Mencari hakekat alam-alam dengan kepastian

Adanya bumi, matahari, bulan, bintang, tumbuhan, hewan dan manusia menandai adanya kenyataan yang diketahui oleh manusia. Manusia mengetahui sesuatu melalui indrawi dan diafirmasi oleh memori. Bilamana memori tidak mengingatkan, maka manusia tidak bisa menyebut kenyataan tersebut atau tidak mengetahui. Demikian pula sebaliknya, kalau di memori ada, namun kenyataannya tidak ada. Dia pun bisa menyebut tetapi tidak mampu membuktikan. Oleh sebab itu kenyataan yang dapat kita indrai itu disebut dengan ilmu atau pengetahuan. Sedangkan kenyataan itu sendiri disebut dengan alam ciptaan (A1-A2-A3-A4-A5-A6-A7).

Dengan adanya kemampuan pikiran seperti mengingat (a5’’), mengerti (a6’’) dan akal (a7’’) untuk mencari cara, maka manusia mampu memasuki wilayah baru, yaitu alam imajinasi (A8-A9-A10). Melalui penyaksian adanya kejadian dan/atau peristiwa, maka manusia memperoleh pengetahuan. Kalau makhluk hidup lainnya bereaksi secara instingtif, manusia juga bisa namun manusia memiliki kelebihan menarik manfaat lebih dan mewujudkannya di alam ciptaan yang disebut dengan teknologi. Kemampuan menarik manfaat dari pengetahuan inilah yang disebut dengan pengertian. Pengertian masih menggantung di alam pikiran, lalu akal memberikan cara untuk mewujudkannya. Melalui pengertian dan akal ini, manusia menciptakan kenyataan atau peristiwa baru atau biasa disebut dengan istilah penemuan. Sehingga berkembanglah peradaban. Contoh sederhana adalah masalah penerangan. Zaman dahulu penerangan dihasilkan dengan memanfaatkan hasil alam seperti dengan membakar kayu kering, lalu berkembang menjadi obor lemak/minyak. Dengan teknologi muncul lampu listrik. Tanpa adanya pengertian akan listrik beserta rumus-rumusnya, maka tidak ada lampu listrik. Setelah pikiran mengerti, maka akal menunjukkan cara bagaimana mewujudkannya.

Dengan memahami kenyataan di atas, berarti ada alam di balik alam ciptaan Ilahi, yaitu alam pikiran atau alam imajinasi atau alam kesaksian. Dimana di alam tersebut kita temui adanya pengetahuan yang pasti (A8), pengetahuan yang belum pasti, masih diduga (A9) dan pengetahuan yang tidak bisa dipastikan (A10). Ketiganya adalah kepastian, sehingga tidak perlu dipertentangkan. Ketiganya bisa digunakan dan dimanfaatkan.

Kenyataannya, kebanyakan manusia terhenti di kedua alam tersebut. Semata-mata untuk mencari kesenangan diri. Sebagian ada yang menyadari bahwa kesenangan tersebut berasal dari Yang Kuasa, sehingga muncullah budaya kepercayaan kepada Yang Kuasa, Yang Gaib. Keberadaan Yang Gaib ini tidak bisa diketahui, karena memori tidak bisa menggambarkan. Pengertian pun tidak bisa menjelaskan, karena pengertian adalah pelaksana kuasa. Akal pun buntu, hanya bisa memberikan cara untuk mempercayai saja. Inilah yang disebut dengan alam Uluhiyyah atau alam ketuhanan.

Dari adanya kenyataan alam bahwa alam pun berproses, maka dari kacamata manusia diawali dari ide. Ide lalu disabdakan kepada diri untuk diwujudkan. Diri lalu terdorong untuk mewujudkan melalui daya cipta. Daya cipta ini akan menarik daya negatif menuju kepada kesimbangan atau netral dan kejadian atau peristiwa akan terwujud. Ini seperti atom, ada cita atom, ada netron yang merupakan sabda, ada proton yang merupakan daya cipta dan elektron daya negatif. Ini disebut alam perintah.

Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa alam adalah tempat pengetahuan. Dari penjelasan di atas kita mengenal empat alam, yaitu alam yang tidak kita ketahui, yaitu alam Ketuhanan. Di bawah-Nya terdapat alam perintah atau alam perintah yang didekati dengan teori. Lalu alam nyata atau alam semesta atau alam dunia. Atau bisa disebut juga dengan alam ciptaan. Selanjutnya terdapat alam kesaksian atau alam imajinasi atau alam pembuktian.

Dimanakah anda harus menempatkan diri?

 

Jakarta, 20 Agustus 2020; 1 Muharram 1442


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Orang Jawa Menjelaskan Hakekat Manusia

Menyaksikan Keberadaan Rabbul 'alamin

Sugeng Kondur Bapak (Bapak Mas Supranoto)