Untuk menanggapi adanya fitnah-fitnah
tersebut, semestinya akan selalu ada individu atau kelompok orang-orang yang
senantiasa menegakkan kebenaran atau urusan Allah. Yaitu mereka-mereka yang
menyerahkan dirinya kepada Allah. Mereka ini akan selalu berjuang untuk
mengajak kepada ketaatan hanya untuk Allah. QS Al Baqarah 2
ayat 193: “Dan perangilah mereka itu,
sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata
untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada
permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim.” Juga berperang agar agama atau sikap itu semata-mata untuk
Allah. QS Al Anfal 8 ayat 39: “Dan perangilah mereka, supaya
jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah. Jika mereka
berhenti (dari kekafiran), maka sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang mereka
kerjakan.”
Perjuangan juga berarti peperangan. Ada
perang bathin, ada perang intelektualitas dan ada perang fisik. Bentuk-bentuk
peperangan tersebut akan tergantung kepada situasi dan kondisinya. Dalam sebuah riwayat dari Abu Dawud
disebutkan: Akan senantiasa ada sekelompok umatku yang berperang di atas
kebenaran. Mereka meraih kemenangan atas orang-orang yang memerangi mereka,
sampai akhirnya kelompok terakhir mereka memerangi Dajjal.[1]
Dalam riwayat lain: Akan senantiasa ada satu kelompok dari umatku yang meraih kemenangan
(karena berada) di atas kebenaran, orang-orang yang menelantarkan mereka tidak
akan mampu menimbulkan bahaya kepada mereka, sampai datangnya urusan Allah
sementara keadaan mereka tetap seperti itu.[2]
Akan senantiasa ada satu kelompok dari
umatku yang berperang di atas urusan Allah. Mereka mengalahkan musuh-musuh
mereka. Orang-orang yang memusuhi mereka tidak akan mampu menimpakan bahaya
kepada mereka sampai datangnya kiamat, sementara keadaan mereka tetap konsisten
seperti itu.[3]
Parameter kebenaran atau urusan Allah
saat itu adalah mereka yang selalu mengajak ke Allah. QS Yusuf 10 ayat 108: “Katakanlah, “Inilah jalan (sabiyly)-ku,
aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan
bashirah, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik.”” Bashirah artinya penglihatan. Orang bisa melihat kebenaran adalah
orang yang telah bisa menggunakan pengertiannya (a6’’), sehingga memperoleh
kepastian bukan lagi dugaan.
Kelompok yang selalu berperang untuk
menegakkan bahwa agama dan ketaatan hanya untuk Allah ini disebut dengan
kelompok Thaifah Manshurah. Ciri-ciri mereka telah dijelaskan dalam
beberapa riwayat yang dan dikenal dengan nama Ashabu Rayati Suud (Pasukan Panji Hitam dari Khurasan).
Akan keluar sebuah kaum dari arah Timur,
mereka akan memudahkan kekuasaan bagi Al Mahdi.
Dari Khurasan (bisa juga berarti tempat
matahari terbit – timur) akan keluar beberapa bendera hitam, tak sesuatupun
bisa menahannya sampai akhirnya bendera-bendera itu ditegakkan di Iliya (Baitul Maqdis).
Akan keluar manusia dari Timur yang akan
memudahkan jalan kekuasaan bagi Al Mahdi.
Tsauban (ra), “Akan berperang tiga orang di sisi
perbendaharaanmu. Mereka semua adalah putera khalifah. Tetapi tak seorang pun
di antara mereka yang berhasil menguasainya. Kemudian muncullah bendera-bendera
hitam dari arah timur, lantas mereka membunuh kamu dengan suatu pembunuhan yang
belum pernah dialami oleh kaum sebelummu.” Kemudian beliau (saw) menyebutkan
sesuatu yang aku tidak hafal, lalu bersabda, “Maka jika kamu melihatnya,
berbai’atlah walaupun dengan merangkak di atas salju, karena dia adalah
khalifah Allah Al-Mahdi.”[4]
Mereka datang dari arah matahari terbit.
Arah matahari terbit kebetulan adalah arah dari hadapan Multazam, dimana pulau Jawa/Indonesia termasuk dalam jangkauan arah
tersebut. Selain itu wali-wali di Indonesia ini adalah dari keturunan Nabi (saw),
dengan kata lain keturunan Nabi (saw) banyak berhijrah ke arah timur. Akhlak
manusia yang tinggal di arah timur atau tempat matahari terbit selalu merujuk
kepada orang-orang yang berbudaya berketuhanan.
Mengenai orang-orang timur dikisahkan
dalam QS Al Kahfi 18 ayat 83-101: “Mereka akan bertanya kepadamu tentang
Dzulkarnain. Katakanlah, “Aku akan bacakan kepadamu cerita tentangnya.”
Sesungguhnya
Kami telah memberi kekuasaan kepadanya di (muka) bumi, dan Kami telah
memberikan kepadanya jalan (untuk mencapai) segala sesuatu, maka dia pun
menempuh suatu jalan.
Hingga
apabila dia telah sampai ke tempat terbenam matahari, dia melihat matahari
terbenam di dalam laut yang berlumpur hitam dan dia mendapati di situ
segolongan umat. Kami berkata: “Hai Dzulkarnain, kamu boleh menyiksa atau boleh
berbuat kebaikan terhadap mereka.”
Berkata
Dzulkarnain: “Adapun orang yang aniaya, maka kami kelak akan mengazabnya,
kemudian dia kembalikan kepada Rabb-nya, lalu Rabb mengazabnya dengan azab yang
tidak ada taranya.”
Adapun
orang-orang yang beriman dan beramal saleh, maka baginya pahala yang terbaik
sebagai balasan dan akan Kami titahkan kepadanya (perintah) yang mudah dari
perintah-perintah Kami.
Kemudian
dia menempuh jalan (yang lain).
Hingga
apabila dia telah sampai ke tempat terbit matahari (sebelah Timur), dia
mendapati matahari itu menyinari segolongan umat yang Kami tidak menjadikan
bagi mereka sesuatu yang melindunginya dari (cahaya) matahari itu, demikianlah
dan sesungguhnya Kami meliputi segala apa yang ada padanya.
Kemudian
dia menempuh suatu jalan (yang lain lagi).
Hingga
apabila dia telah sampai di antara dua buah gunung, dia mendapati di hadapan
kedua bukit itu suatu kaum yang hampir tidak mengerti pembicaraan.
Mereka
berkata: “Hai Dzulkarnain, sesungguhnya Ya'juj dan Ma'juj itu orang-orang yang
membuat kerusakan di muka bumi, maka dapatkah kami memberikan sesuatu
pembayaran kepadamu, supaya kamu membuat dinding antara kami dan mereka?”
Dzulkarnain
berkata: “Apa yang telah dikuasakan oleh Rabb kepadaku terhadapnya adalah lebih
baik, maka tolonglah aku dengan kekuatan, agar aku membuatkan dinding antara
kamu dan mereka, berilah aku potongan-potongan besi.” Hingga apabila besi itu
telah sama rata dengan kedua (puncak) gunung itu, berkatalah Dzulkarnain:
“Tiuplah (api itu).” Hingga apabila besi itu sudah menjadi (merah seperti) api,
diapun berkata: “Berilah aku tembaga (yang mendidih) agar aku kutuangkan ke
atas besi panas itu.”
Maka
mereka tidak bisa mendakinya dan mereka tidak bisa (pula) melobanginya.
Dzulkarnain
berkata: “Ini (dinding) adalah rahmat dari Rabb, maka apabila sudah datang
janji Rabb, Dia akan menjadikannya hancur luluh; dan janji Rabb itu adalah
benar.”
Kami
biarkan mereka di hari itu bercampur aduk antara satu dengan yang lain,
kemudian ditiup lagi sangkakala, lalu Kami kumpulkan mereka itu semuanya dan
Kami nampakkan Jahannam pada hari itu kepada orang-orang kafir dengan jelas,
yaitu orang-orang yang matanya dalam keadaan tertutup dari memperhatikan
tanda-tanda kebesaran-Ku dan adalah mereka tidak sanggup mendengar.”
Sedangkan ciri membunuh dengan suatu
pembunuhan yang belum pernah dialami oleh kaum sebelummu, secara
tegas disampaikan Allah dalam QS Al Anfaal 8 ayat 17: “Maka bukan kamu yang membunuh
mereka, akan tetapi Allah-lah yang membunuh mereka dan bukan kamu
yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar dan untuk
memberi kemenangan kepada orang-orang mukmin, dengan kemenangan yang baik.
Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Barangkali gambarannya seperti yang
dikisahkan dalam hadits berikut:
Rasulullah (saw) bersabda, “Apakah
kalian pernah mendengar suatu kota yang terletak sebagiannya di darat
dan sebagiannya di laut?”
Mereka (para sahabat) menjawab, “Pernah
wahai Rasulullah.”
Beliau (saw) bersabda, “Tidak
terjadi hari kiamat, sehingga ia diserang oleh 70.000 orang dari Bani Ishaq.
Ketika mereka telah sampai di sana, maka mereka pun memasukinya. Mereka
tidaklah berperang dengan senjata dan tidak melepaskan satu panah pun. Mereka
hanya berkata Laa Ilaha Illallah Wallahu Akbar, maka jatuhlah salah satu bagian
dari kota itu.”
Berkata Tsaur (perawi hadits), “Saya
tidak tahu kecuali hal ini; hanya dikatakan oleh pasukan yang berada di laut.
Kemudian mereka berkata yang kedua kalinya Laa Ilaha Illallah Wallahu Akbar,
maka jatuh pula sebagian yang lain (darat). Kemudian mereka berkata lagi Laa
Ilaha Illallah Wallahu Akbar, maka terbukalah semua bagian kota itu. Lalu mereka pun memasukinya. Ketika mereka sedang
membagi-bagikan harta rampasan perang, tiba-tiba datanglah seseorang (setan)
seraya berteriak: “Sesungguhnya Dajjal telah keluar.” Kemudian mereka
meninggalkan segala sesuatu dan kembali.”[5]
Berdasarkan berita tersebut, maka
ada sekelompok orang yang termakan fitnah ketiga kemudian mengaku-ngaku,
diantaranya ISIS, Al Qaeda yang menganggap diri mereka sebagai Thaifah
Manshurah. Mereka hanya berasumsi, artinya bukan kepastian. Berarti masih gelap,
mereka tertipu oleh hawa nafsunya (keakuan). Kalau seandainya mereka mengikuti
arahan memori (a5’’), pengertian (a6’’) dan akalnya (a7’’), niscaya mereka akan
sadar.
[4]Sunan
Ibnu Majah, Kitabul Fitan Bab Khurujil Mahdi 2: 1467: Mustadrak Al-Hakim 4:
463-464. Dan dia berkata, “Ini adalah hadits shahih menurut syarat Syaikhain.”
(An-Nihayah fit Firan 1: 29 dengan tahqiq DR. Thana Zaini).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar