mereka bergembira.
QS Yunus 10 ayat 57-58: Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran (maw’idhatun) dari Rabb-mu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.
Katakanlah, “Dengan keutamaan Allah (fadhlillah) dan dengan pemberian (rahmat)-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Keutamaan (Fadhl) dan pemberian (rahmat)-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.”
Dalam kisah lainnya[7]:
Anas (ra) bertutur, “Seorang lelaki pernah disebut-sebut di hadapan Rasulullah (saw). Orang tersebut memiliki kesungguhan dan semangat dalam perang.
Rasulullah  (saw) mengatakan “Aku tidak mengetahui orang tersebut.”
Anas (ra) mengatakan, “Ciri-ciri lelaki tersebut adalah begini dan begitu.”
Beliau (saw) tetap menjawab, ”Aku tidak mengetahuinya.”
Ketika  kami tengah membincangkan hal tersebut, seorang lelaki muncul. Lalu Anas (ra) mengatakan, “Inilah dia orangnya, wahai Rasulullah (saw).”
Beliau (saw) tetap menjawab, ”Aku tidak mengetahuinya. Namun sesungguhnya pada abad ini akan ada setan dengan ciri hitam kemerahan.” Ketika orang tersebut mendekat, dia mengucapkan salam kepada Nabi (saw) dan Nabi (saw) membalasnya. Rasulullah (saw) berkata kepadanya, “Bersumpahlah kepada Allah, apakah ketika kamu muncul kepada kami, dalam hatimu terbersit bahwa tiada seorang pun dari kaumku ini yang lebih utama daripada kamu?”
Ia menjawab, “Ya benar – dalam hatiku terbersit demikian – wahai Rasulullah (saw).” Ia pun masuk masjid dan sholat.”
Jabir (ra) menceritakan, seorang lelaki melewati Rasulullah (saw). Orang-orang pun membicarakan dan menyanjung kebaikan dia. Abu Bakar (ra) menuturkan, “Sesungguhnya Rasulullah (saw) pernah melewati orang tersebut ketika dia sedang sujud. Ketika itu Rasulullah (saw) bergegas pergi untuk menunaikan sholat. Usai menyelesaikan sholat, beliau kembali kepada orang tersebut. Ternyata orang itu masih dalam keadaan bersujud. Rasulullah (saw) besabda, “Siapakah yang dapat membunuh orang ini?”
Dalam redaksi yang lain disebutkan:
Rasulullah (saw) berkata kepada Abu Bakar (ra), “Wahai Abu Bakar, berdiri dan bunuhlah orang tersebut!”
Maka Abu Bakar masuk ke dalam masjid dan mendapati orang tersebut sedang berdiri sholat. Abu Bakar bergumam dalam hatinya, “Sesungguhnya dalam sholat ada hak-hak Allah yang mesti dijaga dan ditunaikan. Lebih baik aku berkonsultasi terlebih dahulu terhadap Nabi (saw).”
Beliau (Nabi (saw)) bertanya, “Sudahkah engkau membunuhnya?”
Abu Bakar (ra) menjawab, “Belum, karena aku melihatnya sedang sholat. Menurutku, sesungguhnya dalam sholat ada hak-hak Allah yang mesti dijaga dan ditunaikan. Jika aku berkeinginan untuk membunuhnya, aku pasti telah membunuhnya.”
Nabi (saw) berujar, “Engkau bukan orang yang mampu melakukannya. Pergilah engkau wahai Umar (ra), dan bunuhlah orang orang itu!”
Umar pun masuk masjid. Ternyata orang itu sedang bersujud sehingga Umar menunggunya cukup lama. Kemudian Umar bergumam, “Sesungguhnya dalam sujud terdapat hak Allah yang mesti dijaga.” Maka Umar (ra) kembali. “Seandainya aku berkonsultasi kepada Rasulullah (saw), sesungguhnya orang yang lebih baik dariku pun telah melakukannya.” Maka Umar (ra) mendatangi Rasulullah (saw).
Beliau (saw) bertanya, “Sudahkah engkau membunuhnya?”
Umar (ra) menjawab, “Belum, wahai Rasulullah (saw). Karena aku melihat dia sedang bersujud. Dan menurutku, sujud memiliki hak yang mesti dijaga. Jika aku berkehendak untuk membunuhnya, aku pasti telah melakukannya.”
Rasulullah (saw) bersabda, “Engkau bukan orang yang mampu melakukannya. Berdirilah wahai Ali (kw) dan bunuhlah olehmu jika kamu mendapati orang tersebut!”
Maka Ali (kw) pergi menuju orang tersebut. Ternyata orang tersebut telah keluar dari masjid. Akan tetapi Ali kembali menuju Rasulullah (saw).
Lalu beliau (saw) bertanya kepada Ali (kw), “Sudahkah engkau membunuhnya?”
Ali (kw) menjawab, “Belum.”
Orang inilah yang terbunuh dalam perang Nahrawan melawan Ali (kw), yaitu Dzu Tsadiyyah (Al Mukhaddaj).
Rasulullah (saw) bersabda, “Seandainya orang tersebut dibunuh hari ini, maka dua orang dari kalangan umatku tidak akan berselisih, sampai Dajjal keluar.”
Dalam redaksi lain disebutkan:
“Maka (fitnah Dajjal) akan menjadi fitnah pertama sekaligus terakhir.”
[ya Allah, kami berlindung kepada Engkau dari segala fitnah]


[1] Perang Nahrawan – Juli 658 M sebagaimana dikisahkan oleh Ali Audah, Ali bin Abi Talib, Litera AntarNusa, hal 292 - 297
[2] Kw singkatan dari karamallahu wajhah
[3] SWT singkatan dari Subhanahu Wa Ta’ala
[4] Zaki Al-Din ‘Abd Al=Azhim Al-Mundziri, Ringkasan Shahih Muslim. Mizan, 2009, hal 292-293
[5] Ra singkatan dari radhiyallahu ‘anhu
[6] saw singkatan dari Shallalahu ‘alaihi wasalam
[7] Syaikh Musthafa Muhammad Abu al Mu’athi, Dahsyatnya ramalan Rasulullah – Kumpulan Hadis Lengkap Rasulullah (saw) tentang Masa Depan Umat dan Dunia (terjemahan dari kitab Nubuat Al-Rasul), Salamadani, 2012

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Orang Jawa Menjelaskan Hakekat Manusia

Menyaksikan Keberadaan Rabbul 'alamin

Sugeng Kondur Bapak (Bapak Mas Supranoto)