Alternatif dalam memahami Allah


KUNTU KANZAN MAKHFIYYAN
AHBABTU AN ‘URIFA
FA KHALAQTU KHALQA
LI ‘URIFA
AKU ADALAH PERBENDAHARAAN TERSEMBUNYI
AKU CINTA DIKENAL
MAKA AKU CIPTAKAN MAKHLUK-KU
AGAR MEREKA MENGENAL AKU
(Sumber: tidak diketahui)
Dia adalah Perbendaharaan tersembunyi (disebut dengan Allah), berarti sesuatu eksistensi sangat berharga yang perlu diperjuangkan untuk diketemukan. Dia cinta dikenal, berarti Dia juga memiliki fitrah untuk menampilkan eksistensi-Nya. Dua fitrah keberadaan yang saling berbenturan. Yang satu selalu berupaya menyembunyikan jati diri-Nya, yang satu lagi selalu berupaya untuk dikenal. Dari dua benturan fitrah inilah Dia menciptakan makhluk-Nya. Lalu timbul pertanyaan, bagaimana makhluk mengenal-Nya? Jawaban atas pertanyaan ini adalah dengan mengenal-Nya di Persembunyian-Nya.
Apakah pernyataan tersebut benar? Hal ini harus dibuktikan!
Dengan menggunakan siklus kebenaran, marilah dibuktikan pernyataan tersebut.
Karena akan membuktikan dan berhubung belum mengerti dan belum ada wujud nyata yang bisa dilihat, maka wajib untuk mempercayai bahwa pernyataan tersebut benar adanya. Kalau tidak, buat apa membuktikan! Melalui percaya, maka kita melakukan pengadaan akan eksistensi Allah.
Secara teori, berarti melakukan pendekatan atau menggunakan ilmu karang atau A9, yaitu dengan mengandalkan fakta-fakta yang terbeber di alam ini. Alam adalah bacaan, alam adalah kitab. Adanya alam membawa kepastian adanya Yang menciptakan alam. Umumnya kita menyebut sebagai Sang Pencipta. Kali ini kita akan melampaui batasan umum, kita berupaya menggali kepastian. Kata menciptakan berarti menandakan adanya Kuasa, yaitu Kuasa menciptakan. Apakah sebutan Kuasa masih bisa diperdalam lagi? Nampaknya tidak. Sehingga perlu dibuat kesimpulan yang mutlak bahwa Kuasa adalah kemampuan melakukan apa saja. Berarti Kuasa harus tunggal tidak ada duanya, sempurna.
Siapakah Kuasa? Yang jelas Kuasa tersebut tersembunyi, karena kalau tidak tersembunyi, kita sudah bisa mengetahui.
Apakah setiap makhluk perlu Kuasa? Pasti! Tanpa Kuasa yang diwenangkan kepada makhluk, makhluk tidak bisa melakukan apa-apa. Dengan memiliki Kuasa, makhluk terutama manusia bisa memperoleh kenikmatan. Berarti Kuasa ingin dimiliki oleh setiap makhluk, terutama manusia. Dengan demikian Kuasa adalah Perbendaharaan tersembunyi.
Kuasa cinta dikenal. Pasti. Adanya penciptaan, terutama manusia adalah bukti nyata bahwa Kuasa cinta dikenal. Bisa pula difahami bahwa semua bentuk perwujudan adalah bentuk-bentuk kekuasaan.
Dengan demikian pernyataan pertama dan kedua secara ilmu sudah terbukti, berarti tercapailah ilmu yakin.
Sekarang kita buktikan dengan fakta. Bukankah pada setiap kejadian bencana alam selalu diawali dengan tanda-tanda kehadiran Allah? Dan pada umumnya musibah bencana alam terjadi akibat orang-orang di daerah tersebut menjauh dari Allah? Ini memberikan pemahaman bahwa pada wilayah-wilayah yang mengaku bertuhan namun dalam prakteknya jauh dari akhlak manusia bertuhan akan diperingatkan dengan musibah. Jadi musibah adalah akibat kesalahan manusianya.
Bukti dari Kitab suci juga ada, yaitu pada QS Al A’raaf ayat 143: Dan tatkala Musa datang untuk (munajat) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman kepadanya, berkatalah Musa, “Ya Tuhanku, nampakkanlah kepadaku agar aku dapat melihat Engkau?” Tuhan berfirman, “Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya, niscaya kamu dapat melihat-Ku.” Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata, “Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman.”
Hal ini juga diperkuat dengan sebuah hadits qudsi:
Dari Anas bin Malik ra, dia berkata, “Saya mendengar Rasulullah saw bersabda, Allah berfirman,
“Wahai anak Adam, sesungguhnya selama kamu berdoa dan mengharap hanya kepadaKu, Aku memberi ampunan kepadamu terhadap apa yang ada padamu dan Aku tidak mempedulikannya. (Doa berarti permohonan. Memohon pasti kepada  Yang Kuasa mengabulkan. Berarti doa adalah melakukan pengakuan akan keberadaan/pengadaan Tuhan. Ini adalah pendekatan secara Klenik atau A10 menurut Jagad Pitu).
