Hati Nurani Melawan Dajjal Filosofis

Siang itu bapak mertua memanggil karena ada keperluan yang sangat penting. Kepentingan ini ada hubungannya dengan tingkah laku umat yang sudah tidak layak. Dengan dalih agama dan mengatasnamakan Allah ada kelompok umat yang merasa benar sendiri dan berpotensi mengadu domba warga negera.

Pada saat tiba di tempat mertua, sudah ada pak Joni yang datang duluan. Kemudian tiba pula mas Dimas dan pak Basori. Setelah lengkap berempat, pak Basori dan mas Dimas diminta duduk di depan bapak. Kemudian bapak bertanya kepada mereka berdua perihal Kitab Suci dan Hati Nurani.

Saya yang saat itu duduk di sebelah kanan bapak, merasakan suasana yang tidak biasa. Sepertinya akan datang utusan Ilahi.

Setelah mendengar jawaban pak Basori dan mas Dimas, saya diminta duduk di depan bapak, diantara pak Basori dan mas Dimas. Pak Joni tetap di sebelah kiri bapak untuk menjadi saksi.

Bapak kemudian menyampaikan bahwa sedang menuju ke tempat kami bantuan yang datang dari Arab. Sosoknya memakai jubah putih dan bersorban. Namun saat bapak menyampaikan berita tersebut, utusan berjubah putih tersebut menuju ke laut selatan terlebih dahulu untuk menancapkan tongkatnya.

Suasana tidak biasa tersebut semakin kuat karena sang utusan telah tiba. Bapak kemudian menjelaskan maksud sang utusan, yang ternyata adalah malaikat, yaitu perihal Kitab Suci. Kitab Suci adalah bacaan yang bergantung tanpa gantungan, tidak bisa dikotori apalagi dirusak. Kitab Suci tersebut adalah hati nurani manusia. Hati nurani adalah Kitab Suci yang diturunkan oleh Allah Yang Maha Kuasa untuk menjadi pedoman hidup manusia.

Sepulang dari Banyuwangi dan saat duduk menunggu sholat Jumát, saya kepikiran bagaimana menyadarkan kembali rakyat Indonesia yang telah terpengaruh oleh pencatut agama bahkan berani mengatas-namakan Allah. Yang bersangkutan bahkan didukung oleh para ulama dan tokoh nasional. Pada saat itulah saya mendapat jawaban bahwa hanya dengan menyalakan hati nurani lah, maka rakyat Indonesia akan tersadar dan kembali kepada jalan kebenaran. Dengan upaya sebisa mungkin, saya menyalakan hati nurani saya dengan harapan bahwa Allah juga menyalakan hati nurani rakyat Indonesia.

Alhamdulillah, semenjak itu terjadilah perubahan suasana. Berangsur-angsur kesadaran rakyat Indonesia meningkat.

Beberapa minggu kemudian ketika pulang ke Banyuwangi, saat kami dan para sahabat berkumpul bersama bapak di tengah malam, tiba-tiba bapak memerintahkan Koko untuk mencari 3 buah durian yang bagus dan tidak boleh lewat dari jam 3 pagi. Alhamdulillah, dia berhasil membawa 3 buah durian walau ada satu yang kurang sempurna. Setelah bapak berdoa dan ditegaskan bapak agar Dajjal Filosofis yang menggelapkan hati nurani bangsa ini harus berhenti. Alhamdulillah yang bersangkutan pergi dan tidak kembali.

Apakah sebenarnya hati nurani? Hati nurani adalah hati yang bercahaya. Hati menggambarkan keadaan kejiwaan seseorang. Sedangkan nurani adalah cahaya yang menerangi. Dari manakah cahaya yang menerangi tersebut berasal? Cahaya tersebut berasal dari pikiran kita yang juga disebut sebagai Baitul Makmur atau tempat kesibukan Ilahi. Pada Baitul Makmur tersebut terdapat memori yang berisikan segala informasi tentang alam semesta ini, pengertian yaitu yang membuat manusia bisa menarik manfaat dari pengertian tersebut dan akal yang memberikan cara untuk mewujudkan cita-cita.

Bilamana digambarkan dengan rumus A – Jagad Pitu, hati (a6) yang padanya terdapat perasaan (a5’) atau emosi atau ghadhab adalah menurut Al Ghazalli dan kemauan (a6’) atau ambisi atau syahwat menurut Al Ghazali. Bilamana diri atau aku atau saya atau nafsu menguasai hati dan mengikuti perasaan (a5’), maka hidupnya akan seperti orang kerasukan jin. Sedangkan bilamana mengikuti kemauan (a6’), maka hidupnya akan kesetanan. Kalau ini dibiarkan seperti itu, maka hati (a6) akan semakin gelap dan semakin terkuasai oleh jin ataupun setan. Apalagi kalau sampai merambah ke pikiran (a7), maka yang muncul menguasai adalah watak Iblis.

Untuk mencegah hal tersebut, maka diri harus dibuat sadar. Kesadaran yang muncul dari pengamatan diri terhadap peristiwa berupa informasi dan bilamana diafirmasi oleh memori (a5’’) menjadi pengetahuan. Bilamana pengetahuan ini berhasil membawa manusia ingat bahwa ini semua adalah izin dari Yang Kuasa, maka disebut dengan dzikir. Dari keadaan teringat tersebut, kalau dihadapkan kepada Allah Yang Kuasa hingga memperoleh pengertian (a6’’) dan diturunkan ke dalam diri. Ini akan membuat kita tersadar. Tentunya pengertian (a6’’) akan terus bertanya, bagaimana merealisasikan pengertian tersebut menjadi wujud nyata yang bisa dinikmati? Di sinilah peran akal (a7’’) yang memberi solusi. Bilamana pengertian belum sampai, maka akal akan memberi solusi berupa kepercayaan (A10). Selanjutnya akal (a7’’) akan menyarankan untuk membuat teori, hingga teknik bahkan gambaran. Ini semua adalah ilmu (A9). Dari gambaran tersebut, maka bila diwujudkan akan menjadi realitas (A8) yang bisa dinikmati manusia.

Nikmatilah itu jangan malu-malu, jangan berpura-pura. Itu semua adalah nikmat Ilahi. Syukurilah, hingga terbukti bahwa cita-cita, ilmu dan realitas adalah satu kesatuan kebenaran yang disebut dengan Haqqul Yaqin.

Jadi hati (a6) yang diterangi oleh pikiran (a7) itulah yang disebut dengan hati nurani atau kitab suci umat manusia. Kitab suci yang telah diturunkan melalui para Nabi dan dituliskan merupakan referensi yang harusnya tetap kita jadikan sebagai sarana pembuktian juga bahwa bukan hanya kita, namun para Nabi pun membuktikan hal yang sama. Dengan demikian kita akan semakin yakin bahwa kita berada di jalan yang lurus, sebagaimana jalan para Nabi yang telah diakreditasi oleh Allah Yang Maha Kuasa.

QS Al A’raaf 7 ayat 3: Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Rabb-mu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya. Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran.

QS Al Maidah 5 ayat 68: Katakanlah: “Hai Ahli Kitab, kamu tidak dipandang beragama sedikitpun hingga kamu menegakkan ajaran Taurat, Injil dan Al Qur’an yang diturunkan kepadamu dari Rabb-mu.” Sesungguhnya apa yang diturunkan kepadamu dari Rabb-mu akan menambah kedurhakaan dan kekafiran kepada kebanyakan dari mereka, maka janganlah kamu bersedih hati terhadap orang-orang kafir itu.

 

 

Sidoarjo, 10 Agustus 2019; 9 Dzulhijjah 1440

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Orang Jawa Menjelaskan Hakekat Manusia

Menyaksikan Keberadaan Rabbul 'alamin

Sugeng Kondur Bapak (Bapak Mas Supranoto)