Dalam masyarakat Hindu dikenal kasta
yang sayangnya untuk menyatakan kelompok strata masyarakat berdasarkan
kelahiran. Semestinya itu adalah untuk menyatakan tingkat sikap dan tekad
perjuangan masing-masing individu.
Orang-orang yang selalu memikirkan
kesuksesan masyarakat dalam mewujudkan qiblat dan Baitullah adalah kelompok
guru atau pendeta. Kelompok yang selalu memikirkan kemakmuran masyarakat adalah
kelompok penguasa. Kelompok yang membantu para raja adalah kelompok aparat dan
ada juga pedagang. Sedangkan rakyat jelata
adalah mereka yang mengambil keuntungan bagi diri dan keluarganya saja.
Namun sebenarnya itu merupakan proses
perjalanan kehidupan setiap orang, yang dimulai dari ketidak-mampuan seperti
bayi dan seterusnya hingga mencapai kecerdasan dan kekuatan dan berujung kepada
kebijaksanaan atau hikmah sebelum kembali kepada Yang Kuasa (kematian).
Hidup manusia adalah dihidupkan
berarti bukan mengakhiri hidup sendiri, karena itu adalah tanda kekalahan.
Dalam perjalanannya banyak orang yang menyerah bahkan menyerah kepada
ketidak-mampuan memenuhi hasrat kemauannya. Padahal secara fitrah orang hidup
adalah untuk mewujudkan cita-cita. Bahkan sekarang pun muncul bom bunuh diri
yang sepertinya adalah bentuk kebosanan akan kehidupan dunia dan tergesa-gesa
mengharapkan surga.
Padahal hidup di dunia adalah untuk digembleng
agar “saya” mengerti akan jati dirinya, yaitu sebagai yang dikuasai. Tentunya
dengan kesadaran baru bahwa “saya” adalah yang dikuasai, maka sudah sepantasnya
“saya” selalu bersedia menjadi pelaksana atas kehendak Kuasa. Kesadaran ini
semestinya dicapai dalam kehidupan di dunia ini, yang merupakan Narloka atau
tempat api dan berfungsi sebagai penggembleng “saya” agar sadar diri. Oleh
karena itu manfaatkanlah waktu sekarang untuk hidup yang akan datang. Yaitu
melalui dharma untuk pribadi, dharma untuk keluarga, dharma untuk masyarakat,
dharma untuk negara dan dharma untuk Tuhan Yang Maha Kuasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar