Mahabbatullah adalah mereka yang menikmati kehidupan

Pada awalnya orang mencintai dirinya sendiri akibat dorongan kemauan (saya >>> a6’) dan dengan cinta pada diri sendiri inilah orang mengeksploitasi segala sesuatu demi kesenangan “saya”. Dunia yang merupakan tempatnya menjalani kehidupan memberikan kepadanya kenikmatan, sehingga tumbuh kecintaan kepadanya. Memang sulit menghilangkan kecintaan kepada dunia bahkan sampai muncul ketakutan tidak mendapat bagian atas nikmat dunia.
QS An Nahl 16 ayat 107: Yang demikian itu disebabkan karena sesungguhnya mereka mencintai kehidupan di dunia lebih dari akhirat, dan bahwasanya Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang kafir.
Dengan dorongan cinta pada dirinya sendiri, Tuhan memberikan ancaman dengan neraka dan iming-iming dengan surga agar bersedia berserah diri kepada-Nya.
QS Ali Imran 3 ayat 14-15: Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan (hubbu) kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). Katakanlah: "Inginkah aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari yang demikian itu?" Untuk orang-orang yang bertakwa (kepada Allah), pada sisi Rabb mereka ada surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai; mereka kekal didalamnya. Dan (mereka dikaruniai) isteri-isteri yang disucikan serta keridhaan Allah. Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.
Diharapkan orang bersedia mencintai Allah dengan kesungguhan. Pun kecintaan kepada yang lain tanpa didasarkan atas cinta kepada Allah juga akan dihukum.
QS At Taubah 9 ayat 24: Katakanlah: “Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.
Sehingga cinta hanya untuk Dia.
QS Ali Imran 3 ayat 31: Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah (tuhibbunallahi), ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Dengan menumbuhkan cinta Ilahi, diharapkan bisa mendapatkan cinta Ilahi. Rasulullah pernah berdoa, “Ya Allah karuniakan kepadaku kecintaan kepada-Mu, kecintaan kepada orang yang mencintai-Mu dan kecintaan apa saja yang mendekatkan diriku pada kecintaan-Mu. Jadikanlah DzatMu lebih aku cintai dari pada air yang dingin.”
Ali (kw): “Cinta kepada Allah itu laksana api apapun yang dilewatinya akan terbakar. Cinta kepada Allah itu laksana cahaya apapun yang dikenainya akan bersinar. Cinta kepada Allah itu langit apapun yang dibawahnya akan ditutupnya. Cinta kepada Allah itu laksana angin apapun yang ditiupnya akan digerakkannya. Cinta kepada Allah itu laksana air dengannya Allah menghidupkan segalanya. Cinta kepada Allah itu laksana bumi dari situ Allah menumbuhkan segalanya. Kepada siapa yang mencintai Allah, Dia berikan kekuasaan dan kekayaan.”
Sewaktu masih kecil Husain cucu Rasulullah (saw) bertanya kepada ayahnya, Sayidina Ali (kw), “Apakah engkau mencintai Allah?” Ali (kw) menjawab, “Ya.” Lalu Husain bertanya lagi, “Apakah engkau mencintai kakek dari Ibu?” Ali (kw) kembali menjawab, “Ya.” Husain bertanya lagi, “Apakah engkau mencintai Ibuku?” Lagi-lagi Ali menjawab, “Ya.” Husain kecil kembali bertanya, “Apakah engkau mencintaiku?” Ali menjawab, “Ya.” Terakhir Si Husain yang masih polos itu bertanya, “Ayahku, bagaimana engkau menyatukan begitu banyak cinta di hatimu?” Kemudian Sayidina Ali menjelaskan, “Anakku, pertanyaanmu hebat! Cintaku pada kakek dari ibumu, ibumu dan kepada kamu sendiri adalah karena cinta kepada Allah.” Karena sesungguhnya semua cinta itu adalah cabang-cabang cinta kepada Allah SWT. Setelah mendengar jawaban dari ayahnya itu Husain (ra) jadi tersenyum mengerti.
Tanda bukti bahwa mencintai Allah adalah penyerahan diri secara total, yaitu hilangnya keakuan menjadi hamba dengan sujud berserah diri.
Pengakuan cinta tanpa pengujian, bisa jadi hanyalah kebohongan. Contohnya adalah kecintaan Nabi Yusuf (as) kepada Allah.
QS Yusuf 12 ayat 30: Dan wanita-wanita di kota berkata, “Isteri Al Aziz menggoda bujangnya untuk menundukkan dirinya (kepadanya), sesungguhnya cintanya (hubba) kepada bujangnya itu adalah sangat mendalam (syaghafa). Sesungguhnya kami memandangnya dalam kesesatan yang nyata.”
QS Yusuf 12 ayat 33: Yusuf berkata, “Wahai Rabb-ku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. Dan jika tidak Engkau hindarkan dari padaku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh.”
Namun bagi siapapun yang berpaling, Allah pun siap mencarikan penggantinya.
QS Al Maidah 5 ayat 54: Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka (yuhibbuhum) dan merekapun mencintai-Nya (yuhibbunahu), yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.” Jadi kitalah yang membutuhkan Yang Kuasa.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Orang Jawa Menjelaskan Hakekat Manusia

Menyaksikan Keberadaan Rabbul 'alamin

Sugeng Kondur Bapak (Bapak Mas Supranoto)