Adalah suatu kenyataan
bahwa orang ketika diciptakan diletakkan pada tempat yang serendah-rendahnya,
yaitu alam dunia. Di alam ini “saya”nya akan menguasai jasmaninya (saya
>>> a1 sd a4). Hingga orang tersebut mengalami berbagai masalah. QS Al An’aam 6 ayat 42: “Dan sesungguhnya Kami telah
mengutus (rasul-rasul) kepada umat-umat yang sebelum kamu, kemudian Kami siksa
mereka dengan (menimpakan) kesengsaraan dan kemelaratan, supaya mereka memohon
(kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri.”
Ada pula ketundukan karena
terima kasih. Mereka ini seperti pekerja yang tunduk ketika diberi upah.
Ketundukan semacam ini juga relatif tidak permanen. QS An Nahl 16 ayat 81: “Dan Allah menjadikan bagimu
tempat bernaung dari apa yang telah Dia ciptakan, dan Dia jadikan bagimu
tempat-tempat tinggal di gunung-gunung dan Dia jadikan bagimu pakaian yang
memeliharamu dari panas dan pakaian (baju besi) yang memelihara kamu dalam
peperangan. Demikianlah Allah menyempurnakan nikmat-Nya atasmu agar kamu
berserah diri (kepada-Nya).”
Yang terbaik adalah mereka
yang tunduk karena memahami bahwa hanya Allah lah Yang paling pantas untuk ditunduki. Merekalah yang
tunduk dengan penuh kehormatan kepada Allah. Inilah ketundukan yang sejati. QS Al Baqarah 2 ayat 128: “Ya Rabb kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada
Engkau dan (jadikanlah) diantara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada
Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadat haji
kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima
Taubat lagi Maha Penyayang.”
Allah ketika meminta kepada
hamba-Nya untuk tunduk kepada-Nya tidak serta merta melakukan pemaksaan. Dia
selalu memulai dengan himbauan. QS Al Anbiya 21 ayat 108: “Katakanlah, “Sesungguhnya
yang diwahyukan kepadaku adalah bahwasanya Tuhan-mu adalah Tuhan Yang Maha Esa, maka hendaklah kamu
berserah diri (kepada-Nya).””
Selanjutnya Allah secara
tegas memerintahkan. QS Al An’aam 6 ayat 163: “Tiada sekutu bagi-Nya; dan
demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang
pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).”
Hingga tumbuh kesadaran
manusia untuk tunduk kepada Allah dengan senang hati. QS Al Ahqaf 46 ayat 15: “Kami perintahkan kepada
manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya
dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya
sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa
dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa, “Ya Rabb-ku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah
Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat
amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi
kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan
sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.””
Ketika kemudian Yang Kuasa
sudah bersedia memberikan petunjuk, maka dadanya akan dibukakan, sehingga
dirinya mulai merdeka. QS Al An’aam 6 ayat 125: “Barangsiapa yang Allah
menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya
untuk (memeluk agama) Islam. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah
kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah
ia sedang mendaki langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang
yang tidak beriman.”
QS Az Zumar 39 ayat 22: “Maka apakah orang-orang yang
dibukakan Allah hatinya (dadanya) untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat
cahaya dari Rabb-nya (sama dengan
orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang
telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang
nyata.”
Di ayat ini yang dibuka Allah adalah
dada orang. Berarti bicara pada tahapan
fisik atau jasmani (a1
s/d a4), yaitu jasmaninya terseret oleh sayanya.
Supaya Allah berkehendak
membuka dada untuk menganugerahi Islam dan cahaya-Nya tentunya saya harus bersikap mau menerima
Allah, membuka dada dan meminta kepada Allah agar Dia berkehendak melapangkan
dada melalui amal ibadah yang membuat Allah berkehendak. QS Thaha 20 ayat 25: “Berkata Musa, "Ya Rabb-ku, lapangkanlah untukku dadaku, ….””
Murtadha Muthahhari (1996) mengisahkan
pengalaman pribadi ’Unwan Bashri salah seorang murid Imam Malik bin Anas (ra) pendiri
madzab Maliki yang
mendapat nasehat dari Imam Ja’far Ash Shadiq (ra), salah seorang keturunan
Rasulullah (saw), “Hai Abu Abdillah, ma’rifatullah dan nurul yaqin
tidak bisa didapat hanya dengan datang dan pergi atau hanya sekedar pintu fulan
dan fulan saja. Orang lain tidak akan bisa menuangkan cahaya ilmu ini kepadamu,
karena itu bukan sejenis ilmu pelajaran (pengetahuan). Itu adalah suatu cahaya,
yang Allah akan berikan kepada hamba-hamba-Nya yang patut menerima hidayah-Nya.
Kalau ilmu dan cahaya seperti ini yang kamu kehendaki, maka carilah hakikat ‘ubudiyah dari batin ruhmu dan kedalaman
jiwamu. Carilah ilmu ini dengan jalan beramal dan mohonlah kepada Allah,
niscaya Dia akan mengaruniakannya di hatimu (dirimu)
....”
Doa Nabi (saw), “Allaahummaj’al
fii qalbii nuuran, wa fii lisaanii nuuran, waj’al fii sam’ii nuuran, waj’al fii
basarii nuuran, waj’al min khalfii nuuran, wa min ammamii nuuran, waj’al min
fauqii nuuran, wa min tahtii nuuran, allaahumma aatinii nuuran.” Artinya: "Ya Allah, Anugerahilah aku cahaya, cahaya di
dalam hatiku, cahaya di dalam kuburku, cahaya di pendengaran dan mataku, cahaya
dalam daging dan cahaya dalam darahku dan cahaya dalam tulangku, dan cahaya
dalam urat nadiku, cahaya di depanku, cahaya di belakangku, cahaya di kiri dan
kananku, di atas dan bawahku. Ya Allah yang meningkatkan cahayaku berikan aku
terang dan anugerahilah aku cahaya. Aamiin.
QS Al Baqarah 2 ayat 256-257:
“Tidak ada paksaan untuk
(memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada
jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman
kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat
yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Allah Pelindung orang-orang
yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya
(iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang
mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu
adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.”
Setelah menyadari akan
fitrah dirinya, saya manusia barulah mau menerima kenyataan untuk berserah diri
kepada Allah Rabbul álamin. “Saya”nya mulai menerima masukan dari raganya (saya
<<< a1 s/d a4), yaitu dengan mulai terbukanya dadanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar