Sabtu, 23 Desember 2023

Ini aliran apa ya? Jangan-jangan ini aliran sesat.

 

Ketika membaca tulisan kami, kebanyakan bertanya-tanya, ini aliran apa ya? Bahkan ada yang langsung menyatakan bahwa ini aliran sesat.

Inilah menariknya pola pikir orang-orang zaman sekarang, yaitu secara tidak sadar selalu berbasis kepada nilai-nilai aliran agama. Nilai pribadi muncul dari penilaian hati a5’’ yang berhubungan dengan adanya informasi a5’’’ yang telah dia terima sebelumnya dan dipercayai sebagai nilai kebenaran dan juga indra & motorik a5’. Dengan menerima informasi baru yang berbeda dengan nilai-nilai pribadinya, maka secara reflek ketiganya akan memberikan reaksi penolakan.

Nilai pribadi adalah apa yang dipercayai sebagai kebenaran. Nilai pribadi ada yang bersifat persepsi, namun karena dipercayai sebagai kebenaran, maka nilai tersebut akan menjadi ukuran. Otomatis yang berbeda akan dicap salah. Orang Barat menyebut pola pikir semacam ini sebagai “fixed mindset” yang banyak dicela dan bukan “growth mindset” yang didorong oleh mereka untuk dikembangkan bahkan dibuahkan dalam laku.

Permasalahannya adalah bagaimana kita bisa membangun suatu nilai pribadi yang pasti benar bukan yang dipersepsikan benar oleh pribadinya?

Sebagaimana disebutkan di atas, nilai pribadi berasal dari penilaian hati a5’’. Hati a6 yang berada dalam dada orang sejatinya adalah Rahmat Ilahi. Tentunya yang berasal dari Rahmat Ilahi pastilah benar adanya, karena Dia lah Sang Maha Benar Al Haqq (a5’’ >>> a6). Penerimaan akan nilai Ilahi ini tidaklah mudah, karena bertentangan dengan dorongan hawa nafsu (ghodhob). Otomatis nilai pribadi adalah persepsinya sendiri (a6 >>> a5’’’). Sehingga pantaslah kalau Allah SWT berfirman dalam QS Al Mu’minun 23 ayat 52 – 54: Sesungguhnya ini adalah agama kamu semua, agama yang satu dan Aku adalah Rabb-mu, maka bertakwalah kepada-Ku. Kemudian mereka menjadikan agama mereka terpecah belah menjadi beberapa pecahan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka. Maka biarkanlah mereka dalam kesesatannya sampai suatu waktu. Selanjutnya bahkan dicap musyrik oleh Allah SWT dalam QS Ar Ruum 30 ayat 30 – 32: Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. Agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui, dengan Kembali bertaubat kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta dirikanlah sholat dan jangan kamu termasuk orang-orang yang musyrik, yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.

Semoga Allah membuka dada kita untuk menerima Islam (berserah diri menerima Allah SWT sebagai Ilah kita bukan meminta Allah SWT menuruti hawa nafsu kita) dan cahaya dari-Nya serta menanamkan keimanan yang diperkuat dengan ruh-Nya, yang dengan itu pola pikir & tindakan kita berbuah keimanan dan amal sholeh yang bermanfaat buat diri, keluarga dan lingkungan.

Papahan, 10 Jumadil Akhir 1445 atau 23 Des 2023

Minggu, 17 Desember 2023

Di Zaman Ini, Dimanakah Wali-Wali Allah?

 

Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Allah (SWT) bertanya kepada Musa (AS). “Musa, apakah engkau telah mengerjakan suatu amalan untuk-Ku?”

“Rabb-ku saya telah sholat, puasa dan bersedekah, bersujud karena-Mu serta memuji-Mu, membaca Kitab-Mu dan berdzikir kepada-Mu,” jawab Musa (AS).

“Musa, di dalam sholat ada pembelaan bagimu, di dalam puasa ada surga untukmu, di dalam sedekah ada naungan untukmu dan di dalam tasbih ada Cahaya untukmu. Lalu apa amalan lain yang engkau kerjakan untuk-Ku?”

“Rabb-ku, tunjukkan padaku amalan yang dapat kukerjakan untuk-Mu?”

“Musa, apakah engkau menolong wali-Ku? Apakah engkau memusuhi musuh-Ku?”

Musa pun mengerti bahwa amalan yang paling utama adalah mencinta dan membenci karena Allah serta membenci musuh-musuh-Nya.[1] Ini adalah akhlak orang-orang yang Zuhud.

Semua amal umat manusia adalah bagi dirinya, kecuali amalan orang-orang yang menolong wali-wali Allah. Dengan menolong wali-wali Allah, mereka beramal untuk Allah (SWT). Siapakah wali-wali Allah dan bagaimana mengetahui keberadaan mereka? Menurut para Ulama, wali-wali Allah adalah mereka yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1.       Beriman, bertakwa dan suka menyembunyikan diri

Allah SWT berfirman dalam QS surat Yunus ayat 62-64: Ingatlah, sesungguhnya Wali-Wali Allah itu tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati, (yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa, bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan (dalam kehidupan} di akhirat. Tidak ada perubahan bagi kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Yang demikian itu adalah kemenangan yang besar,

Dari Abdullah Ibnu Umar Ibnu Khattab, katanya: “Pada suatu kali Umar mendatangi tempat Mu’adz ibnu Jabal (RA), kebetulan ia sedang menangis, maka Umar berkata: “Apa yang menyebabkan engkau menangis, wahai Mu’adz?”

Kata Mu’adz: “Aku pernah mendengar Rasulullah (SAW) bersabda: “Orang-orang yang paling dicintai Allah adalah mereka yang bertakwa yang suka menyembunyikan diri, jika mereka tidak ada, maka tidak ada yang mencarinya dan jika mereka hadir, maka mereka tidak dikenal. Mereka adalah para Imam Petunjuk dan para Pelita Ilmu.”

2.       Selalu ingat kepada Allah dan jika melihat mereka, akan mengingatkan kita kepada Allah SWT

‘Iyadz ibnu Ghanam menuturkan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah (SAW) bersabda: “Malaikat memberitahu kepadaku: “Sebaik-baik umatku berada di tingkatan-tingkatan tinggi. Mereka suka tertawa secara terang, jika mendapat nikmat dan rahmat dari Allah, tetapi mereka suka menangis secara rahasia, karena mereka takut mendapat siksa dari Allah. Mereka suka mengingat Rabb-nya di waktu pagi dan petang di rumah-rumah Rabb-nya.

Mereka suka berdoa dengan penuh harapan dan ketakutan. Mereka suka memohon dengan tangan mereka ke atas dan ke bawah. Jiwa mereka selalu merindukan Allah. Mereka suka memberi perhatian kepada manusia, meskipun mereka tidak dipedulikan orang. Mereka berjalan di muka bumi dengan rendah hati, tidak congkak, tidak bersikap bodoh dan selalu berjalan dengan tenang. Mereka suka berpakaian sederhana. Mereka suka mengikuti nasihat dan petunjuk Al Qur’an. Mereka suka membaca Al Qur’an dan suka berkorban. Allah suka memandangi mereka dengan kasih sayang-Nya.

Mereka suka membagikan nikmat Allah kepada sesama mereka dan suka memikirkan negeri-negeri yang lain. Jasad mereka di bumi, tapi pandangan mereka ke atas. Kaki mereka di tanah, tetapi jiwa mereka di langit. Jasmani mereka di bumi, tetapi jiwa mereka di Arsy. Ruh mereka di dunia, tetapi akal mereka di akhirat. Mereka hanya memikirkan kesenangan akhirat. Dunia dinilai sebagai kubur bagi mereka. Kubur mereka di dunia, tetapi kedudukan mereka di sisi Allah sangat tinggi. Kemudian beliau menyebutkan firman Allah QS Ibrahim 14 ayat 14: dan Kami pasti akan menempatkan kamu di negeri-negeri itu sesudah mereka. Yang demikian itu (adalah untuk) orang-orang yang takut (akan menghadap) ke hadirat-Ku dan yang takut kepada ancaman-Ku."

Dari Amru Ibnul Jammuh, katanya: “Ia pernah mendengar Rasulullah (SAW) bersabda: “Allah berfirman: “Sesungguhnya hamba-hamba-Ku, wali-wali-Ku adalah orang-orang yang Aku cintai. Mereka selalu mengingat-Ku dan Aku pun mengingat mereka.”

Dari Said (RA), ia berkata: “Ketika Rasulullah (SAW) ditanya: “Siapa wali-wali Allah?”

Maka beliau bersabda: “Wali-wali Allah adalah orang-orang yang jika dilihat dapat mengingatkan kita kepada Allah.”

3.       Mereka saling menyayangi dengan sesamanya

Dari Umar Ibnul Khattab (RA) berkata: “Rasulullah (SAW) bersabda: “Sesungguhnya sebahagian hamba Allah ada orang-orang yang tidak tergolong dalam golongan para Nabi dan para Syahid, tetapi kedua golongan ini ingin mendapatkan kedudukan seperti kedudukan mereka di sisi Allah.”

Tanya seorang: “Wahai Rasulullah, siapakah mereka dan apa amal-amal mereka?”

Sabda beliau: “Mereka adalah orang-orang yang saling kasih sayang dengan sesamanya, meskipun tidak ada hubungan darah maupun harta di antara mereka. Demi Allah, wajah mereka memancarkan cahaya, mereka berada di atas mimbar-mimbar dari cahaya, mereka tidak akan takut dan susah.” Kemudian Rasulullah (SAW) membacakan firman Allah yang artinya: “Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati.”

4.       Pandai mengendalikan diri di saat marah, wara’ dan berbudi pekerti yang baik

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas (RA) bahwa Rasulullah (SAW) bersabda: “Ada tiga sifat yang jika dimiliki oleh seorang, maka ia akan menjadi wali Allah, yaitu: pandai mengendalikan diri di saat marah, wara’ dan berbudi luhur kepada orang lain.”

5.       Selalu berjuang mencari ridha Allah

Rasulullah (SAW) bersabda: “Wahai Abu Hurairah, berjalanlah engkau seperti segolongan orang yang tidak takut ketika manusia ketakutan di hari kiamat. Mereka tidak takut siksa api neraka ketika manusia takut. Mereka menempuh perjalanan yang berat sampai mereka menempati tingkatan para Nabi. Mereka suka berlapar, berpakaian sederhana dan haus, meskipun mereka mampu. Mereka lakukan semua itu demi untuk mendapatkan ridha Allah. Mereka tinggalkan rezeki yang halal karena akan amanahnya. Mereka bersahabat dengan dunia hanya dengan badan mereka, tetapi mereka tidak tertipu oleh dunia. Ibadah mereka menjadikan para Malaikat dan para Nabi sangat kagum. Sungguh amat beruntung mereka, alangkah senangnya jika aku dapat bertemu dengan mereka.”

Kemudian Rasulullah (SAW) menangis karena rindu kepada mereka. Dan beliau bersabda: “Jika Allah hendak menyiksa penduduk bumi, kemudian Dia melihat mereka, maka Allah akan menjauhkan siksa-Nya. Wahai Abu Hurairah, hendaknya engkau menempuh jalan mereka, sebab siapapun yang menyimpang dari perjalanan mereka, maka ia akan mendapati siksa yang berat.”

6.       Selalu menegakkan agama Allah

Imam Ali Bin Abi Thalib (KW) berkata kepada Kumail An Nakha’i: “Bumi ini tidak akan kosong dari hamba-hamba Allah yang menegakkan agama Allah dengan penuh keberanian dan keikhlasan, sehingga agama Allah tidak akan punah dari peredarannya. Akan tetapi, berapakah jumlah mereka dan dimanakah mereka berada? Kiranya hanya Allah yang mengetahui tentang mereka.

Demi Allah, jumlah mereka tidak banyak, tetapi nilai mereka di sisi Allah sangat mulia. Dengan mereka, Allah menjaga agama-Nya dan syariat-Nya, sampai dapat diterima oleh orang-orang seperti mereka. Mereka menyebarkan ilmu dan ruh keyakinan. Mereka tidak suka kemewahan, mereka senang dengan kesederhanaan. Meskipun tubuh mereka berada di dunia, tetapi ruhaninya membumbung ke alam Malakut. Mereka adalah khalifah-khalifah Allah di muka bumi dan para da’i yang dianugerahi keyakinan kepada agama-Nya yang lurus. Sungguh, betapa rindunya aku kepada mereka.”

7.       Selalu mencintai dan merindukan Allah

Imam Ghazali menyebutkan: “Allah pernah memberi ilham kepada para Siddiq: “Sesungguhnya ada hamba-hamba-Ku yang mencintai-Ku dan selalu merindukan Aku dan Aku pun demikian. Mereka suka mengingat-Ku dan memandang-Ku dan Aku pun demikian. Jika engkau menempuh jalan mereka, maka Aku mencintaimu. Sebaliknya, jika engkau berpaling dari jalan mereka, maka Aku murka kepadamu. ”

Tanya seorang Siddiq: “Ya Allah, apa tanda-tanda mereka?” Firman Allah: “Di siang hari mereka selalu menaungi diri mereka, seperti seorang pengembala yang menaungi kambingnya dengan penuh kasih sayang, tetapi mereka merindukan terbenamnya matahari, seperti burung merindukan sarangnya. Jika malam hari telah tiba, ketika tempat tidur telah diisi oleh orang-orang yang tidur dan setiap kekasih telah bercinta dengan kekasihnya, maka mereka berdiri tegak dalam sholatnya. Mereka merendahkan dahi-dahi mereka ketika bersujud, mereka bermunajat, menjerit, menangis, mengadu dan memohon kepada-Ku. Mereka berdiri, duduk, ruku’, sujud untuk-Ku. Mereka rindu dengan kasih sayang-Ku.

Mereka Aku beri tiga karunia: Pertama, Aku beri cahaya-Ku ke dalam hati mereka, sehingga mereka dapat menyampaikan ajaran-Ku kepada manusia. Kedua, andaikata langit dan bumi dan seluruh isinya ditimbang dengan mereka, maka mereka lebih unggul dari keduanya. Ketiga, Aku hadapkan wajah-Ku kepada mereka. Kiranya engkau akan tahu, apa yang akan Aku berikan kepada mereka?”

8.       Keyakinan mereka dapat menggoncangkan gunung

Abdullah ibnu Mas’ud pernah menuturkan: “Pada suatu waktu ia pernah membaca firman Allah: “Afahasibtum annamaa khalaqnakum ‘abathan”, pada telinga seorang yang pingsan.”

Maka dengan izin Allah, orang itu segera sadar, sehingga Rasulullah (SAW) bertanya kepadanya: “Apa yang engkau baca di telinga orang itu?”

Kata Abdullah: “Aku tadi membaca firman Allah: “Afahasibtum annamaa khalaqnakum ‘abathan” sampai akhir surah (QS Al Mukminun 23 ayat 115 - 119).”

Maka Rasul (SAW) bersabda: “Andaikata seseorang yakin kemujarabannya dan ia membacakannya kepada suatu gunung, pasti gunung itu akan hancur.”

Mereka dianugerahi karunia dari Allah (karamah) yang menunjukkan kecintaan Allah kepada mereka, sebagaimana hadits-hadits berikut:

Dari Anas ibnu Malik (RA) berkata: “Rasulullah (SAW) bersabda: “Berapa banyak manusia lemah dan dekil yang selalu dihina orang, tetapi jika ia berkeinginan, maka Allah memenuhinya, dan Al Barra’ ibnu Malik, salah seorang di antara mereka.”

Ketika Barra’ memerangi kaum musyrikin, para sahabat: berkata: “Wahai Barra’, sesungguhnya Rasulullah (SAW) pernah bersabda: “Andaikata Barra’ berdoa, pasti akan terkabul. Oleh karena itu, berdoalah untuk kami.”

Maka Barra’ berdoa, sehingga kami diberi kemenangan.

Di medan peperangan Sus, Barra’ berdo’a: “Ya Allah, aku mohon, berilah kemenangan kaum Muslimin dan temukanlah aku dengan Nabi-Mu.” Maka kaum Muslimin diberi kemenangan dan Barra’ gugur sebagai syahid.

Dari Ibnu Umar (RA), katanya: “Rasulullah (SAW) bersabda: “Sesungguhnya Allah mempunyai hamba-hamba yang diberi makan dengan rahmat-Nya dan diberi hidup dalam afiyah-Nya, jika Allah mematikan mereka, maka mereka akan dimasukkan ke dalam syurga-Nya. Segala bencana yang tiba akan lenyap secepatnya di hadapan mereka, seperti lewatnya malam hari di hadapan mereka dan mereka tidak terkena sedikitpun oleh bencana yang datang.”

Di zaman ini dimanakah kita bisa menemukan mereka, sehingga kita bisa beramal untuk Allah SWT?

Kita tidak perlu sibuk mencarinya, namun berjuanglah hingga kita memiliki akhlak seperti yang dijelaskan di atas.

Papahan, 3 Jumadil Akhir 1445 atau 16 Des 2023



[1] Menyingkap Hati Menghampiri Ilahi, Ziarah Ruhani Bersama Imam Al-Ghazali, Pustaka Hidayah, 1999, hal. 151.

Minggu, 12 November 2023

Ahli Bashirah

QS Al Araaf 7 ayat 172: Dan ketika Rabb-mu mengeluarkan keturunan anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap diri (anfusihim) mereka, Bukankah Aku Rabb-mu? Mereka menjawab, Betul, kami menjadi saksi. Agar di Hari Kiamat kamu tidak mengatakan, Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang lengah terhadap ini. Berdasarkan ayat ini bisa difahami bahwa ketika seseorang mempribadi, yaitu dikeluarkan dari satu kesatuan dan saat masih berwujud sperma sudah bisa menyaksikan. Berarti sang diri memiliki fitrah menyaksikan, yaitu menyaksikan akan diri pribadinya dan Rabb-nya. Semestinya pula dia menggunakan fitrah menyaksikan tersebut untuk ke Allah. QS Yusuf 12 ayat 108: Katakanlah, Inilah jalanku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak kepada Allah dengan Bashirah, Maha Suci Allah dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik.

Sang diri kemudian disempurnakan, yaitu berwadahkan jantung, raga dan otak, maka dia menjadi lupa diri dan lupa akan Rabb-nya. Dia selalu dalam kesibukan mengejar kenikmatan bagi dirinya. Bilamana hal ini diteruskan, maka kelak dia berakhir di tempat serendah-rendahnya. QS At Tin 95 ayat 4-6: Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.

Sang diri sudah terseret oleh hawa nafsu jantungnya yang padanya bercampur antara emosi diri (ghodhob) dengan penilaian perasaan hati, juga ambisi diri (syahwat) dengan kemauan hati. Semestinya penilaian hati dan kemauan tidak ditunggangi, namun diikuti. Sedangkan raga yang dilengkapi dengan indra dan motorik memberikan masukan untuk diolah oleh akal pikiran dan pelaksana untuk memberikan manfaat yang sempurna. Namun karena ditenggelamkan oleh hawa nafsunya, maka informasi dari sensorik dan motorik diabaikan. Demikian pula kajian akal pikiran pun ditolak, bahkan ditunggangi dan dimanfaatkan. Meski dirinya selalu menyaksikan akan kemunkaran tersebut, namun tidak mampu mengambil peran karena sudah terkuasai. QS Al Hajj 22 ayat 45-46: Berapalah banyaknya kota yang Kami telah membinasakannya, yang penduduknya dalam keadaan zalim, maka kota itu roboh menutupi atap-atapnya dan sumur yang telah ditinggalkan dan istana yang tinggi, maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati (quluwbun) yang dengan itu mereka menggunakan akal atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta adalah hati (alquluwbu) yang di dalam dada.

Jadi sang diri yang menyaksikan harus dibebaskan.

Cara untuk membebaskan sang diri adalah dengan kunci iftitah berupa pernyataan diri untuk bersedia menerima Allah sebagai Ilahnya. QS Al Anaam 6 ayat 79: Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang memisahkan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan-Nya. QS Al Anaam 6 ayat 162-163: Katakanlah, Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri. Dari pernyataan diri tersebut, niscaya Allah akan membukakan dadanya untuk menerima Islam dari Allah, yaitu melalui Al Fatihah. Selanjutnya dengan menelaah Quran, maka Allah menganugerahinya cahaya (nurin). Ini semua dirangkum dalam QS Az Zumar 39 ayat 22: Maka apakah orang-orang yang dibukakan dadanya (shadr) untuk menerima Islam dari Allah, lalu ia mendapat cahaya (nuwrin) dari Rabb-nya? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang membatu hatinya (quluwbuhum) untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata.


Papahan, 10 November 2023 / 26 Rabbiulakhir 1445 H

Minggu, 22 Oktober 2023

Otak adalah Baitul Makmur

Sudah sering kita mendengar dikhotomi perihal hati versus pikiran, terutama dalam hal bermakrifatullah. Sampai ada yang kemudian menghakimi agar tidak menggunakan pikiran saat bermakritaullah. Mari kita kupas perihal pikiran, setelah mengupas perihal hati dan raga.

Menurut ahlinya[1],[2], perkembangan otak embrio dimulai pada hari ke 16 setelah pembuahan, diawali dengan pembentukan lempeng saraf (neural plate) yang berkembang menjadi tabung saraf (neural tube). Pada usia 6 minggu, tabung saraf akan menutup, melengkung dan membentuk 3 area menonjol, yaitu otak depan, otak tengah dan otak belakang yang kemudian menjadi sumsum tulang belakang (spinal) hingga usia 13 minggu. Saat inilah embrio sudah berubah menjadi janin.

Perkembangan otak janin selanjutnya akan terbagi menjadi otak besar (cerebrum), otak kecil (cerebellum), batang otak, kelenjar pituitari dan hipotalamus. Pada akhir usia janin 26 minggu batang otak bayi yang berperan dalam fungsi dasar kehidupan sudah hampir matang. Pada akhir usia 40 minggu atau sebelum kelahiran otak mulai berfungsi, dimana otak besar (cerebrum) adalah untuk mengingat, berfikir dan merasakan bagian otak ini, otak kecil (cerebellum) untuk kontrol sensorik termasuk somatik dan motorik, batang otak yang berfungsi sebagai stasiun pemancar yang menghubungkan otak besar ke saraf tulang belakang serta mengirim dan menerima pesan antar berbagai bagian tubuh dan otak, kelenjar pituitari untuk pelepasan horman dan hipotalamus yang mengatur suhu tubuh, isyarat lapar dan haus, tidur dan emosi. Dengan demikian proses pertumbuhan otak adalah paling awal daripada hati dan raga namun selesai yang terakhir.

Setelah dilahirkan, maka kemampuan-kemampuan otak tersebut mulai diaktifkan, semisal pendengaran, penglihatan dan menarik manfaat (al fuad). Otak adalah pusat kontrol, bisa autonom atau ada pengendali, yaitu sang diri. Namun sebagai orang awam, kita bisa mengamati otak kita sendiri. Misalnya otak memiliki kekuatan pikiran, namun juga memiliki kemampuan mengingat atau memori, berfikir dan berakal. Disebut mengingat karena bisa menyaksikan masa lalu, namun esensinya adalah mengetahui. Pengetahuan manusia bisa dalam wujud gambaran atau imej, bisa sebutan bahkan simbol atau rumus dalam rentang waktu dari dahulu, saat sekarang dan kelak. Berfikir adalah memproses data dari pengetahuan, hingga bisa menarik kesimpulan yang umumnya adalah menarik manfaat atau nikmat. Sedangkan akal berfungsi untuk memberikan strategi dan cara bagaimana mewujudkan nikmat tersebut.

Proses perwujudan nikmat tersebut akan mengikuti Rukun Iman, dimana kita akan menerima ide / cita dari Yang Maha Kuasa, sehingga wajib bagi kita untuk iman kepada Allah yang telah memberi kita ide melalui sabda-Nya. Ide tersebut akan dibawa oleh Malaikat yang diciptakan dari cahaya, berarti bersifat menjelaskan akan hakekat ide tersebut, hingga sang penerima ide tersebut memahami dengan jelas. Ide tersebut adalah yang disebut dengan Kitab. Dan utusan-Nya adalah yang menerima ide, yang juga berarti sebagai sang pelaksana. Di saat keimanan dari sang utusan telah mencapai puncak, yaitu bilamana sudah ada gambaran dalam pengetahuanmu, sudah ada pengertian akan nikmat yang akan didapatkan serta akal sudah memberikan strategi dan cara untuk mewujudkan atau sudah mencapai `ilmul yaqin, maka sang utusan menekadkan pada dirinya untuk mewujudkannya melalui aktifitas raganya. Pada tahap ini disebut iman kepada ketentuan Allah (qadha) dan ada upaya mewujudkan (qadar). Semuanya akan terwujud pada waktunya, sehingga kita pun wajib iman kepada Hari Akhir. Jadi pantaslah kalau otak merupakan tempat kesibukan manusia, sehingga disebut sebagai Baitul Makmur manusia. Karena kemampuan adalah bagian dari kuasa, sehingga otak sejatinya adalah Baitul Makmur Ilahi. QS Ats Tsakatsur 102 ayat 1 - 7: Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (berteori), dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (ilmu teknis). Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan `ilmul yaqin, niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim (`ainul yaqin). Dan kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan.

Memori sejatinya tidak pernah menutupi data (kafir). Pikiran sejatinya tidak pernah berbohong atau mengakali hasil (munafik). Akal sejatinya tidak pernah mendua (musyrik). Lalu siapa yang kafir, munafik dan / atau musyrik? Tentunya sang utusan itu sendiri lah. Karena dia lah pengelola sejati atas dirinya sendiri. Ini akibat lemahnya sang utusan dalam mengelola emosi yang mendorongmu kerasukan dan / atau ambisi yang mendorongmu menjadi kesetanan. Hawa atau dorongan emosi dan ambisi yang mengilahkan dirinya membuat timbulnya penyimpangan dari mengilahkan Allah menjadi mengilahkan dirinya sendiri. Dia lupa bahkan mengabaikan bahwa dia hanyalah utusan, hamba dari Allah. QS Ali Imran 3 ayat 190-191: Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang, terdapat tanda-tanda (ayat) bagi Ulil Albab, yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi: Ya Rabb, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka jauhkanlah kami dari siksa neraka..

QS Al Baqarah 2 ayat 164: Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh tanda-tanda bagi kaum yang menggunakan akal.

Oleh karena itu perhatikanlah pikiranmu! Karena pikiranmu adalah Baitul Makmur Ilahi, maka perhatikanlah alam semesta ini dan ikutilah tuntunan yang berasal dari Baitul Makmur. Jadi dengan memi`rajkan dirimu hingga memasuki Baitul Makmur dan mengikuti tuntunan yang diberikan, niscaya engkau akan menerima anugerah kesuksesan dunia dan akhirat tanpa mempermasalahkan apakah dengan hati ataukah dengan akal pikiran. Mengingat sejatinya, dirimulah yang harus diselamatkan. Dirimulah yang melakukan isra` dari Baitul Harammu yang berada dalam hati, menuju Baitul Maqdismu yang merupakan ragamu. Lalu engkau mi`raj menuju Baitul Makmur yang berada di otakmu, dan seterusnya.


Papahan, 10 Oktober 2023 / 25 Rabiulawal 1445 H



[1] Madarina, Adendha, Perkembangan Otak Janin Dalam Kandungan Di Tiap Trisemester, Hellosehat.com, 02/12/2022

[2] Sicca, Pradita Shintaloka, Perkembangan Otak Janin Dimulai Pada Usia Berapa?, Kompas.com, 19/03/2022

Senin, 25 September 2023

Raga Adalah Baitul Muqaddas

Sang jabang bayi setelah disempurnakan raganya, kemudian Allah menghembuskan ruh-Nya, hingga paru-parunya pun berfungsi dan raganya pun bergerak. QS Shaad 38 ayat 72: Maka apabila telah Ku-sempurnakan kejadiannya dan Ku-tiupkan kepadanya ruh-Ku, maka hendaklah tersungkur dengan bersujud kepadanya. Lalu Allah mengeluarkan dari perut ibunya dan menganugerahkan kesempurnaan daya dan kemampuan. QS An Nahl 16 ayat 78: Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan dan al fuad, agar kamu bersyukur. Raga memiliki dua kemampuan selain daya raga, yaitu sensorik (indra & somatik) dan motorik (gerak). Sensorik merupakan jendela untuk menyaksikan alam dunia, sedangkan motorik adalah sarana untuk beraktifitas. Daya dan kemampuan adalah milik Allah Yang Maha Kuasa yang dianugerahkan kepada makhluk-Nya yang dikehendaki. Baik sensorik maupun motorik bersifat hanya saat ini, tidak untuk kemarin atau akan datang.

Raga berasal dari tanah bumi, namun awalnya diwujudkan di surga. Bumi berasal dari api, sehingga alam ini disebut sebagai alam api. Di bumi ini engkau dibakar agar dirimu mencapai kematangan yang sempurna dan juga kejelasan. Bukankah api memiliki sifat membakar dan menerangi? Dengan diciptakannya engkau di surga, maka fitrahmu sejatinya adalah pengguni surga. Namun kebanyakan kalian memilih mencintai alam api (dunia) dan kelak neraka.

Raga adalah wujud atau fitrah (bawaan) dirimu, sehingga wajah dan wujud ragamu akan sesuai dan patuh mengikuti fitrahmu. Fitrahmu dibangun dari sikapmu. Ragamu juga membawa dorongan, semisal makan dan bereproduksi (syahwat). Namun jangan sampai engkau terseret oleh emosi dan ambisimu, sehingga makan dan syahwatmu menjadi tidak terkontrol.

Perhatikanlah saat orang mati, mereka tanggalkan raganya sementara waktu dalam alam kubur. Dirinya akan memasuki alam tanpa api, berarti alam gelap dan dingin. Ini menjadi pelajaran bagi yang hidup yang kelak akan menyusul. Di alam gelap dan dingin mereka akan merasakan ketidak-mampuan, kehilangan yang membuatnya menderita. Apalagi ketika menyaksikan dan ikut merasakan raganya dihancurkan setahap demi setahap. Semuanya ini adalah peringatan akan adanya Rabbul `alamin yang seharusnya diakui, bukan diabaikan. Bukankah saat engkau tidak tahu dan tidak mampu, engkau kebingungan dan membutuhkan Sang Penolong?

Bagaimana pula dengan orang-orang yang melatih dirinya mengelola raganya namun tetap tidak bisa mengetahui eksistensi Rabbul `alamin?

Ragamu adalah sarana Ilahi untuk menyempurnakan nikmat-Nya. Melalui ragamu pula Dia menggembleng. Bukankah kesenangan dan kesakitan diderita oleh ragamu. Akibat kesenangan yang diterima ragamu, engkau puas. Saat menerima sakit, engkau menderita. Sehingga sejatinya ragamu itu suci dan tidak pernah salah, dia selalu mengingatkanmu. Jangan dikira bahwa kamu bisa mengelola dirimu sedemikian rupa sehingga saat ragamu didera sakit, engkau bisa melepaskan diri dari penderitaan. Oleh karena itu dosa yang harus kamu tanggung, akan ditanggung berdua antara dirimu dan ragamu. Ibarat orang lumpuh namun bisa menyaksikan bekerja sama dengan orang buta namun bisa beraktifitas. Bisakah raga menolak perintah dirinya? Bisa, misalnya saat sakit lumpuh.

Kecintaanmu akan kamu tumpahkan kepada dirimu dan ragamu sebagai satu kesatuan. Namun kalau engkau memahami bahwa sejatinya adalah totalitas dirimu adalah sama-sama yang dikuasai, maka cinta kepada Allah Yang Maha Kuasa (Mahabbatullah) akan tumbuh. Bilamana dapat ridho, niscaya engkau bisa memasuki syaghaf. Yaitu tempat terbitnya cinta Ilahi dan cinta kepada seluruh makhluk-Nya.

Dengan menjaganya jauh dari kesalahan, maka kamu telah menjaga kesuciannya. Jadi ragamu adalah sejatinya adalah Baitul Muqaddas. Tumbuhkanlah cinta Ilahi pada dirimu melalui ragamu, sehingga semua perbuatanmu kamu tujukan hanya untuk Dia, Lillahi Taala. Tanamkan cinta Ilahi kepada keseluruhan diri dan ragamu melalui sujudmu kepada Allah Yang Maha Tinggi.


Papahan, 08 September 2023 / 23 Safar 1445 H


Minggu, 10 September 2023

Hati / Jantung Adalah Baitul Haram

Sang diri yang sadar dan menyebut dirinya dengan aku, selanjutnya berkendaraan jantung (hati) untuk memulai hidup di alam dunia. Bukankah yang pertama kali aktif dari seorang bayi adalah jantungnya? Yaitu detaknya yang bisa dideteksi dengan alat USG.

Hati merupakan Baitul Haramnya Ilahi, namun juga Baitul Haramnya manusia. Padanya terdapat dua kemampuan selain daya hati, yaitu penilaian (perasaan) dan keinginan. Penilaian dan keinginan yang timbul, sifatnya hanya saat ini, tidak untuk kemarin atau akan datang. Dengan aktifnya jantung dan adanya dua kemampuan ini, maka fenomena ngidam atau keinginan bayi bisa dijelaskan. Namun betulkah bahwa kemampuan ini sudah aktif sebelum ruh Ilahi dihembuskan ataukah itu aktifitas Ilahi sendiri?

Melalui interaksi dengan kedua kemampuan hatinya, maka emosi dan ambisi sang diri akan bereaksi. Emosi bisa bereaksi akibat penilaian yang tidak dia sukai, sehingga membawa kepada kekecewaan bahkan kejahatan. Difirmankan dalam QS Al Anbiya 21 ayat 87 : Dan Dzun Nun ketika ia pergi dalam keadaan emosi (mughaadhiban), lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitkannya, maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap: Bahwa tiada Ilah kecuali Engkau, Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim. Bisa pula bereaksi akibat penilaian yang tidak dia sukai, namun tidak membawa kepada kekecewaan bahkan bisa menimbulkan kebaikan. Difirmankan dalam QS Asy Syuura 42 ayat 37 : Dan orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan-perbuatan keji dan apabila mereka emosi, mereka memberi maaf. Penilaian yang disukai, membuat emosi menjadi tenang dan senang, namun akan membuat lemahnya sang diri saat menghadapi hal-hal yang tidak menyenangkan.

Hal-hal yang menyenangkan akan menimbulkan ambisi untuk mengejarnya, seperti difirmankan dalam QS Ali Imran 3 ayat 14: Dijadikan indah pada manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini (asy syahawati), yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik. Ambisi yang timbul bisa menjadi liar, seperti difirmankan dalam QS An Naml 27 ayat 55: Mengapa kamu mendatangi laki-laki untuk syahwatmu, bukan wanita? Sebenarnya kamu adalah kaum yang jahil.. kalau dibiarkan, maka akan membawa kesesatan, sebagaimana difirman dalam QS Maryam 19 ayat 59 : Maka datanglah sesudah mereka, pengganti yang menyia-nyiakan sholat dan memperturutkan syahwat, maka mereka kelak akan menemui kesesatan. Bahkan mengajak orang lain sebagaimana difirmankan dalam QS An Nisa 4 ayat 27: Dan Allah hendak menerima taubatmu, sedang orang-orang yang mengikuti syahwatnya bermaksud supaya kamu berpaling sejauh-jauhnya. Padahal Allah menimbulkan keinginan dalam hatinya adalah supaya bertaubat kepada-Nya.

Karena daya dan kemampuan adalah milik Allah, maka penilaian dan keinginan sejatinya adalah dari-Nya. Jadi semestinya diikuti. Namun karena hawa atau dorongan emosi dan ambisi yang mengilahkan dirinya membuat timbulnya penyimpangan dari mengilahkan Allah menjadi mengilahkan dirinya sendiri.

Oleh karena itu perhatikanlah dirimu! Karena hatimu adalah Baitul Harammu, maka tidak bisa diserahkan kepada siapapun. Kecuali kalau engkau sudah sadar bahwa engkau hanyalah hamba Allah, maka kosongkan hatimu dari selain Dia. Tundukkanlah dirimu dalam sholatmu (ruku) dengan kesadaran bahwa engkau beriman kepada Allah dan tanamkan iman itu sedalam-dalamnya hingga tersentuh qalbumu. QS Al Mujadilah 58 ayat 22: Mereka itulah orang-orang yang menanamkan keimanan dalam hati mereka (quluwbihim) dan menguatkan mereka dengan RuhNya. .  Dan saat engkau bangkit dari ruku (Itidal) akan engkau saksikan betapa semua yang ada ini adalah nikmat Ilahi yang berasal dari kehendak-Nya. QS An Najm 53 ayat 11: Hatinya (al fuwaadu) tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya.


Papahan, 04 September 2023 / 19 Safar 1445 H


Persiapkan Dirimu Menghadapi Fitnah Akhir Zaman

Aku berlindung kepada Allah dari syaitan yang terkutuk. Dengan Asma Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji bagi Dzat yang...