Penciptaan Manusia 2/3 (Islam Itu Universal)



Bilamana manusia sudah akil balik, yang berarti sudah bisa mempertanggungjawabkan dirinya, maka proses kedewasaannya akan berlangsung secara bertahap pula. Pada tahap pertama, diri manusia atau jiwa manusia akan terikat kepada jasmaninya. Pada tataran ini, jasmani hanya memiliki aturan yakni dipuaskan. Misalnya pada saat perut kita lapar, maka yang diinginkannya adalah mengisi kekosongan perut, yakni dengan melahap makanan. Demikian pula bilamana syahwat kita muncul maka akan menghasilkan dorongan yang sama, yakni dipuaskan. Karena aturannya hanya satu yaitu dipuaskan, maka pada posisi ini, kita disebut dengan lebih rendah daripada binatang ternak (mamalia), yakni binatang dari jenis reptilia.
QS Al A’raaf 17 ayat 179:
Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.
Di atas jasmani manusia, kita juga memiliki kemampuan akal-budi, perasaan dan daya cipta. Dengan kemampuan ini, maka kualitas kehidupan kita akan meningkat, dimana kita banyak mengembangkan teknologi demi kepuasan lebih. Bilamana dengan jasmani saja, maka kita hanya mengambil apa yang ada, sedangkan dengan kemampuan yang kita miliki, maka kita bisa menggapai kenikmatan lebih. Ambil contoh makanan, kita bisa menikmati makanan dari alam, yang dimasak, atau yang disajikan dengan cita rasa yang tinggi. Ini sebenarnya untuk menunjukkan bahwa nikmat Allah tak terbatas. Permasalahannya adalah dengan adanya kemampuan ini, maka akan timbul sikap membanggakan diri, merendahkan yang lain dan mencela. Selain itu, dengan kemampuan, kita cenderung untuk mengakali agar tujuan kita terpenuhi.
Meski kemampuan itu hebat, namun kemampuan hanya berguna saat ada perintah, yaitu kehendak. Kehendak ini yang mendorong kemampuan mengerahkan kekuatannya dan jasmani sebagai pelaksananya. Dengan kehendak tak terbatas ini, manusia mengembangkan peradaban, tanpa ada batasan, selain umur yang akan menghentikan upayanya. Kehendak yang tidak terbatas ini akan mendorong manusia melakukan eksploitasi terhadap alam, makhluk lain bahkan kepada sesama manusia. Tujuan dari kehendak juga sama, yaitu kenikmatan diri.
Istilah kenikmatan diri berarti ada yang dipuja, yang membuat semua pergerakan ini berlangsung, yang sangat dicintai bahkan disembah. Itulah diri manusia. Sang diri inilah yang menyebut dirinya dengan “aku”. Aku inilah yang mewakili jasmani, kemampuan, kehendak dan dirinya sendiri sebagai suatu totalitas manusia. Sang diri inilah yang mengetahui dan ikut menikmati semuanya.
Dalam dalil Al Qur’an dijelaskan proses penciptaan manusia seperti berikut:
QS Shaad 38 ayat 71-72: (Ingatlah) ketika Rabb-mu berfirman kepada Malaikat, “Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah. Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya ruhKu; Maka hendaklah kamu menyungkur dengan bersujud kepadanya.”
QS An Nahl 16 ayat 78: Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati/al af’idah, agar kamu bersyukur.
QS As Sajdah 32 ayat 7-11: Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan yang memulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina. kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya ruh-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati/al af’idah; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur. Dan mereka berkata, “Apakah bila kami telah lenyap (hancur) dalam tanah, kami benar-benar akan berada dalam ciptaan yang baru?” Bahkan mereka ingkar akan menemui Rabb-nya. Katakanlah, “Malaikat maut yang diserahi untuk (mencabut nyawa)-mu akan mematikanmu, kemudian hanya kepada Rabb-mulah kamu akan dikembalikan.”
QS Az Zumar 39 ayat 6: Dia menciptakan kamu dari seorang diri kemudian Dia jadikan daripadanya isterinya dan Dia menurunkan untuk kamu delapan ekor yang berpasangan dari binatang ternak. Dia menjadikan kamu dalam perut ibumu kejadian demi kejadian dalam tiga kegelapan. Yang (berbuat) demikian itu adalah Allah, Rabb kamu, Rabb yang mempunyai kerajaan. Tidak ada Rabb selain Dia; Maka bagaimana kamu dapat dipalingkan?
QS Al Mu’minuun 23 ayat 12-16: Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang  belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan Dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta yang paling baik. Kemudian, sesudah itu, sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan mati. Kemudian, sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan (dari kuburmu) di hari Kiamat.
Perbedaan antara manusia atau homo sapiens dengan homo erectus adalah adanya ruh yang dihembuskan dalam diri manusia, yang dengan itu, Allah menempatkan manusia sebagai wakil-Nya di bumi. Di sinilah missing link yang sulit diketemukan oleh para ahli genetika seperti Darwin. Bahkan dengan tegas penelitian dari Munich Re menyatakan tidak ada satu pun DNA manusia yang mirip DNA homo erectus. Bukankah Nabi Adam (as) diciptakan di surga?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Orang Jawa Menjelaskan Hakekat Manusia

Menyaksikan Keberadaan Rabbul 'alamin

Sugeng Kondur Bapak (Bapak Mas Supranoto)