Dari hadits di atas Nabi (saw) telah mengingatkan kita akan
adanya dua jenis fitnah yang akan membuat manusia menjauhi Allah dan
berpecah-belah.
Fitnah
yang pertama diduga berasal dari kecenderungan umat manusia yang mengikuti
pikirannya. Bukankah pikiran itu selalu membahas benar-salah? Yang pada
ujungnya adalah membenarkan dirinya dan menyalahkan yang berbeda dengan
dirinya. Pikiran yang kalau tidak ditundukkan
kepada Allah akan terhijab dari hatinya.
QS
Al Anfaal 8 ayat 24: Hai orang-orang yang
beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu
kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, ketahuilah bahwa sesungguhnya
Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nya lah kamu akan dikumpulkan.
Sedangkan
agama semestinya berujung kepada akhlak mulia, yaitu yang berasal dari
kedalaman jiwa, berupa ketulusan, dan bukan dari suatu akhlak yang dibuat-buat
atau direka-reka oleh pengetahuan.
QS Al Bayyinah 98 ayat 4-5:
Dan
tidaklah berpecah belah orang-orang yang didatangkan Al Kitab (kepada mereka)
melainkan sesudah datang kepada mereka bukti yang nyata.
Padahal
mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan
kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan
shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.
Dalam kasus tuduhan bahwa Rasulullah
(saw) telah berlaku tidak adil adalah tuduhan dari orang-orang yang duduk dalam
pikirannya. Dimana keadilan dimaknai sama rasa sama rata, sesuai arti kata
“’adl”. Sedangkan menurut Al Qur’an, seringkali kata yang digunakan adalah
“qisth”, yaitu menempatkan pada bagiannya. Pengertian keadilan (qisth)[1]
model ini akan sulit diterima bagi Dzul Khuwaishirah dan kelompoknya yang
dipimpin oleh Al Mukhaddaj (Dzu Tsadiyyah), yang mengandalkan pikirannya dengan
persepsi harus dibagi secara merata bukan sesuai porsinya.
Dengan
semakin berkembangnya pendidikan, semakin berkembang pula pikiran manusia yang
pada akhirnya pikiran ini lah yang mendominasi kehidupan umat manusia. Jiwa
yang semestinya menjadi tuan atas diri sendiri akan menjadi budak dari pikiran
kita. Sedangkan pikiran kita tergantung kepada nilai-nilai yang diterima selama
proses pendidikan tersebut, baik itu berasal dari pendidikan keluarga,
masyarakat ataupun lembaga pendidikan.
Dampaknya bagi mereka yang berpikiran
merasa paling benar adalah tumbuhnya penilaian
atas benar-salah.
Mereka akan menyerang yang berbeda pandangan. Ini mendorong terjadinya teror kepada yang berbeda pandangan.
Teror adalah kondisi takut yang nyata.
Terorisme adalah upaya terkoordinasi untuk menebarkan rasa takut. Contoh-contoh
teror diantaranya adalah tindakan kekerasan (represi) individu atau kelompok
untuk memaksakan kehendak. Tindakan (hegemoni) atasan (superior) kepada bawahan
(inferior) yang membuatnya takut dipecat, sehingga patuh melaksanakan apa saja
yang diperintahkan bahkan harus melanggar aturan sekali pun. Secara tidak sadar,
atasan-atasan seperti ini menjadi Ilah baru bagi
mereka-mereka yang berjiwa inferior. Pejabat pemerintahan yang mempergunakan
kewenangan yang dimilikinya untuk mendapatkan keuntungan pribadi adalah juga
bentuk teror. Bahkan dominasi orang yang ahli debat pun termasuk para penghina
bisa menjadi teror buat yang lainnya. Termasuk para guru dimana saja yang mengawali proses belajar
mengajar dengan sengaja atau tidak telah membentuk murid-muridnya dengan
karakter inferior, karena dialah yang paling tahu, paling benar, dialah yang
superior. Barangkali ini yang membuat banyaknya anak-anak sekolah yang
mengalami kesurupan. Akibat dari pelemahan jiwa sehingga tidak mampu menguasai
diri, lalu menjadi kalap atau terkuasai oleh makhluk lain.
Sedangkan Nabi (saw) memberikan nasehat, “Sungguh tidak beriman seseorang yang tidak
bisa memberikan rasa aman kepada tetangganya.” Jadi orang beriman itu
memberikan rasa aman, bukan berupaya secara sistematis menciptakan kondisi
takut yang nyata, agar
orang tunduk dan patuh kepadanya.
Namun kita sebagai orang yang beriman
kepada Allah, tidak bisa diteror karena rahmat dari Allah.
QS Al Baqarah 2 ayat 62: Sesungguhnya
orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang
Shabiin, siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari
kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Rabb mereka,
tidak ada kekhawatiran kepada mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
Pada kenyataannya berbagai fitnah telah
bertebaran di muka bumi dan umat manusia mengalami kebingungan. Riwayat yang menyebutkan
terjadinya fitnah ini adalah sebagaimana yang dikisahkan dari Abdullah bin
‘Umar bahwasanya ia berkata: “Suatu
ketika kami duduk-duduk di hadapan Rasulullah (saw) memperbincangkan soal
berbagai fitnah, beliau pun banyak bercerita mengenainya. Sehingga beliau juga
menyebut tentang Fitnah Ahlas. Maka,
seseorang bertanya, “Apa yang dimaksud dengan fitnah Ahlas?” Beliau menjawab, “Yaitu fitnah
pelarian dan peperangan. Kemudian Fitnah Sarra’, kotoran atau asapnya berasal dari bawah kaki seseorang
dari Ahlubaitku, ia mengaku dariku, padahal bukan dariku, karena sesungguhnya
waliku hanyalah orang-orang yang bertakwa. Kemudian manusia bersepakat pada
seseorang seperti bertemunya pinggul di tulang rusuk, kemudian Fitnah
Duhaima’ yang tidak membiarkan ada seseorang dari umat ini kecuali
dihantamnya. Jika dikatakan: “Ia telah selesai”, maka ia
justru berlanjut, di dalamnya seorang pria pada pagi hari beriman, tetapi pada
sore hari menjadi kafir, sehingga manusia terbagi menjadi dua kemah, kemah
keimanan yang tidak mengandung kemunafikan dan kemah kemunafikan yang tidak
mengandung keimanan. Jika itu sudah terjadi, maka tunggulah kedatangan Dajjal
pada hari itu atau besoknya.”[2]
Nampaknya fitnah Ahlas berupa perpecahan umat
Islam dengan munculnya berbagai macam kelompok atau aliran. Dimana pintu dari
fitnah ini adalah Umar (ra).
Sedangkan fitnah Sarra’ nampaknya muncul ketika
dua orang yang mengaku sebagai Syarif bekerja sama dengan Inggris untuk membebaskan
Arab dari Turki. Mereka adalah Amir Faisal putra dari Syarif Hussein penguasa
Hijaz yang berhasil membebaskan Arab dari Turki pada 31 Oktober 1918.
Penggunaan nama Syarif mengindikasikan bahwa mereka mengaku sebagai keturunan
Nabi (saw), namun pengakuan itu ditolak oleh Nabi berdasarkan hadits di atas.
Mereka berkuasa hanya beberapa tahun sebelum dikalahkan oleh dinasti Al Saud
dan berdirilah kerajaan Arab Saudi hingga sekarang. Dan semenjak itu,
kemakmuran dan kesejahteraan melanda seluruh dunia. Berarti fitnah Sarra’
menunjukkan bahwa manusia menjadi lalai karena kenikmatan dunia.
Sedangkan saat ini dengan jatuhnya harga minyak,
mengakibatkan kemakmuran berkurang. Timbul kelompok-kelompok yang mengaku nabi,
rasul, wali bahkan kelompok-kelompok yang mengaku mempersiapkan kedatangan Imam
Mahdi. Dan kita akan kebingungan mengikuti siapa.
Ingatlah firman Allah agar kita selamat, yaitu
berpeganglah kepada Buhul tali Allah.
QS Al Baqarah 2 ayat 256: Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama
(Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat.
Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah,
maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang
tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Fitnah
yang kedua diduga berasal dari kecenderungan manusia untuk malas dalam berjuang
dan sibuk mengejar kesenangan duniawi. Bilamana
ada orang atau makhluk yang
mampu memberikan apa yang mereka maui, maka mereka akan rela menyerahkan
dirinya bahkan mempertuhankan orang atau makhluk tersebut.
Itulah peran Dajjal[3] dengan
segala keajaiban yang akan ditampilkannya. Dia akan membuat kaya raya orang yang mengikutinya dan sebaliknya. Dia
akan memenuhi segala hawa nafsu orang-orang yang mengikutinya, termasuk
menyelesaikan masalah-masalah kehidupan orang-orang yang mencintai dunia.
Dajjal Al Masih digambarkan oleh Rasulullah (saw) bahwa mata sebelah
kanan buta dan mata kirinya seperti sebutir biji buah anggur yang mengapung.
Dajjal Al Masih berambut sangat keriting. Dajjal mempunyai dua sungai yang
mengalir. Yang satu kelihatan oleh mata mengalirkan air putih bersih, sedang
yang satu lagi kelihatan bagaikan api yang sedang bergejolak yang sedang
mengalir. Siapa yang menemukannya, hendaklah didatanginya sungai yang kelihatan
seperti api menyala. Picingkan mata, tundukkan kepala dan minumlah airnya, maka
sesungguhnya itu adalah air sejuk. Dajjal antara kedua matanya terdapat tulisan
“kafir”, yang dapat dibaca oleh setiap mukmin. Kecepatan Dajjal
seperti hujan ditiup angin. Dajjal juga digambarkan memiliki kemampuan
menurunkan hujan, membuat suatu daerah menjadi makmur kalau mereka beriman
kepadanya. Atau menjadi kering kerontang bilamana tidak beriman kepadanya.
Dalam mitologi Jawa juga terdapat tokoh-tokoh yang menjadi
utusan Dajjal, yaitu Sabdopalon dan Noyogenggong. Kedua tokoh ini dipopulerkan
dan dijadikan pahlawan bahkan dinanti kedatangannya kembali. Kisah perihal ini
tertuang dalam serat Dharmagandul (sumber: situs “Alang-Alang
Kumitir”). Dalam serat
tersebut dikisahkan tentang Sunan Kalijaga dengan
Raja Brawijaya dari Majapahit yang masuk Islam, namun kedua pengikut setianya
yang bernama Sabdopalon dan Nayagenggong tidak bersedia. Berikut adalah
terjemahan bebasnya dialog tersebut:
Berkata Sabdopalon kepada Sang Prabu, “... Paduka sudah terlanjur
terperosok, bersedia menjadi Jawan, suka menyerupai, suka ikut menumpang, tanpa
guna saya asuh, saya malu kepada bumi langit, malu mengasuh orang hina, saya
akan mencari anak asuh yang bermata satu, tidak suka mengasuh paduka. Kalau
saya bermaksud mengeluarkan keperwiraan, air saya kentuti sekali saja, sudah
menjadi wangi. Kalau paduka tidak tahu, yang disebut dalam pemegang kekuatan
Jawa, nama Manik Maya adalah saya, yang membuat kawah air panas di atas
gunung-gunung Mahameru itu semua saya, adik Bathara Guru hanya mengiyakan saja,
pada waktu itu tanah Jawa daratan berguncang, karena besarnya api yang berada
di bawah daratan, gunung-gunung semua saya kentuti, selanjutnya puncaknya terus
tembus berlubang, apinya banyak yang keluar, maka tanah Jawa kemudian tidak
gempa, maka gunung-gunung yang tinggi puncaknya, semua keluar apinya serta
kemudian muncul kawahnya, berisi air panas dan air tawar, itu adalah saya yang
berbuat, semua itu atas kehendak Latawalhujwa, yang membuat bumi dan langit.
Apa kekurangan agama Buddha, orang bisa berbicara langsung dengan Yang Maha
Kuasa. Paduka tahu, kalau sudah berganti agama Islam, meninggalkan agama
Buddha, keturunan paduka tentu akan sial, Jawa tinggal Jawan, Jawanya hilang,
suka menumpang bangsa lain. Nanti pasti diperintah oleh orang Jawa yang
memahami.
...
Sabdopalon mengucap
sedih, “Saya ini Ratu Dhang Hyang yang menjaga tanah Jawa. Siapa yang menduduki
kekuasaan, menjadi asuhan saya. Mulai dari leluhur paduka dulu, Sang Wiku
Manumanasa, Sakutrem dan Bambang Sakri, turun-temurun hingga sampai sekarang,
saya mengasuh penguasa tanah Jawa. Saya kalau tidur bisa 200 tahun, selama saya
tidur pasti ada peperangan saudara melawan saudara, yang nakal semua akan makan
manusia, sama makan bangsanya sendiri, hingga saat ini, umur saya sudah 2000
lewat 3 tahun. (Saya) mengasuh penguasa Jawa, tidak ada yang berubah agamanya,
teguh mengingat yang pertama membenarkan agama Buddha. Baru paduka yang
berkehendak meninggalkan pegangan luhur Jawa. Jawa artinya memahami, sekedar
menerima bernama Jawan, suka ikut menumpang, niatnya membuat gagal moksa paduka
nanti.”
...
Sabdopalon
menyampaikan bahwa akan memisahkan diri, ketika ditanya akan pergi kemana,
jawabnya tidak pergi, namun tidak menetap di situ, hanya menetapi nama Semar,
meliputi semua wujud, terang sekali tertutup cahaya. Sang Prabu diminta
menyaksikan, kalau di kemudian hari ada orang Jawa bernama tua (dihormati),
bersenjata pengertian, yaitu yang diasuh oleh Sabdopalon, orang Jawan akan
diberi pelajaran memahami benar salah.
Saat ini banyak orang yang memiliki kemampuan untuk
menghasilkan kekayaan bagi orang lain, waktunya hanya disibukkan untuk mencari
kekayaan bagi dirinya sendiri dan orang-orang lain. Pergerakan manusia-manusia
yang mengejar kekayaan duniawi sangatlah cepat, yaitu dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi. Jauh berbeda dengan
keadaan di wilayah Mekah dan Madinah, kami amati saat di sana masyarakatnya relatif terbebas dari pergerakan manusia-manusia seperti ini. Di
daerah-daerah tersebut, orang-orang masih tersibukkan dalam beribadah kepada
Allah. Sibuk dalam tekad perjuangan mereka untuk mengenal dan menyembah Allah. Sampai-sampai istri saya menginginkan kami menetap di
Madinah kalau sudah pensiun.
Saat ini Dajjal mungkin masih berupa cerita atau mitos,
dimana bisa difahami bahwa mata kiri seperti buah anggur yang mengapung
melambangkan fokus kehidupannya adalah demi kesenangan akan segala kenikmatan
duniawi. Sedangkan mata kanan yang buta menandakan ketidak-pedulian akan
kehidupan akhirat. Dia digambarkan memiliki sungai, dimana sungai selalu berada
di sisi lembah yang merupakan lambang kenikmatan. Ini bisa dimaknai bahwa
Dajjal menarik manusia agar terjebak ke dalam kenikmatan duniawi dan melupakan kehidupan
akhirat, melupakan Allah.
Berarti tidak beda dengan Sabdopalon yang merupakan
utusan dari Lattawalhujwa yang mengaku membimbing orang-orang Jawa dalam hal
kekuasaan duniawi. Yang mengajak agar orang Jawa bisa berbicara langsung dengan
Tuhannya
(Lattawalhujwa yang dianggap sebagai Yang Maha Kuasa – Sang Hyang Wenang).
Sabdopalon pun ternyata juga hanya bersedia membimbing orang-orang yang bermata
satu (Dajjal),
yakni yang hanya melihat kebenaran (versi duniawi).
QS An Najm 53 ayat 19–20: Maka apakah patut kamu
(hai orang-orang musyrik) menganggap Al Lata dan Al Uzza dan Manah yang ketiga,
yang paling terkemudian?”
Berambut sangat keriting melambangkan seseorang atau
orang-orang yang sangat mengandalkan kemampuan otaknya. Otak selain memiliki kemampuan
menganalisa benar salah, memang juga
memiliki kemampuan daya cipta. Otak memang luar biasa, namun otak hanya bisa melakukan aktifitasnya bilamana ada input
data yang diberikan kepadanya. Otak juga
merupakan pusat kontrol manusia dalam pergerakan aktifitas manusia, dengan demikian orang-orang bisa dengan mudah terkuasai bilamana kita kalah dalam beradu argumentasi
pikiran.
Bilamana dihubungkan dengan pesan Brawijaya kepada Sunan
Kalijaga bahwa Sabdopalon akan kembali 500 tahun lagi, berarti diperkirakan tahun
2017/2018
lah mereka berdua akan hadir kembali
mempersiapkan kedatangan tuannya yang bermata satu. Kebetulan berdasarkan
pengamatan kami, orang-orang Jawa telah semakin banyak yang
beragama pakerti, yakni agama pikiran. Yaitu mulai munculnya terorisme di Indonesia atau
kelompok orang-orang yang sedemikian kejam kepada yang
berbeda pendapat bahkan tidak segan-segan melakukan pembantaian terhadap yang
berbeda faham, semisal bom bunuh
diri.
Alhamdulillah bangsa ini masih dalam lindungan Allah, sehingga peran mereka nampak
mulai berkurang. Meski demikian kita tidak boleh lengah. Karena kalau kami
perhatikan, orang-orang Jawa yang berada di sisi barat,
mereka sudah mulai terjebak dalam mengejar kenikmatan duniawi. Orang-orang Jawa
sisi tengah pun sudah mulai ikut-ikutan mengejar dunia. Tinggal sisi timur yang
masih bertahan, terutama di tempat matahari terbit (Khurasan?).
Kita jangan menganggap remeh mitologi ini karena menurut
pengamatan kami, proses perwujudan segala sesuatu diawali dengan mitos, lalu
menjadi ilmu, lalu terwujud, selanjutnya hilang menjadi ilmu sejarah dan
kembali menjadi mitos lagi. Dan pada kenyataannya mampukah kita menolak orang yang mampu memberikan
kemakmuran dan kesejahteraan di dunia ini? Sedangkan di saat bersamaan umat kita semakin
merindukan pemimpin-pemimpin yang mampu memakmurkan dan mensejahterakan umat
kita? Lihatlah
iklan-iklan kampanye, semuanya menjanjikan kemakmuran, kemudahan. Tidak ada
iklan kampanye yang menjanjikan pembangunan karakter manusia.
[1] Keadilan adalah kata jadian dari kata "adil"
yang terambil dari bahasa Arab
"'adl". Kamus-kamus bahasa Arab menginformasikan bahwa kata ini pada mulanya berarti "sama".
Keadilan
diungkapkan oleh Al-Quran antara lain dengan kata-kata al-'adl, al-qisth, al-mizan, dan dengan
menafikan kezaliman, walaupun
pengertian keadilan tidak selalu menjadi antonim kezaliman. 'Adl, yang berarti "sama", memberi kesan adanya dua pihak atau lebih; karena jika hanya satu
pihak, tidak akan terjadi
"persamaan".
Qisth arti
asalnya adalah "bagian" (yang wajar dan patut). Ini tidak harus mengantarkan adanya "persamaan".
Bukankah bagian dapat saja
diperoleh oleh satu pihak? Karena itu, kata qisth lebih umum daripada kata 'adl, dan karena itu pula
ketika Al-Quran menuntut
seseorang untuk berlaku adil terhadap dirinya
sendiri, kata qisth itulah yang digunakannya. (Quraish Shihab)
[2] HR. Abu Dawud, Kitabul Fitan no. 4242, Ahmad
2/133, Al-Hakim 4/467, Dishahihkan syaikh Al-Albani dalam Shahih Jami’
Shaghir no. 4194, Silsilah Ahadits Shahihah no. 974.
[3] Dajjal
Al Masih digambarkan oleh Rasulullah (saw) sebagaimana ditulis
dalam Ringkasan Hadits Muslim susunan Zaki Al-Din ‘Abd Al-Azhim Al-Mundziri no
79 bahwa mata sebelah kanan buta dan mata kirinya seperti sebutir biji buah
anggur yang mengapung. Dajjal Al Masih berambut sangat keriting. Sedangkan
dalam kitab Terjemah Hadits Shahih Muslim oleh Ma’mur Daud no 2478 bahwa Dajjal
mempunyai dua sungai yang mengalir. Yang satu kelihatan oleh mata mengalirkan
air putih bersih, sedang yang satu lagi kelihatan bagaikan api yang sedang
bergejolak yang sedang mengalir. Siapa yang menemukannya, hendaklah
didatanginya sungai yang kelihatan seperti api menyala. Picingkan mata,
tundukkan kepala dan minumlah airnya, maka sesungguhnya itu adalah air sejuk.
Dajjal antara kedua matanya terdapat tulisan ‘kafir’, yang dapat dibaca oleh
setiap mukmin. Dalam hadits no 2480 dijelaskan Rasulullah (saw) bahwa kecepatan
Dajjal seperti hujan ditiup angin. Dajjal juga digambarkan memiliki kemampuan
menurunkan hujan, membuat suatu daerah menjadi makmur kalau mereka beriman
kepadanya. Atau menjadi kering kerontang bilamana tidak beriman kepadanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar