Sabtu, 18 Desember 2021

Hidup Sesudah Mati

Kebanyakan manusia tidak menyadari bahkan tidak percaya bahwa hidup di alam dunia sejatinya adalah hidup dalam neraka api.

Adalah fakta ilmiah bahwa alam dunia berasal dari keadaan tunggal yang sangat panas. Adalah fakta juga bahwa batuan atau tulang atau kayu bilamana saling digosokkan akan menghasilkan panas bahkan api. Dengan demikian, maka alam dunia sejatinya adalah berasal dari api yang memiliki sifat panas dan terang. Panas bisa dipandang sebagai sarana menghukum atau mematangkan. Sedangkan terang untuk menjelaskan.

Namun kenapa disebut dengan neraka?

Bukankah kenyataannya manusia itu sedang dimasak/digembleng menuju kepada kedewasaan atau kesempurnaan hidup? Jadi neraka disini yang dimaksud adalah tempat untuk mematangkan manusia agar tercerahkan.

Manusia dididik dari tidak mampu, menjadi mampu. Dididik dari tidak tahu menjadi tahu. Dididik dari tidak mau menjadi mau. Sejatinya dididik untuk menyadari akan adanya Yang Kuasa dan menyadari siapa dan apa perannya serta menjalaninya.

Di alam dunia, manusia masih diberi kesempatan untuk melakukan koreksi dan perbaikan atas apa yang telah dijalaninya.

Wahai manusia, ketahuilah dan sadarlah, mumpung masih hidup di alam dunia!

Setelah menjalani kehidupan di alam dunia, diri manusia akan memasuki alam kubur. Dirinya akan dipisahkan dengan raganya yang berasal dari alam api. Maka manusia selanjutnya akan memasuki alam yang tidak ada apinya, alias alam dingin dan gelap. Saya tidak tahu apa yang akan terjadi di sana. Kita yang masih hidup di alam dunia hanya bisa menduga-duga atau menebak-nebak.

Namun yang pasti, bagi manusia, hidup di alam yang dingin dan gelap adalah tidak mengenakkan. Selama masih mengalami ketidak-enakan hidup, maka manusia berada dalam neraka untuk dididik menjadi lebih baik lagi.

Kira-kira dengan cara bagaimana diri manusia dididik di alam dingin dan gelap? Bukankah tubuh, hati dan otaknya sudah hancur? Artinya sudah tidak ada lagi yang bisa dilakukan. Mungkin hanya tinggal kesadaran dirinya yang terpenjara dalam gelap dan dingin atau tercerahkan. Raganya sudah tidak berfungsi, sehingga barangkali dirinya menderita atau bahagia dalam alam gelap dan dingin.

Sebagian orang berpendapat bahkan mempercayai bahwa mereka akan mengalami reinkarnasi. Namun karena kami tidak pernah mendapatkan bukti yang sifatnya umum atau universal, maka pendapat tersebut sulit untuk bisa diterima. Bahasa kerennya tidak ada kehidupan recycle atau reciprocal, yang ada adalah kehidupan serial.

Pendapat bahwa kehidupan berlangsung secara serial dikuatkan dengan kenyataan bahwa dalam pengetahuan manusia terdapat tiga (3) kepastian, yaitu pengetahuan pasti atau ilmu katon, pengetahuan kira-kira atau ilmu karang dan pengetahuan yang tidak diketahui atau ilmu klenik. Kehidupan alam dunia adalah pengetahuan pasti. Sedangkan kehidupan di alam kubur adalah pengetahuan kira-kira. Berarti akan ada kehidupan di alam yang tidak bisa diketahui dan dikira-kira. Konon disebut dengan alam padang Mahsyar.

Apa yang terjadi pada kehidupan di padang Mahsyar? Kita tidak tahu.

Perihal adanya ketiga alam yang akan dijalani manusia sebagai proses pendidikan ternyata telah dijelaskan dalam kitab Injil Barnabas dan Durratun Nasihin karya Utsman bin Hasan bin Ahmad Asy Syakir Al Khaubawi.

Wahai manusia, sadarilah dan renungkanlah apa yang sudah kita persiapkan sebelum menjumpai keadaan final yang abadi yang tidak mungkin lagi ada koreksi!?

 

Mojosongo, 11 Desember 2021 / 7 Jumadil Awal 1443

Rabu, 01 Desember 2021

Perkenalan Dengan Tuhan

Kita mengawali hidup dengan cara yang tidak sama dan juga berasal dari tempat yang berbeda-beda. Tentunya dengan basis yang tidak sama, maka awal kita mengenal Tuhan pun juga dengan cara berbeda-beda. Perbedaan adalah fitrah, tidak perlu dipersoalkan. Yang tidak fitrah adalah ketika kita berupaya melakukan penyeragaman. Inilah watak komunal. Entah apa tujuannya? Namun dugaan saya hanyalah kebutuhan akan pengakuan atas eksistensinya. Demikian pula dengan pengenalan kita akan Tuhan.

Saya sendiri mengawali pengenalan akan Tuhan dari orang tua, dimana bapak saya menyebutnya dengan Allah ingkang Moho Luhur. Dan kepada-Nya saya diajarkan menghadap mengharap perlindungan-Nya. Sehingga dalam setiap keadaan, saya terbiasa untuk meminta pertolongan-Nya. Alhamdulillah, saya tidak pernah tidak mampu menghadapi kesulitan dalam hidup. Sebagai dampaknya adalah adanya ketakutan bahwa Dia akan menjauh kalau saya berbuat salah. Dengan berjalannya waktu, keinginan saya pun semakin banyak dan Alhamdulillah semuanya terwujud berkat pertolongan-Nya. Meskipun saya juga semakin banyak berbuat salah dan dosa.

Jadi pada awalnya saya menganggap Tuhan adalah pengabul segala keinginan saya dan pengampun kalau saya salah dan berdosa.

Lalu saya mempelajari Islam, terutama melalui biografi para tokoh, terutama Nabi Muhammad (saw), para sahabat dan para tokoh dari aliran sufi. Ibadah syariah saya semakin membaik, kedekatan saya kepada Tuhan juga semakin membaik, yaitu hanya sibuk menjalankan sholat, puasa dan mengaji Kitab secara otodidak. Namun saya senang menghadiri pengajian, terutama pengajian yang membuat saya semakin tercerahkan.

Suatu ketika perusahaan tempat saya bekerja mengalami masalah dan kami lebih banyak memiliki waktu luang. Saya pun tenggelam dalam buku-buku agama bahkan pernah menangis tersujud saat membaca Kitab Hadits. Saat itu saya kebingungan dan bertanya kenapa saya menangis?

Selanjutnya saya menjalani patrap bersama dengan para sahabat. Saya bisa menikmati perjalanan tersebut, namun saya selalu digelitik dengan pertanyaan apakah seperti itu? Seolah apa yang sudah saya jalani belum mendapatkan kepastian, sehingga selalu muncul pertanyaan tanpa mengerti akan jawabannya.

Banyak dari para sahabat saya yang tidak mengerti dalam menjalankan laku Patrap berujung kepada pencarian kesaktian bahkan sampai ada yang kesurupan. Para pemikir susah menjalankan Patrap, namun para pengguna perasaan sangat mudah tersentuh. Kondisi ini membawa kepada kesimpulan bahwa berketuhanan haruslah dengan hati dan pikiran tidak akan mampu menjangkau Tuhan. Ternyata dikhotomi hati dan pikiran ini telah berlangsung semenjak manusia ada di muka bumi.

Saat semua ilmu Patrap telah disampaikan kepada kami dan kami sudah dinyatakan sebagai satu-satunya kelompok yang telah lulus, kami juga menekuni pelajaran ketuhanan secara rasional, yaitu dengan rumus, yaitu Rumus A. Rumus A ini merupakan temuan dari bapak Mas Supranoto yang merupakan kakak dari Haji Slamet Utomo yang mengajarkan Patrap, namun berbeda ibu.

Setelah belajar Rumus A, kebetulan saya yang dinyatakan sebagai orang pertama yang dianggap telah mengerti dan lulus bab Pendahuluan perihal Ketuhanan.

Patrap lebih mengedepankan hati, namun hati itu apa? Bisakah Tuhan dirasakan dengan hati kita?

Rumus A lebih mengedepankan pikiran, namun pikiran itu apa? Bisakah pikiran menjangkau Tuhan?

Menjawab pertanyaan tersebut, susah-susah gampang. Karena tergantung kepada siapa yang bertanya. Ada yang bertanya karena ingin mengetahui, ada yang bertanya karena ingin mengerti, ada yang bertanya karena ingin mengkonfirmasi, dan lain-lain. Namun saya akan menjawab berdasarkan apa yang saya ketahui dan mengerti, syukur-syukur sudah saya buktikan.

Hati adalah singgasana diri dan konon juga singgasana Tuhan. Hati dilengkapi dengan perasaan dan kemauan. Karena hati adalah singgasana diri dan diri adalah yang dikuasai, maka fitrahnya adalah memiliki emosi/ghodhob dan ambisi/syahwat. Di sini terjadi percampuran antara emosi dengan perasaan dan ambisi dengan kemauan, sehingga sulit untuk membedakan. Tuhan adalah Kuasa, perasaan dan kemauan adalah bentuk-bentuk kekuasaan. Sedangkan ambisi dan emosi adalah fitrah atau bawaan dari yang dikuasai. Hati yang dimaksud adalah jantung, maka perhatikanlah orang-orang yang melakukan transplantasi jantung.

Sebelum membahas pikiran, kita perlu membahas raga. Karena sedemikian banyak orang salah kaprah akibat tidak bisa membedakan/mengidentifikasikan. Raga adalah bentuk materi dari diri yang terdiri atas tulang, daging, darah, syaraf dan lain-lain. Pada raga terdapat Kuasa, yaitu selain daya adalah kemampuan sensorik dan motorik, diantaranya adalah mendengar, melihat, membau, mengecap dan merasakan serta kemampuan gerak. Perasaan raga berbeda dengan perasaan hati, jangan salah! Perasaan raga misalnya lapar, sakit, haus. Sedangkan perasaan hati hanyalah enak dan tidak enak, senang dan susah. Jadi sebetulnya sangat berbeda, namun kebanyakan tidak mengerti.

Setelah mengetahui beda antara perasaan raga dengan hati, maka renungkanlah bagi mereka-mereka yang melakukan laku spiritual.

Pikiran berada di otak. Pada pikiran terdapat kemampuan menyimpan informasi atau data, sehingga diperoleh memori atau ingatan. Informasi atau data diolah oleh pikiran, dalam hal ini kemampuan mengerti menjadi pengertian. Target dari pengertian adalah dorongan untuk mengetahui lebih dalam dan memanfaatkannya. Setelah mengerti, biasanya ditunjukkan dengan teori atau bahkan hukum, yang kemudian dirumuskan. Melalui rumuslah, peradaban berkembang. Selanjutnya dari hasil kesimpulan, akal yang ada dalam pikiran akan memberikan strategi dan cara bagaimana mewujudkan manfaat yang akan dipetik.

Ketiganya saling berhubungan. Hal ini bisa dijelaskan dengan rumus A. Misalnya a5 raga ada hubungan dengan a5’ sensorik dan motorik, ada hubungan dengan a5’’ perasaan hati dan memori a5’’’. Demikian pula hati a6 ada hubungan dengan a6’’ kemauan dan a6’’’ pengertian. Sedangkan otak a7 berhubungan dengan akal a7’’’, ini berarti manusia adalah makhluk yang berakal dan menggunakan akalnya.

Setelah mengetahui komponen diri kita, tentunya dengan bantuan akal kita akan mewujudkan apa yang kita maui. Namun karena kita sadar bahwa diri kita adalah yang dikuasai, maka sadarkah bahwa Tuhan saya sejatinya adalah Kuasa?

Namun karena saya memiliki fitrah emosi dan ambisi, maka secara sadar atau tidak kita telah menuhankan diri kita sendiri, Ilahahu hawahu.

Karena hati merupakan singgasana diri, maka orang-orang mengajarkan pendekatan kepada Tuhan dengan hati. Barangkali itulah sebabnya, saya memulai dari perkenalan Tuhan dengan ragawi, dilanjutkan perkenalan Tuhan dengan hati dan sekarang saya mengenal Tuhan dengan pikiran. Ibarat Nabi Muhammad saw melakukan isra’ dan mi’raj, dimana dimulai dari Masjidil Haram (hati), menuju Masjidil Aqsha (raga), lalu mi’raj ke Baitul Makmur (pikiran) dan ke Sidratul Muntaha.

Dimanakah Sidratul Muntaha? Barangkali adalah wilayah yang melampaui pikiran manusia. Lalu akal kita memberi nasehat kepada diri kita untuk percaya saja. Percaya kepada Dia yang tidak terjangkau oleh hati, raga dan pikiran, Yang Ghaib.

Dengan pendekatan yang sama, pada awalnya kita mengenal Tuhan dari para pendahulu. Misalnya kita diberitahu bahwa Tuhan Pencipta alam semesta adalah Allah, maka kita menerima tanpa memikirkan.

Lalu kita berhadapan dengan alam termasuk diri kita, maka kita menyaksikan bahwa ada Kuasa yang menggerakkan ini semua. Lalu kita menunjuk bahwa Kuasa yang menggerakkan ini sebagai Allah, Rabbul ‘alamin atau Rabbinnaas.

Saat kita bermasalah, kita memohon pertolongan. Ketika pertolongan tersebut datang, yaitu melalui terkabulnya doa, kita mengenal Tuhan sebagai Sang Pengasih & Penyayang, Ar Rahman Ar Rahiim.

Namun ketika ada informasi perihal surga & neraka, perihal alam akhirat, kita tidak mengetahui, tidak mengerti. Akal kita hanya memberikan strategi dan cara, yaitu agar percaya, sambil terus berjuang untuk membuktikan adanya hal-hal gaib tersebut.

Tidakkah kita sadar bahwa kita semakin mengenal Allah?

 

Mojosongo, 1 Desember 2021 / 26 Rabi’ul Akhir 1443


Jumat, 23 Juli 2021

Malaikat Harut & Marut Tidak Mengajarkan Sihir

Sihir berasal dari kata bahasa Arab “saharo/sihrun” yang berarti tipu daya. Jadi sihir dimaksudkan untuk menguasai orang lain dengan melakukan tipu daya. Sihir biasanya dihubungkan dengan suatu hal/perkara atau kejadian yang luar biasa dalam pandangan orang yang menyaksikannya. Namun tidak semua kejadian luar biasa berasal dari sihir, contohnya mukjizat para Nabi.

Apa yang membedakan sihir dengan mukjizat?

Sebagaimana sudah dijelaskan di atas, tujuan dari sihir adalah untuk menguasai orang lain. Tentunya penguasaan ini adalah untuk kepentingan sang penyihir atau orang yang memanfaatkan jasanya. Mukjizat adalah untuk membuktikan bahwa apa yang disampaikan oleh para Nabi adalah untuk mengajak manusia kepada jalan yang benar sesuai fitrah penciptaannya, yaitu menjadi hamba Allah. Bukan dikuasai untuk memuaskan kemauan para Nabi. Dengan menjadi hamba Allah, sejatinya mereka telah menyadari hakekat dirinya dan perannya.

Ingat! Merdeka artinya bisa berbuat apa saja. Namun perlu diingat, untuk bisa berbuat apa saja, orang membutuhkan kuasa. Padahal kuasa tidak mungkin bisa dikuasai. Diri manusia berasal dari yang dikuasai. Kesadaran diri bahwa dia adalah yang dikuasai inilah yang disebut kemerdekaan sejati.

Semenjak kapan sihir diterapkan dan siapakah yang mengajarkan sihir?

Al Qur’an dalam surat Al Baqarah 2 ayat 102 menjelaskan: Dan mereka mengikuti apa yang oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman, padahal Sulaiman tidak kafir, hanyalah syaitan-syaitan lah yang kafir. Mereka mengajarkan (yu’alimuna) sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua malaikat di negeri Babil, yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan kepada seorang pun sebelum mengatakan: “Sesungguhnya kami hanya ujian (fitnah), sebab itu janganlah kamu kafir.” Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu mereka dapat menceraikan antara seorang dengan istrinya. Dan mereka itu tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorang pun, kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang tidak memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barangsiapa yang menukarnya dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat, dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui.

Upaya memahami ayat ini memang tidak mudah, apalagi bagi saya yang bukan ahli bahasa Arab. Namun kalau secara pelan-pelan dibedah dan dengan permohonan pemahaman dari Allah, maka dari kalimat: “Mereka mengajarkan (yu’alimuna) sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua malaikat di negeri Babil, yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan kepada seorang pun sebelum mengatakan: “Sesungguhnya kami hanya ujian (fitnah), sebab itu janganlah kamu kafir.””, secara tegas dinyatakan bahwa mereka yang dimaksud adalah para syaitan dan diikuti oleh orang-orang fasik. Jadi sihir bukan diajarkan oleh malaikat Harut dan Marut. Namun ilmu dari Harut dan Marut telah diselewengkan untuk melakukan tipu daya agar orang lain bisa dikuasai.

Kalimat: “… tiadalah baginya keuntungan di akhirat.”, artinya mereka hanya mendapatkan keuntungan di dunia saja dan di akhirat tidak kebagian. Berarti mereka para pelaku sihir adalah manusia yang dimurkai, sohibnya Iblis.

Bilamana pengertian sihir diperluas, maka segala tipu daya untuk membuat orang mempercayai dia hingga taklid mengikutinya termasuk kategori pengamalan ilmu sihir. Dengan demikian ilmu sihir ternyata sudah semakin meluas bahkan telah dipraktekan orang banyak dengan sadar maupun tidak.

Betapa banyak orang-orang yang telah menggurukan dirinya agar diakui oleh orang lain. Betapa banyak orang-orang dengan keahliannya menarik perhatian orang lain agar bersedia menjadi pengikutnya. Bukankah hal-hal seperti ini bisa membuat para pengikut tersesat? Bukankah sesat artinya tidak mencapai tujuan dan bukankah ini target Iblis, yaitu membuat manusia tersesat bahkan dimurkai? 

Jadi adakah di zaman ini orang yang menjelaskan kepada orang lain hakekat dirinya, hakekat keberadaannya dan pengakuan akan adanya Allah Yang Maha Kuasa? Adakah orang yang menjelaskan kepada orang lain untuk menjadi merdeka, yaitu sadar diri dan bersedia menerima Allah Yang Maha Kuasa sebagai Ilahnya?

Bukan pengakuan, bukan harta yang dituju, tetapi berjuang agar semakin sadar diri, bersikap dan berbuat sesuai perannya serta berjuang supaya semakin banyak orang yang sadar akan dirinya kemudian menjalankan perannya.

Griya Mutiara Papahan, 14 Juli 2021


Senin, 12 Juli 2021

Sikap & Upaya Menghadapi Pandemi Covid-19

Kata fitnah menurut KBBI berarti perkataan bohong atau tanpa berdasarkan kebenaran yang disebarkan dengan maksud menjelekkan orang. Karena kata fitnah adalah berasal dari Bahasa Arab, sehingga perlu dimengerti makna sebenarnya dari Bahasa aslinya, Menurut Ibn Hajar al-Asqalany dalam karya Fathul Bari Syarh Shahihil Bukhari menyatakan bahwa makna fitnah berasal dari kata al ikhtibar yang artinya penyingkapan hakikat sesuatu dan kata al-imtihan yaitu pengujian[1]. Dari kedua arti tersebut, kami memilih pemahaman bahwa fitnah adalah proses pengujian atas keimanan seseorang melalui peristiwa atau kejadian.

Pandemi Covid-19 adalah peristiwa atau kejadian. Sebagian orang menyatakan bahwa ini adalah kenyataan dan sebagian lagi mempercayai bahwa ini adalah kebohongan yang direkayasa. Semua orang bebas beropini, namun janganlah emosional, sehingga membuat gelap pikiran, lalu menimbulkan gelap hati dan berujung di kegelapan fisik, seperti menghuni penjara.

Kita melihat kenyataan bahwa banyak orang dirawat di Rumah Sakit atau terisolasi di rumah bahkan banyak orang meninggal yang dikuburkan dengan protokoler yang ketat. Kenyataan yang ditangkap oleh indra kita ini kemudian diolah oleh pengetahuan kita dan dengan pengaruh emosi dan/atau ambisi, maka kita beropini atau memberikan penilaian. Penilaian itu bisa positif, bisa pula negatif. Kita tidak membahas mana yang benar atau mana yang salah, karena penilaian positif dan negatif keduanya adalah kenyataan. Namun kalau kita tarik lebih jauh lagi, bahwa dibalik penilaian itu tentu ada yang membuat peristiwa tersebut terjadi, yaitu berupa cipta alam. Cipta alam yang berasal dari sabda alam dan bersumber dari cita alam, kesemuanya itu memerlukan izin dari Yang Maha Kuasa.

Dengan adanya izin dari Yang Maha Kuasa, lalu bagaimana kita seharusnya menarik pengertian dan bersikap atas peristiwa pandemi Covid-19?

Peristiwa ini adalah kenyataan dan bukan musibah atas kesalahan umat manusia. Peristiwa ini harus terjadi sebagai bagian dari kesempurnaan kehidupan manusia, yaitu sempurna dalam perannya sebagai hamba Allah Yang Maha Kuasa. Kenapa bukan disebut musibah? Karena tidak ada tanda-tanda akan kesalahan umat manusia yang berhubungan dengan pandemi ini dan tidak ada tanda-tanda kehadiran Ilahi, semisal bentuk-bentuk tulisan AsmaNya di alam semesta. Sehingga kami menarik kesimpulan bahwa peristiwa ini adalah fitnah atau pengujian. Pengujian siapa-siapa yang sesungguhnya bersedia mengakui dan memerankan diri sebagai hamba Allah Yang Maha Kuasa.

Kalau kita mau menerima bahwa peristiwa ini adalah fitnah atau ujian keimanan, lalu bagaimana kita harus bersikap dan bertindak?

Tanamkanlah pengertian bahwa kita adalah saksi dan hamba Allah hingga ke dalam diri, ke dalam raga dan hati. Tanamkanlah bahwa diri kita beriman kepada Allah.

Tumbuhkanlah sikap beriman kepada Allah lalu berbuatlah sesuai dengan pengertian yang telah kita peroleh dengan tuntunan akal yang memberikan kita strategi dan cara untuk mewujudkan sikap tersebut.

Sebagai saksi dan hamba Allah Yang Maha Kuasa, kita meyakini bahwa ada pengetahuan pasti (A8), ada pengetahuan dugaan (A9) dan ada pengetahuan yang belum/tidak diketahui. Sebagai orang awam, kita tidak memiliki pengetahuan cara menanggulangi pandemi covid-19. Sehingga akal kita memberikan cara agar melakukan pendekatan A10 atau pendekatan klenik kata nenek moyang kita atau pendekatan iman kata ahli agama.

Dalam munajat kepada Allah Yang Maha Kuasa teringat bahwa bentuk virus covid-19 seperti bunga pohon Lamtoro. Pohon Lamtoro adalah pohon yang sangat mudah berkembang, baik dengan biji maupun dengan cara stek. Kenyataan ini menimbulkan pemahaman bahwa penyebaran covid-19 akan menjadi sangat cepat dan meluas. Akal kami kemudian memberikan cara agar mengambil ranting pohon Lamtoro untuk distek, namun dengan cara dibakar ujungnya dan ditanam terbalik. Kami mendapat pemahaman bahwa cara tersebut tentunya tidak akan menumbuhkan pohon Lamtoro apalagi berbunga dan diharapkan Allah Yang Maha Kuasa berkehendak untuk menghentikan pandemi Covid-19 ini. Penanaman stek pohon Lamtoro adalah penempatan harapan kepada Allah Yang Maha Kuasa atau doa berupa upaya bukan bahasa.

Ya Allah, kami beriman kepada Engkau dan menerima ujian fitnah ini demi kesempurnaan kehidupan umat manusia. Namun pendemi Covid-19 ini memang betul-betul memberatkan bagi sebagian besar umat kami dan hanya Engkau yang mampu menghentikannya. Hanya kepada Engkau kami berharap dan kami beriman kepada ketentuan Engkau bahwa pandemi Covid-19 berakhir.

Karena ini adalah ujian berupa fitnah, maka sebagai saksi dan hamba-Nya, wajib bagi kita untuk istiqamah bersabar dalam perjuangan, jangan kendor iman dan amal serta dirikanlah sholat.

 

Griya Mutiara Papahan, 12 Jul 2021



[1] Referensimakalah.com 8 September 2019

Sabtu, 05 Juni 2021

Mencegah Sabdopalon Menghancurkan Wong Jowo

Eyang Semar, sesosok yang penuh dengan kelembutan berciri khas tangan kiri diletakkan di balik punggungnya:

Beliau mengucapkan, “HA NA CA RA KA - DHA TA SA WA LA.” [Yang diabadikan dalam bentuk Aksara Jawa, yang bila diterjemahkan bermakna, “ADA UTUSAN - PADA BERTENGKAR.”]

Menyebut Sang Gusti ingkang Murbehing Dumadi, dengan tangan kanannya menunjuk ke dada, lalu menanyakan apa yang ada dalam dadamu?

Beliau menjawab sendiri, “Di dalam dada ada kosong. Siapa yang menggerakkan tangan menunjuk ke dada? Kosong. Siapa yang kosong? Yang kosong adalah yang berisi, yaitu Yang Murbehing Dumadi, Yang Meliputi Alam Semesta.”

Sambung,

Beliau menyatakan sudah sambung, menerima  silahturahmi ketauhidan.

Sambung tauhid, sambung iman ... dengan silahturahmi.

Mengingatkan, meluruskan, menyatukan dengan keyakinan.

Berat … menjalaninya ….

Jaga ... jagalah kalimu / sungaimu ... kalijogo.

Dijaga kali (sungai) tauhid melalui dakwah ….

Dijaga thuk [sampai ke] laut ... dijaga hingga kembali ke lautan.

Thuk ... dithuthuk (dipukul) gamelane ....

Thuk ... dithuthuk untuk kembali ....

Thuk ... dithuthuk, yang nggak mau kembali bakal dithuthuk ... (dapat balasan atas amal perbuatannya atau diberi bencana agar mau kembali kepada Ingkang Murbehing Dumadi / Yang Meliputi).

Gusti Allah,

Maha Besar, Maha Kuasa, Pemurah dan Maha Kerso (yang Memiliki Kehendak)

Yang menjadikan sesuatu dengan ijin-Nya (Ridho dan Kekuasaan-Nya).

Jika Allah berkehendak membuat sesuatu maka, hanya dengan, “Jadi!” Maka terjadilah apa yang dikehendaki-Nya.

Mawas diri,

Eling kepada diri, siapa diri kita dan asal usul kita ….

Hendaknya sebelum tidur kita kembalikan semuanya kepada Allah ….

Yang menidurkan dan Yang menghidupkan kembali ….

Saat bangun tidur, mata kita masih utuh, jantung berdetak, nafas berhembus ….

Semuanya masih utuh, bagaimana kalau bangun tidur mata kita cuma satu, hidung tertutup ….

Semuanya ada yang menggerakan, mengatur dan menghidupkan ….

Subhanallah ... sungguh manusia tidak punya kuasa sedikitpun ... sangat lemah

Semuanya milik Gusti ….

Apa yang dibanggakan, apa yang disombongkan ….

Barang siapa mengenal dirinya maka dia akan mengenal Tuhannya ….

Tugas dakwah, berjalan di jalan Allah harus dengan keyakinan tanpa keraguan ….

Perjuangan Rasulullah saw dan para wali sudah sedemikian berat dan melalui perjalanan yang panjang penuh rintangan ….

Sekarang kita tinggal melanjutkan apa yang sudah diwariskan ….

Setiap tahun Allah menurunkan dan memilih para utusannya … untuk menyampaikan dakwah ketauhidan ….

Sambung atau silahturahmi dengan para Auliya, dengan tujuan untuk saling mengingatkan dan memperkuat, memotivasi agar tetap kokoh berpegangan pada Allah.

Begitulah wejangan Eyang Semar untuk kita bermawas diri, melihat diri kita, asal usul kita, sehingga kita mengenal siapa diri kita.

[Wejangan Eyang SEMAR, Sugihwaras – Jenu - Tuban, 3 Maret 2007]

Kami bersama teman-teman melakukan eksplorasi tokoh-tokoh sejarah maupun tokoh-tokoh klenik dalam rangka menggali kebenaran dan mendengarkan nasehat mereka sebagai pelajaran. Informasi yang dikumpulkan bukan dianggap sebagai kebenaran, namun sebagai opini beliau.

Metodologi yang kami gunakan bisa berupa dialog bathin yang sifatnya hanya pribadi, bisa juga dengan cara mediumisasi melalui teman-teman yang bersedia. Cara memanggilnya adalah dengan memanfaatkan keberadaan, yaitu keberadaan sesuatu ditandai dengan asma-af’al-sifat-dzat. Dalam kasus eyang Semar ini, kami menggunakan metode mediumisasi melalui asmanya. Kelemahan dari penggunaan asma ini adalah bisa ditipu oleh para pengaku. Idealnya adalah menggunakan af’alnya yang sudah terbukti. Permasalahannya adalah kita tidak mengetahui af’alnya.

Dari wejangan beliau, eyang Semar ini menampilkan seorang yang berbudaya berketuhanan, dengan Tuhannya yang beliau sebut dengan Allah. beliau mengajak untuk melanjutkan tugas dakwah ketauhidan, yaitu mengajak ke Allah.

Informasi ini jauh berbeda dengan penelusuran melalui relief candi Sukuh ataupun kitab-kitab lama, sebagaimana di bawah:



Dikisahkan dalam kitab Paramayoga, nenek moyang Semar atau Janggan Smarasanta adalah Sang Hyang Wenang yang konon berasal dari asrar benih Nabi Sis as dengan putri Idajil yang disabda menjadi makhluk astral yang memiliki kahyangan di Himalaya India. Pada zaman Nabi Isa as, ada sahabat yang mengingatkan Nabi Isa as untuk memerangi keturunan Idajil yang menjadi sesembahan bangsa India. Nabi Isa as kemudian membuat burung merpati yang kemudian dihidupkan dengan izin Allah, lalu terbang menyerang kahyangan di Himalaya. Perihal Nabi Isa membuat merpati dari lempung tertulis di QS Al Maidah 5 ayat 110. Para dewa kemudian lari mengungsi ke Jawa menunggu Nabi Isa as wafat/naik ke langit. Selama masa mengungsi di Jawa itulah tokoh eyang Semar muncul dan menjadi pengasuh para penguasa Jawa. Eyang Semar ini juga disebut dengan Sabdopalon yang paska Islam masuk ke Jawa berjanji akan kembali dalam 500 tahun untuk membawa orang Jawa kembali kepada agama budhi dan mempersiapkan kedatangan tuannya yang bermata satu yang kami anggap sebagai Dajjal.

Jejak-jejak sejarah eyang Semar ini bisa ditemui di puncak gunung Muria dimana banyak ditemui situs-situs para dewa yang lari dari India atau Hindustan, seperti petilasan Sang Hyang Wenang, Resi Abiyoso, Dang Hyang Semar . Petilasan eyang Semar juga bisa ditemui di tempat-tempat lain di Jawa dan tidak ada di India atau Hindustan. Bagi kami setiap berinteraksi dengan petilasan-petilasan keturunan Idajil selalu ada serangan yang membuat badan kami terasa sedang terbakar, seperti orang sakit demam atau panas dalam.

Bagaimana kita mensikapi dua informasi yang saling bertentangan?

Adalah wajar bahwa pada setiap peristiwa atau kejadian selalu terdapat dua nilai, yaitu positif dan negatif. Janganlah terjebak kepada salah satu dari dua penilaian tersebut, bisa-bisa kita dicap musyrik oleh Allah Yang Maha Kuasa. Ingatlah bahwa dibalik positif dan negatif terdapat cipta alam. Dibalik cipta alam ada sabda alam. Dan dibalik sabda alam ada cita alam. Dimana cita alam berasal dari kehendak atau izin Allah Yang Maha Kuasa. Oleh karena itu marilah kita petik pengertian atas peristiwa ini. Dan bilamana perlu kita tunggu informasi atau fakta-fakta selanjutnya dengan memperhatikan azas kehati-hatian. Ingat target kita adalah mencapai kepastian. Selama masih meragukan, maka jangan dipercayai. Cukup dijadikan dongeng dulu dan hindari hal-hal yang bisa merugikan hidup kita.

Yang perlu diperhatikan adalah ancaman Sabdopalon untuk menghancur-leburkan orang Jawa bilamana kita sebagai orang Jawa tidak mau mengikutinya. Lima ratus tahun sudah berlangsung semenjak 2017 dan kita akan menyaksikan orang Jawa akan dibawa kepada kelompok-kelompok ekstrem, baik ekstrem nasionalis, ekstrem keduniawian, ekstrem agama, ekstrem spiritualis. Mereka akan dibuat saling bertempur untuk saling menghancurkan. Tulisan ini adalah sebagai pengingat agar kita selalu menggunakan akal pikiran dan hati yang tulus untuk mencegah melawan ancaman tersebut. Meski kita kurang memiliki kuasa untuk mencegah, namun kita harus mengupayakan, dengan dimulai dari diri sendiri. Dan hanya kepada Allah Yang Maha Kuasa harapan dilindungi kita letakkan. Melalui perlindungan Allah tersebut, maka upaya Sabdopalon akan gagal dan yang ditunggu Sabdopalon, yaitu Dajjal akan hadir dengan kemarahan.

Ya Allah, janganlah Engkau izinkan kami saling menghancurkan. Ikatlah kami dengan kasih sayang Engkau untuk menjadi hamba yang selalu ingat, sadar dan selalu berupaya tunduk patuh kepada Engkau serta menjadi pembukti akan kebesaran Engkau.

Jakarta, 5 Juni 2021

Selasa, 06 April 2021

Siapakah Pendamping Orang-Orang Sakti?

Kuperhatikan diriku, dia selalu mencari apa yang disukai. Dari kenyataan ini, maka menimbulkan pertanyaan bagaimana dengan diri-diri yang sudah meninggal? Bukankah mereka secara reflek akan menuju kepada apa yang disukai?

Dari beberapa referensi dan tampilan di media sosial, banyak informasi yang mengisahkan tentang adanya alam kubur, namun juga ada kisah tentang tunggon atau penunggu tempat-tempat yang mistis seperti pohon besar atau siluman-siluman yang berwatak binatang. Kemudian ada juga manusia bercahaya yang sering ditampilkan menjadi pendamping para penyembuh atau orang pintar/sakti.

Siapakah mereka? Dan bagaimana mereka bisa berada di alam tersebut?

Dengan menggunakan rumus A dan pernyataan di atas, keberadaan makhluk-makhluk tersebut berupaya dikuak agar menjadi pelajaran bagi umat manusia. Sehingga bisa menarik hikmah dari keberadaan mereka.

Dalam rumus A, terdapat elemen A1 matahari, elemen A2 atmosfer, elemen A3 bumi, elemen A4 air, elemen A5 nabati, elemen A6 hewan dan elemen A7 manusia. Demikian pula pada diri seseorang terdapat elemen yang sama dengan alam makro, yaitu elemen a1 api, elemen a2 udara, elemen a3 tanah, elemen a4 air, elemen a5 daya indra dan gerak, elemen a6 kemauan dan elemen a7 pikiran. Alam dunia adalah neraka api atau narloka karena berawal dari api (A1). Api memiliki dua peranan, sebagai pembakar yang menyakitkan dan sebagai penerang yang mencerahkan.

Manusia hidup di muka bumi (A3). Bagaimana setiap individu menjalani kehidupannya diwarnai oleh nilai-nilai yang dipercayainya. Sedangkan diri umumnya beraktifitas didorong oleh kecintaannya.

Ketika seseorang memiliki kecintaan kepada daya (daya api - a1’, daya udara – a2’, daya tanah – a3’ dan daya air – a4’) hingga tercermin pada sikap dan lakunya, maka akan menjadi akhlaknya. Misalnya akhlak seorang preman ditakuti karena dia memiliki kemampuan represi untuk menakut-nakuti orang-orang di sekitarnya. Dia memerankan dirinya sebagai penguasa setempat, maka kemungkinan setelah meninggal dirinya akan menjadi tunggon tempat tersebut, seperti genderuwo/gandarwa atau kuntilanak dan lain-lain. Keberadaan mereka seringkali dimanfaatkan oleh para dukun-dukun yang memiliki kepentingan. Keberadaan tunggon ini kebetulan bersikap lokal, yaitu dipercayai oleh masyarakat di sekitarnya.

Demikian pula bagi mereka yang memiliki kecintaan pada kemampuan, baik sensorik maupun motorik (a5’), maka mereka melatih kemampuan tersebut hingga melampaui orang-orang normal. Misalnya mereka memiliki kemampuan gerak, seperti silat atau kemampuan penginderaan seperti reptilia dengan sensor infra merah yang bisa dimanfaatkan untuk penginderaan penyakit ragawi. Ini adalah kemampuan hewaniyah yang juga merupakan terdapat pada elemen manusia. Kecintaan pada kemampuan tersebut akan selalu menyeret dirinya kepada hal-hal tersebut. Ini yang disebut dengan ilmu kanuragan yang bisa dimanfaatkan untuk kepentingan perlindungan dan penyembuhan. Setelah meninggal, diri yang bersangkutan ini akan terseret kepada kecintaannya, dan mungkin membawanya kepada alam siluman. Jenis-jenis siluman apa, tergantung dari ketertarikannya.

Sedangkan bagi mereka yang mengikuti perasaan dan/atau kemauan hatinya (a6’) hingga berwatak seperti hewan. Saat meninggal mungkin saja dirinya terseret ke alam siluman hewan sebagaimana wataknya. Ada yang berwatak elang, harimau dan lain-lain. Keberadaan mereka juga dimanfaatkan oleh para dukun atau orang-orang tertentu untuk kesaktian atau penyembuhan. Dari beberapa kesaksian teman-teman yang pernah berinteraksi dengan mereka, mereka mengaku dulunya adalah manusia. Sayangnya pengakuan seperti ini sulit pembuktiannya.

Bagi para pemikir (a7’), yang kecintaannya kepada ilmu dengan nalar atau logika, mereka berwatak manusia. Namun bisa jadi tidak berketuhanan. Dirinya terseret kepada ilmu pengetahuannya, sehingga saat meninggal belum mau kembali kepada Yang Kuasa karena tidak mengenal Allah. Mereka memiliki amal jariyah, namun perlu media orang hidup untuk pengamalannya. Mereka bisa jadi mendapatkan pengampunan dari Allah Yang Maha Kuasa dan disadarkan saat berada di alam kubur.

Dari kelompok pemikir ini ada yang berketuhanan, tak membawa muatan dunia (faqir). Dia selalu berusaha bisa kembali sempurna kepada Allah Yang Maha Kuasa. Mereka inilah yang saat waktunya di dunia selesai, mereka langsung menghadap kepada Allah Yang Maha Kuasa, atau disebut dengan syuhada.

Ini hanyalah pendapat. Memang pernah dibuktikan dengan cara memanggil beberapa dari ahli kubur, mulai dari tunggon hingga yang disebut sebagai para wali. Juga dari masukan beberapa pengalaman rekan-rekan lain. Dalam berbagai kesempatan bahkan ada yang meminta diislamkan seperti beberapa tokoh sejarah. Sebagian dari mereka ada yang mengetahui adanya Allah Yang Maha Kuasa, namun kebanyakan sibuk dalam bidang keahliannya.

Namun ini hanya dugaan, karena ada pendapat lain yang menuduh makhluk sejenis jin yang disebut qarin sebagai pendamping individu manusia tersebut yang mengambil peran. Dengan alasan, si mati sudah berada di alam kubur dan tersekat dari alam manusia hidup. Bahkan sebagian besar dari mereka sedang sibuk menjalani azab kubur. Namun bilamana Yang Kuasa mengizinkan terjadi interaksi, bukankah komunikasi dengan diri yang tersekat bisa terjadi. Pendapat tersebut didasarkan atas hadits berikut:

Dari Al Baraa’ bin ‘Azib, beliau berkata: Kami pergi bersama Rasulullah (saw) untuk mengiringi jenazah seseorang dari kalangan Anshar. Sampailah kami di kuburannya dan ternyata belum dimasukkan ke liang lahat. Lalu Rasulullah (saw) duduk dan kami pun duduk di sekitar beliau seolah-olah ada burung yang hinggap di kepala kami.

Beliau memegang tongkat dan memukulkannya ke bumi. Lalu, beliau mengangkat kepalanya dan bersabda, “Mintalah perlindungan kepada Allah dari adzab kubur (sebanyak dua atau tiga kali).” Kemudian beliau bersabda, “Sesungguhnya seorang mukmin jika meninggalkan dunia dan menghadap akhirat, maka para malaikat dengan wajah yang putih akan turun dari langit kepadanya, seolah-olah wajahnya itu adalah matahari. Mereka membawa kain kafan dan hanut dari surga. Kemudian mereka duduk sepanjang pandangan darinya. Datanglah  malaikat maut sehingga ia duduk di dekat kepalanya seraya berkata, “Wahai diri yang baik, keluarlah menuju ampunan dari Allah dan keridhaan-Nya.”

Beliau bersabda, “Kemudian ruh itu keluar begaikan setetes air yang keluar dari mulut wadah, lalu malaikat maut mengambilnya. Ketika mengambil ruh itu, ia tidak meletakkannya di tangan sekejap mata pun. Akan tetapi mereka mengambilnya dan meletakkannya di atap kafan dan hanutnya. Ruh hamba tersebut keluar dengan wangi semerbak bagaikan misik yang paling wangi di dunia.” Beliau bersabda, “Lalu mereka membawa ruh tersebut naik ke atas. Tidaklah melewati sekelompok malaikat pun kecuali ditanyakan kepada mereka: Ruh siapakah yang wangi ini? Mereka menjawab: Fulan putra Fulan dengan menyebutkan namanya yang paling baik di dunia, sehingga mereka membawanya sampai ke langit dunia. Mereka meminta agar pintu langit tersebut dibukakan untuknya. Setiap penghuni langit akan mengantarkannya sampai ke langit berikutnya sehingga sampai di langit ke tujuh. Kemudian Allah berf`irman, “Tulislah kitab hamba-Ku ini di ‘Illiyin dan kembalikanlah ia ke bumi. Sesungguhnya dari bumi lah aku menciptakannya, kepadanya  Aku mengembalikannya, dan darinya Aku akan mengeluarkannya sekali lagi.””

Beliau bersabda, “Maka ruhnya dikembalikan ke jasadnya (dirinya)[1]. Lalu datanglah dua malaikat yang mendudukkannya seraya bertanya kepadanya, “Siapakah Rabb-mu?” Ia menjawab, “Allah Rabb-ku.” Lalu keduanya bertanya, “Apakah agamamu?” Ia menjawab, “Islam agamaku.” Keduanya bertanya lagi, “Siapakah lelaki ini yang diutus kepadamu?” Ia menjawab, “Dia adalah Rasulullah Shalalallahu alaihi wa sallam.” Lalu keduanya bertanya, “Apakah pekerjaanmu?” Ia menjawab, “Aku membaca Al Qur’an, maka aku beriman dan membenarkannya.” Lalu berserulah penyeru di langit, “Hamba-Ku benar, maka bentangkanlah baginya (permadani) dari surga, dan pakaikanlah pakaian dari surga, dan bukakanlah baginya satu pintu menuju surga.”

Beliau bersabda, “Lalu datanglah semerbak mewangi dan dibentangkan baginya sejauh pandangan.” Beliau bersabda, “Lalu datanglah seseorang dengan paras indah, baju yang bagus dan wangi seraya berkata, “Aku memberi kabar gembira dengan sesuatu yang membahagiakanmu. Ini adalah hari yang dijanjikan kepadamu.” Ia bertanya, “Siapakah engkau, wajahmu menampakkan kebaikan?” Dia berkata, “Aku adalah amalmu yang shalih.” Ia berkata, “Ya Allah, percepatlah datangnya hari kiamat agar aku bisa kembali pada keluarga dan hartaku.””

Beliau bersabda, “Sedangkan hamba yang kafir, jika meninggalkan dunia dan menghadap akhirat, datanglah kepadanya para malaikat dengan wajah yang hitam dengan membawa misuh. Mereka duduk sepanjang pandangan darinya. Kemudian datanglah Malaikat Maut dan duduk di dekat kepalanya seraya berkata: Wahai diri yang buruk, keluarlah menuju kemurkaan dan kemarahan Allah.”

Beliau bersabda, “Kemudian diri itu berpecah belah di dalam tubuhnya. Lalu Malaikat Maut mencabutnya bagaikan tongkat (dengan cabang yang banyak) dicabut dari wol yang basah. Ketika mengambilnya, Malaikat Maut tidak meletakannya di tangan sekejap mata pun akan tetapi ia meletakkannya di atap misuh. Ruh tersebut keluar dengan bau bangkai yang paling busuk di muka bumi. Mereka membawa ruh itu naik ke atas. Tidaklah melewati sekelompok malaikat pun, kecuali ditanyakan: Ruh siapakah yang busuk ini? Mereka menjawab: Fulan putra Fulan, dengan menyebutkan namanya yang paling buruk di dunia, sehingga mereka membawanya sampai ke langit dunia. Mereka meminta agar pintu dibukakan, akan tetapi tidak dibukakan untuknya. Lalu Rasulullah membaca firman Allah : Sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan tidak (pula) mereka masuk surga, hingga unta masuk ke lobang jarum. Lalu Allah berfirman, “Tulislah kitabnya di Sijjin di bumi yang paling bawah.” Kemudian ruh tersebut dilemparkan dari langit, lalu beliau membaca firman Allah, “Barangsiapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka adalah ia seolah-olah jatuh dari langit lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh.” Lalu ruh tersebut dikembalikan ke jasadnya (dirinya)[2]. Datanglah dua malaikat kepadanya dan mendudukkannya seraya bertanya, “Siapakah Rabbmu?” Ia menjawab, “Ah, ah aku tidak tahu.” Mereka berdua bertanya lagi, “Apakah agamamu?” Ia menjawab, “Ah, ah aku tidak tahu.” Mereka berdua bertanya, “Siapakah lelaki ini yang diutus kepadamu?” Ia menjawab, “Ah, ah aku tidak tahu.” Lalu menyerulah penyeru di langit, “Hambaku pembohong, maka bentangkanlah hamparan dari neraka dan bukakanlah baginya satu pintu menuju ke neraka.”  Lalu datanglah panas neraka dan anginnya yang panas, serta kuburan disempitkan baginya sehingga tulangnya berantakan. Lalu datanglah kepadanya seseorang dengan paras yang buruk, baju yang jelek, serta bau yang busuk. Ia berkata, “Aku membawa kabar buruk yang membuatmu tidak senang. Ini adalah hari yang dijanjikan kepadamu.” Lalu ia bertanya, “Siapakah kamu, wajahmu membawa keburukan?” Ia menjawab, “Aku adalah amalmu yang buruk.” Kemudian ia berkata, “Ya Rabbku, janganlah hari kiamat itu didatangkan.””

Dengan kenyataan bahwa orang-orang kafir dibawa ke dalam bumi paling bawah atau inti bumi, bisa dimaknai bahwa inti bumi akan semakin panas karena adanya penambahan bahan bakar dari diri orang-orang yang tidak beriman. Dengan semakin panasnya inti bumi, maka tekanan magma akan mendorong semakin banyaknya letusan gunung. Dan semakin panasnya inti bumi membuat magma semakin encer yang mendorong terjadinya pergeseran lempeng daratan di atasnya, sehingga gempa dan tsunami akan semakin sering terjadi.

Para ahli kubur bisa mendapat pengampunan bila punya amalan yang tak terputus, seperti harta yang disumbangkan yang kemanfaatannya masih bisa dinikmati orang atau ilmu yang masih terus bisa diambil manfaatnya atau memiliki keturunan orang-orang yang soleh yang terus menerus mendoakan mereka. Dengan amalan yang tidak terputus inilah, yang buruk menjadi membaik dan mendapatkan pengampunan dan yang baik menjadi semakin baik.

Ingat kita sedang digodog di alam api. Sebentar lagi masuk alam kubur tersekat dari alam yang tidak ada apinya. Gelap dan dingin. Nanti akan dibangkitkan dan ditempatkan pada keadaan lapar dan haus.

Lalu siapakah yang menjadi tunggon atau siluman atau hantu tempat-tempat tertentu? Mungkinkah itu berasal dari diri almarhum ataukah para jin pendampingnya? Sedangkan QS Al A’raaf 7 ayat 25 menegaskan: Allah berfirman, “Di bumi itu kamu hidup dan di bumi itu kamu mati dan dari bumi itu kamu akan dibangkitkan.” Demikian pula Hadits di atas menegaskan bahwa manusia mati dikembalikan ke bumi lagi. Namun mereka tersekat sebagaimana QS A Mukminuun 23 ayat 100: … Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada sekat (barzakh) sampai hari mereka dibangkitkan. Tersekat berarti tidak bisa kembali ke alam dunia. Dengan demikian pendamping-pendamping itu adalah bukan almarhum, namun peniru almarhum dan sangat mengenalnya.

Namun perlu dijadikan catatan, meski almarhun sudah tersekat, bukan berarti mereka tidak bisa diajak berkomunikasi. Informasi yang disampaikan adalah sebatas pengetahuan yang bersangkutan atau opini almarhum. Jadi tetap tergantung kepada kita, bagaimana mengelola informasi untuk mencapai kepastian kebenaran.

Maka berimanlah kepada Allah Yang Maha Kuasa dan gunakan waktumu sekarang untuk hidup yang akan datang.

 

Banyuwangi, 28 September 2020; 11 Syafar 1442



[1] Konon orang yang beriman dan beramal saleh, jasadnya masih tetap utuh dan berbau wangi. Manusia terdiri atas dirinya atau akunya, jasad atau jasmaninya, ada kuasa yang dianugerahkan kepadanya dan ruhnya.

[2] Jasad orang-orang dalam kubur, umumnya hancur, dari tanah kembali ke tanah. Lihat catatan no 1.

Sabtu, 06 Februari 2021

Bencana Alam Adalah Tanda Kehadiran Ilahi

Aku adalah Perbendaharaan Tersembunyi. Aku cinta dikenal. Aku ciptakan makhluk-Ku, agar mereka mengenal Aku.

Manusia (A7) dicipta dari tanah (a3), dari bumi (A3). Pada bumi (A3) terdapat elemen api (A1), yaitu di dalamnya dan juga dari luar oleh matahari (A1). Tanpa adanya elemen api (a1), maka tidak ada kehidupan jasmaniah (a5). Darimanakah asal muasal api yang berada di perut bumi? Sulit bagi orang awam untuk menjawab pertanyaan ini karena memerlukan sarana yang mahal, namun hal ini tidak boleh menghalangi untuk merenung mendapatkan kepastian.

Jasad tercipta dari elemen api (a1), udara (a2), tanah (a3) dan air (a4). Masing-masing elemen memiliki karakter sendiri-sendiri, misalnya elemen api akan mengobarkan emosi untuk mewujudkan kemauan. Ketika mereka dihalangi, maka api dirinya akan berkobar dan mereka menjadi kesetanan. Sehingga ketika orang durhaka meninggal, maka elemen api yang berkobar tersebut akan menyala dan memanaskan lingkungannya. Dan ketika dikembalikan ke bumi, niscaya akan membuat bumi semakin panas. Ini adalah pengetahuan yang bersifat dugaan (A9), maka perlu disempurnakan dengan kepastian pengetahuan (A8). Sedangkan ungkapan di atas adalah kata orang yang konon kata Allah, berarti berupa pengetahuan yang tidak pasti (A10), sehingga didekati dengan kepercayaan.

Dengan berhipotesa (menduga), anggaplah dengan semakin panasnya perut bumi, maka berat jenis perut bumi akan semakin rendah. Akibatnya akan banyak terjadi pergeseran lempeng daratan yang menghasilkan gempa bumi dan juga erupsi gunung-gunung. Di saat yang bersamaan akan menguap air yang berada di muka bumi dan turun kembali menjadi hujan.

Dengan demikian adalah wajar bahwa dengan semakin panasnya perut bumi, maka kejadian bencana alam akan semakin banyak terjadi. Hipotesa di atas adalah upaya untuk menjelaskan bagaimana hubungan antara bencana alam dengan sikap dan laku manusia.

Dengan semakin banyaknya manusia durhaka, maka kehadiran Ilahi semakin terasa. Karena Dia cinta dikenal. Oleh karena itu manusia diharapkan Ilahi untuk mengenal Dia di persembunyian-Nya. Maksudnya manusia diharapkan hadir ke hadirat-Nya. Jadi bukan sekedar menjalankan ritual tanpa makna sejatinya. Kalau hanya kebiasaan ritual, maka disebut manusia ngawur. Yaitu mengerjakan sesuatu tanpa pengertian.

Maka marilah kita hadir ke hadirat-Nya bukan menghadirkan Ilahi. Bukankah Dialah Sang Raja sejati, Dialah Penguasa yang sesungguhnya? Bukankah kita adalah pelayan-Nya? Mosok Sang Tuan diminta hadir kepada pelayan?

Bagaimana kita hadir ke hadirat-Nya?

 

Jakarta, 6 Februari 2021

Persiapkan Dirimu Menghadapi Fitnah Akhir Zaman

Aku berlindung kepada Allah dari syaitan yang terkutuk. Dengan Asma Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji bagi Dzat yang...