Wahai anak Adam, seandainya dosamu sampai ke langit, kemudian kamu minta ampun kepadaKu, maka Aku memberi ampunan kepadamu dan Aku tidak mempedulikannya. (Taubat berarti menghadap, yaitu melakukan pendekatan. Berhubung Dia Gaib, maka pendekatan dengan pengertian atau ilmu Karang atau A9 menurut Jagad Pitu).
Wahai anak Adam sesungguhnya apabila kamu datang kepadaKu dengan kesalahan sepenuh bumi, kemudian kamu menjumpai Aku dengan tidak menyekutukan Aku dengan sesuatu, niscaya Aku datang kepadamu dengan ampunan sepenuh bumi.”” (Hadir berarti berjuang untuk bertemu, seperti Nabi Musa (as) agar bisa melihat-Nya atau Katon atau A8 menurut Jagad Pitu).
Untuk menandai keberadaan Kuasa yang tidak bisa diketahui, walau bisa dimengerti, maka orang-orang cerdas zaman dahulu menandai dengan bentuk berbagai macam. Ada tugu, totem, rumah yang intinya adalah menandai adanya Kuasa. Nabi-nabi adalah kumpulan orang-orang cerdas, mereka menandai adanya Kuasa dengan bangunan tempat ibadah atau Baitullah, semisal masjid. Bangunan tempat ibadah paling kecil risikonya dari potensi salah persepsi, terutama kemusyrikan.
Berbeda dengan patung, patung dibuat untuk menghormati tokoh yang bermanfaat buat masyarakat. Untuk mengenang jasanya, mereka membangun patungnya dan pada awalnya dijadikan sarana perantara untuk meminta pertolongan Yang Kuasa. Namun lama kelamaan bergeser menjadi wujud yang disembah.
Bangunan tempat ibadah, seperti masjid yang merupakan tempat pertemuan hamba dengan Tuhannya, yaitu di rumah-Nya selalu dilengkapi dengan gapura sebagai jalan masuk menuju masjid. Kata gapura berasal dari asma Allah, Al Ghaffur yang dimaknai sebagai Sang Pembuka. Dengan memasuki gapura dan meniti jalan jalan (Shirath Al Mustaqiym) menuju ke Baitullah. Oleh karena itu bisa dimaknai bahwa gapura dibangun sebagai pengingat manusia akan Yang Kuasa. Dengan memasuki gapura, manusia bertaubat untuk kembali bersujud kepada Yang Kuasa.
Agar pengajaran ini berlangsung selama-lamanya, Gapura ini harus dibangun dengan penampakan dan keindahan, agar menarik mereka yang belum tahu untuk mendatangi, bertanya dan kemudian memasukinya. Gapura ini harus pula dibangun dengan kekuataan, kekokohan agar bisa bertahan di sepanjang gempuran masa, cuaca, suasana, situasi, kondisi dan peradaban. Karena kehancuran Gapura adalah simbol akan semakin dilupakannya Sang Perbendaharaan Tersembunyi. Sebagai akibatnya makhluk-Nya kembali kepada kebingungan atau lupa atau bahkan lalai kepada Perbendaharaan tersembunyi. Kondisi ini akan mendorong Yang cinta dikenal menampakkan Jati Dirinya. Dan alam semesta pun tidak mampu menanggung Kehadiran-Nya.
Untuk bisa mencapai Gapura ini, orang memerlukan penunjuk jalan, yaitu Dia sendiri yang disebut dengan panggilan Al Hadi. Peran Al Hadi ini dijalankan kepada orang-orang yang dipilih Allah, yaitu para ulama, dimana tujuannya adalah mengingatkan manusia kepada Allah. Ulama, bukanlah ahli kitab. Ulama adalah orang yang berilmu, yang sudah mencapai Ilmul Yaqin, hingga Haqqul Yaqin. Karena seseorang dikatakan mencapai Haqqul Yaqin, bilamana dia memahami ilmunya dan telah mengamalkan dalam praktek-praktek sehari-hari.
Kemudian dengan bantuan Al Fata (Al Fatihah) kita membuka gapura dan siap menemui Yang Tersembunyi, kita akan meniti jalan / shirat / sabil menuju kepada Perbendaharaan Tersembunyi. Kembali lagi kepada fitrah Sang Tersembunyi, Dia pun juga menyembunyikan Dirinya melalui penampakan berbagai jalan, baik yang lurus maupun yang berliku-liku. Baik jalan yang mendatar, menanjak ataupun menurun, yang masing-masing dengan tingkat kemiringan yang bermacam-macam. Bahkan jalan tersebut pun masih pula diberi cabang-cabang yang membingungkan dan menyesatkan. Dan hanya melalui sikap berserah diri inilah kita akan selamat hadir ke hadirat Perbendaharaan tersembunyi.
Quran surat Yaasiin ayat 1 - 4:
Yaa siin; Demi Al Quran yang penuh hikmah; Sesungguhnya kamu salah seorang dari rasul-rasul, (yang berada) di atas jalan yang lurus.
Penyatuan kembali jiwa manusia yang dikuasai kepada Kuasa adalah kenikmatan tertinggi. Pada posisi kesadaran itulah, seseorang mencapai maqam Mursalin sesuai ayat di atas.

Tuban, 5 April 2012


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Orang Jawa Menjelaskan Hakekat Manusia

Menyaksikan Keberadaan Rabbul 'alamin

Sugeng Kondur Bapak (Bapak Mas Supranoto)