Dalam riwayat yang lain dari
sumber yang belum diketahui disampaikan: “Banaytu
fi jawfi bni Adama qashran, wa fi al qashri shadran, wa fi al shadri qalban, wa
fi al qalbi fu’adan, wa fi al fu’adi syaghafan, wa fi syaghafan lubban, wa fi
al lubbi sirran, wa fi al sirri ana.” Yang artinya Aku
bangun dalam tubuh Bani Adam itu istana (qashr) dan dalam qashr ada dada
(shadr), dalam dada ada qalbu, dalam qalbu ada fu’ad, dalam fu’ad ada syaghaf
(rasa cinta yang dalam), dalam syaghaf ada lubb (lubuk hati), dalam lubb ada
sirr (rahasia – sesuatu sebelum kehendak muncul), dalam sirr ada Aku.
Al
Ghazali pun juga mengisahkan perjalanan mikraj sebagai berikut:
Pengertian (a6’’) yang
menyaksikan dan bersikap belajar dan diterangi misykat cahaya Allah SWT
memperhatikan kertas yang halamannya hitam karena tinta. Sesungguhnya kertas
tidak menghitamkan halamannya sendiri, tetapi tintalah yang melakukan.
Tinta yang dikumpulkan dalam botol sebagai tempatnya menetap
terpaksa pergi meninggalkan tempatnya karena paksaan oleh pena. Tinta tidak
bisa mengalir keluar dari botolnya, kecuali karena adanya paksaan. Pena telah
menculik tinta dari tempat menetapnya.
Pena pun sesungguhnya tidak mampu melakukan apa-apa. Karena
tangan dan jarilah (a1 s/d a4) yang menggerakkan pena dan mengarahkan tinta untuk
melaksanakan apa yang dikehendakinya melalui sang pena.
Tangan (a1 s/d a4) tidak lain hanyalah sepotong daging, darah, saraf dan tulang
yang tidak mampu bergerak dengan sendirinya. Sesungguhnya tangan dan jari (a1 s/d a4) adalah alat yang ditundukkan dan
dikendarai oleh sang penguasa yang disebut al qudrah/kekuasaan dan al ‘izzah /
keagungan (a5). Mereka itulah yang
membolak-balikkan tangan (a1 s/d a4) dan menggerakkannya ke segenap penjuru. Bukankah lumpur, batu
dan pepohonan tidak melampaui sedikit pun dari tempatnya berada dan tidaklah ia
bergerak dengan sendiri, apabila tidak digerakkan oleh penguasa ini, yang kuat
dan perkasa.
Al qudrah (a5) sesungguhnya juga tidak menggerakkan dan tidak pula
menundukkan tangan. Bahkan al qudrah (a5) tidur dengan tenang, tidur seperti mati atau bahkan tidak
ada. Karena sesungguhnya al qudrah (a5) tidak bergerak dan tidak pula menggerakkan, sampai didatangi
oleh seorang wakil yang mengejutkan dan memaksanya melakukan sesuatu. Al qudrah
(a5) memiliki kemampuan/kekuatan untuk
menolong, tetapi tidak memiliki kekuatan untuk menentangnya. Wakil inilah yang
disebut iradah/kehendak (a6’).
Al iradah (a6’) tidak bangkit sendiri, melainkan dibangkitkan. Dia tidak
bergerak, melainkan digerakkan dengan kekuasaan yang memaksa dan perintah yang
pasti. Al iradah (a6’) dalam keadaan tenang sebelum jiwa datang. Akan tetapi datang ke
hadapannya, jiwa yang memahami ilmu (a5’’) karena penerangan lampu akal (a7’’) dengan memberikan ketentuan pada al
iradah (a6’). Maka jiwa menentukannya dengan paksaan.
Sesungguhnya jiwa yang tenang ini ditundukkan di bawah paksaan ilmu (a5’’) dan akal (a7’’). Jiwa tidak mengerti karena dosa apa dia
jatuh padanya dan ditundukkan. Jiwa diharuskan menaatinya. Namun jiwa memahami bahwa dia berada dalam
ketenangan dan ketenteraman sebelum datang padanya ilmu (a5’’) dan yang memaksa, serta hakim yang
adil atau pun yang zalim. Jiwa telah diserahkan kepadanya dengan suatu penyerahan. Jiwa telah diharuskan menaatinya dengan
suatu keharusan. Bahkan bersamaan dengan itu tidak ada lagi kemampuan baginya
untuk menentangnya ketika telah diyakinkan pemahaman dan hukumnya. Demi umurku,
selama jiwa masih berada dalam keraguan /
ketidak-fahaman dan keheranan pada hukumnya, maka jiwa tidak merasa tenang tetapi dengan
perasaan dan penantian pada hukumnya. Maka apabila telah diyakinkan hukumnya,
niscaya jiwa dikejutkan dengan pasti dan paksaan
di bawah ketaatannya. Maka jiwa itu menentukan untuk berdiri dengan yang diwajibkan hukumnya.
Maka tanyakanlah kepada ilmu (a5’’) tentang ihwal jiwa.
Kemudian pengertian (a6’’) yang memperhatikan itu berkata, ‘Engkau benar.’ Lalu ia pergi
kepada akal (a7’’), jiwa dan ilmu (a5’’) untuk menuntut dan mencela mereka
karena telah membangkitkan al iradah (a6’) dan menundukkannya kepada al qudrah (a5).
Maka akal (a7’’) berkata, “Adapun aku, keberadaanku adalah seperti lampu. Aku tidak
menyala sendiri. Melainkan aku dinyalakan.”
Jiwa berkata, “Adapun aku, keberadaanku adalah
seperti papan tulis. Aku tidak terbentang sendiri. Melainkan dibentangkan.”
Ilmu (a5’’) pun berkata, “Adapun aku, keberadaanku adalah seperti ukiran. Aku diukirkan
pada putihnya papan tulis yaitu jiwa, ketika lampu akal (a7’’) menyala cemerlang. Jiwa tidak tergores sendiri. Betapa banyak papan tulis yang
sebelumnya luput daripadaku. Maka tanyakanlah kepada pena tentang diriku.
Karena, sesungguhnya garis-garis itu tidak terbentuk kecuali dengan pena.”
Maka ketika itu berguncanglah pengertian (a6’’) yang bertanya dan merasa tidak puas
dengan jawaban-jawaban itu. Ia berkata, “Telah lama jerih payahku pada jalan ini dan telah banyak pula
tempat-tempatku. Senantiasa aku dibingungkan oleh yang aku harapkan darinya
untuk mengetahui perkara ini dari yang lain. Akan tetapi aku menghibur diriku dengan banyaknya mondar-mandir
ketika aku mendengar sebuah perbincangan yang dapat diterima dan alasan yang jelas
untuk menolak pertanyaan.”
Adapun perkataanmu, “Sesungguhnya aku ini adalah garis dan ukiran, dan
sesungguhnya aku ini adalah digoreskan oleh pena, maka itu tak bisa difahami.
Sesungguhnya aku tidak mengenal pena melainkan terbuat dari bambu. Aku tidak
mengenal papan tulis melainkan ia terbuat dari besi atau kayu. Aku tidak
mengenal garis melainkan ia terbuat dengan pena. Aku tidak mengenal lampu,
melainkan ia terbentuk dari api. Sesungguhnya di tempat ini aku mendengar
percakapan papan, lampu, garis dan pena, tetapi aku tidak menyaksikan sesuatu
pun darinya. Aku juga mendengar suara gilingan tetapi aku tidak melihat sesuatu
yang digiling.”
Kemudian ilmu (a5’’) berkata kepada penanya itu, “Kalau engkau benar dengan apa yang
engkau ucapkan, maka harta bendamu itu bercampur dan bekalmu itu sedikit.
Kendaraanmu itu lemah. Ketahuilah bahwasanya kebinasaan-kebinasaan di jalan
yang engkau hadapi itu banyak jumlahnya. Maka yang benar bagimu adalah apabila
engkau berpaling dan meninggalkan tempat engkau berada. Maka segala sesuatu itu
dimudahkan bagi tujuan penciptaannya. Kalau engkau senang menyelesaikan
perjalanan menuju tujuan, maka pasanglah pendengaranmu dan senantiasa
menyaksikan.
Ketahuilah bahwasanya alam-alam di jalanmu ada tiga, yaitu:
v Alam al mulk wa asy syahadah
Itulah yang pertama. Adapun kertas, tinta, pena dan tangan
berada pada alam ini. Engkau telah melalui tempat-tempat itu dengan mudah.
Setiap yang berjalan di atas bumi, maka ia berjalan di alam al mulk wa asy
syahadah (A1 s/d A7).
v Alam Jabarut
Itu adalah yang kedua. Alam Jabarut berada di antara alam
mulk dan alam malakut. Engkau telah menempuh darinya tiga tempat. Pada
permulaannya adalah tempat al qudrah (a5), al iradah (a6) dan jiwa. Sesungguhnya alam Jabarut yang berada di antara alam Mulk
dan alam Malakut adalah ibarat perahu, dimana hal itu berada dalam gerakan
antara bumi dan air. Hal itu berada dalam batas goncangan air, bukan pada batas
ketenangan dan tetapnya bumi. Maka apabila kekuatan orang itu berlebih hingga
mampu mengendarai perahu itu, maka ia adalah seperti orang yang berjalan di
alam Jabarut.
v Alam Malakut.
Alam itu dibelakangku. Apabila engkau dapat melewatiku,
niscaya engkau sampai ke tempat itu. Pada tempat itu adalah lembah yang penuh
kenikmatan, jurang yang menakutkan, padang pasir yang membosankan,
gunung-gunung riya’, rimba pamer, lautan kesombongan dan kota keakuan. Aku
tidak mengerti, bagaimanakah engkau akan bisa selamat darinya. Perjalanan di
alam Malakut lebih sukar daripada perjalanan di alam Jabarut. Apabila ia mampu
berjalan di atas air tanpa menggunakan perahu, maka ia telah berjalan di alam
Malakut tanpa ada goncangan. Apabila engkau tidak mampu berjalan di atas air,
maka hendaklah engkau berpaling. Engkau telah melewati bumi dan membelakangi
perahu. Tidak ada lagi di hadapanmu kecuali air yang jernih.
Permulaan alam Malakut adalah musyahadah al qalam
(menyaksikan al qalam) yang dipergunakan untuk menulis ilmu pada papan tulis
hati. Maka diperolehlah keyakinan, yang dengan keyakinan itu, ia berjalan di
atas air. Apakah engkau tidak mendengar sabda Rasulullah (saw) tentang Nabi Isa
(as), “Seandainya Isa keyakinannya bertambah, niscaya ia dapat berjalan di
udara.”, yaitu ketika dikatakan kepadanya bahwa ia dapat berjalan di atas air.
ALAM
|
ORANG
|
OTAK
|
|
«
|
|||
l
|
|||
A
|
a’
|
a’’
|
|
-
|
a7’’
|
Alam Malakut
|
|
-
|
a6’’
|
||
-
|
a5’’
|
||
-
|
Alam Jabarut
|
||
a6’
|
|||
a5’
|
|||
A1-A2-A3-A4-A5-A6-A7
|
a1’-a2’-a3’-a4’
|
a1’’-a2’’-a3’’-a4’’
|
Alam Syahadah
|
Maka pengertian (a6’’) yang bertanya itu akhirnya berkata, “Sungguh aku heran
tentang urusanku dan jiwa merasa takut terhadap yang engkau sifatkan dari bahayanya
perjalanan. Aku tidak tahu, apakah aku mampu menempuh padang pasir yang engkau
sifatkan itu atau tidak? Apakah yang demikian itu memiliki tanda?”
Maka ilmu (a5’’) menjawab, “Benar ada. Bukalah pandangan matamu dan kumpulkan
sinar cahaya kedua matamu dan biji matamu ke arahku. Maka apabila tampak bagimu
al qalam yang dipergunakan untuk menulis pada papan tulis pikiran (a7), maka engkau hampir berhasil
menempuh jalan ini, karena setiap orang yang melewati alam Jabarut dan mengetuk
salah satu pintu-pintu malakut, niscaya dibukakan baginya dengan pena. Tidakkah
kita perhatikan bahwa Rasulullah (saw) pada permulaan urusannya dibukakan
dengan al qalam, yaitu ketika turun kepadanya QS Al-‘Alaq 96 ayat 1–5: Bacalah
dengan nama Rabb-mu yang menciptakan, Dia menciptakan manusia dari
segumpal darah. Bacalah dan Rabb-mulah yang Maha Pemurah, Yang mengajar insan dengan kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang
tidak diketahuinya.
Maka pengertian (a6’’) itu berkata, “Engkau telah membuka pandangan mataku dan
bijinya. Demi Allah, aku tidak melihat sebatang bambu dan sebatang kayu. Aku
tidak melihat pena kecuali yang seperti ini.”
Maka ilmu (a5’’) berkata, “Engkau telah pergi jauh mencari sesuatu pada
tempatnya. Apakah engkau tidak mendengar bahwa harta benda rumah itu menyerupai
pemilik rumah? Apakah engkau tidak tahu bahwa Allah SWT tidak menyerupai dzat-Nya pada
zat-zat lain? Demikian pula tangan Allah tidak menyerupai tangan-tangan
makhluk. Qalam-Nya tidak menyerupai pena-pena yang lain. Pembicaraan Allah
tidak menyerupai pembicaraan-pembicaraan yang lain. Garis tulisan-Nya tidak
menyerupai garis-garis tulisan lain.
Urusan-urusan ketuhanan ini datang dari alam malakut. Maka
tidak ada tubuh pada dzat Allah. Allah tidak berada pada suatu tempat, berbeda
dengan selain-Nya. Tangan-Nya bukanlah daging, tulang dan darah, berbeda dengan
tangan-tangan yang lain. Qalam-Nya bukanlah dari bambu. Papan tulis-Nya
bukanlah dari kayu. Pembicaraan-Nya bukan dengan suara dan huruf. Garis
tulisan-Nya bukanlah angka dan tulisan. Tinta-Nya bukanlah garam dan kelat.
Kalau engkau tidak menyaksikannya seperti ini, maka aku tidak
melihatmu melainkan seorang banci diantara tanzih / transenden dan tasybih /
imanen yang bolak-balik antara ini dan itu, tidak kepada mereka yang ini dan
tidak pula kepada mereka yang itu. Bagaimanakah engkau menyucikan zat dan sifat
Allah SWT dari jisim dan sifat-sifat-Nya?
Bagaimanakah engkau menyucikan kalam Allah dari makna-makna huruf dan suara,
serta berhenti pada pada tangan, pena, papan tulis dan garis-Nya?
Apabila engkau memahami dari sabda Rasulullah (saw), “Sesungguhnya Allah SWT menciptakan Adam
menurut bentuk / fitrahnya, bentuk lahir yang dapat ditangkap oleh pandangan
mata, maka engkau adalah orang yang menyerupakan secara mutlak, sebagaimana
dikatakan, “Jadilah engkau orang Yahudi sejati.
Jika tidak, maka janganlah engkau mempermainkan Taurat.” Kalau kita memahami dari sabda itu
‘bentuk’ batin yang dapat ditangkap dengan pandangan hati, bukan dengan
pandangan mata, maka kita telah menyucikan Allah secara murni dan telah
mengkuduskan-Nya secara nyata.
Pendekkanlah jalan, karena sesungguhnya engkau berada di
lembah Sang Rabb yang disucikan. Dengarkanlah dengan batin hatimu apa yang
diwahyukan kepadamu. Maka barangkali menemukan petunjuk di atas api. Barangkali
engkau dipanggil dari kemah ‘Arsy dengan apa yang dipanggilkan kepada Nabi Musa
as, sesungguhnya Aku adalah Ilah-mu ... (QS Thaha 20 ayat
12).”
Ketika pengertian (a6’’) itu mendengar ilmu yang demikian, maka ia merasakan
kelengahan dirinya. Sesungguhnya ia adalah banci diantara tasybih / imanen dan
tanzih / transenden. Maka pengertiannya menyala menjadi api karena besarnya amarah pada dirinya
sendiri ketika ia melihatnya dengan mata kekurangan.
Minyaknya yang terdapat dalam lubuk hatinya yang tidak tembus
telah hampir menerangi, sekalipun tidak tersentuh api. Maka ketika ilmu meniup
padanya dengan ketajamannya, maka minyak itu pun menyala. Kemudian ia menjadi
cahaya di atas cahaya. Kemudian ilmu (a5’’) berkata kepadanya, “Pergunakanlah kesempatan ini sekarang dan
bukalah matamu, barangkali engkau menemukan petunjuk pada api itu.”
Kemudian ia membuka matanya, maka dibukakan baginya Qalam
Ilahiah. Tiba-tiba hal itu tampak seperti yang disifatkan ilmu dalam penyucian.
Qalam itu bukanlah terbuat dari bambu dan bukan pula dari batang kayu, tidak
mempunyai kepala dan tidak pula mempunyai ekor. Senantiasa ia menuliskan
bermacam-macam informasi (a5’’) dalam jiwa semua manusia. Seolah-olah dia memiliki kepala Qalam pada
setiap hati, sedangkan ia sendiri tak memilki kepala.
Maka berlalulah keheranan dari sang diri itu. Ia berkata, “Sebaik-baik teman adalah ilmu (a5’’). Maka semoga Allah membalasnya
dengan kebaikan jasanya padaku. Karena, kini telah jelas bagiku akan kebenaran
ceritanya tentang sifat-sifat Qalam. Maka sesungguhnya, aku melihatnya sebagai
Qalam, bukan pena-pena yang lain.” Maka pada saat itu ia berpamitan dan
mengucapkan terima kasih kepada ilmu (a5’’). Ia berkata, “Aku telah lama berada padamu dan mondar-mandir
kepadamu. Aku sekarang berazam untuk berkelana kepada junjungan Qalam dan
menanyakan tentang ihwalnya.”
Maka ia berkelana dan berkata kepadanya, “Bagaimanakah
keadaanmu? Engkau senantiasa menuliskan ke dalam jiwa bermacam-macam pengetahuan (a5’’) yang membangkitkan al iradah (a6) kepada al qudrah (a5) dan meneruskannya kepada yang ditakdirkan.”
Kemudian Al Qalam menjawab pertanyaanku, “Apakah engkau lupa terhadap yang
engkau lihat di alam mulk wa asy syahadah dan engkau mendengar dari jawaban
pena ketika engkau menanyakannya, kemudian engkau dipindahkan kepada tangan?”
Maka ia menjawab, “Aku tidak melupakan hal itu.”
Al Qalam berkata lagi, “Maka jawaban itu seperti jawabannya.”
Pengertian (a6’’) itu
bertanya, “Bagaimanakah engkau tidak menyerupakannya?”
Al Qalam balik bertanya, “Apakah tidak mendengar bahwa Allah SWT telah menciptakan Adam menurut
bentuknya?”
Pengertian (a6’’) itu
menjawab, “Benar.”
Maka Al Qalam berkata, “Maka tanyakanlah tentang diriku yang
digelar dengan tangan kanan Raja (Al Malik). Maka sesungguhnya aku berada dalam
genggaman-Nya. Raja itulah yang membolak-balikkanku. Aku dipaksa dan ditundukkan.
Maka tidak ada bedanya antara Qalam Ilahi dan pena manusia dalam arti sama-sama
ditundukkan. Sesungguhnya perbedaannya dalam bentuk saja.”
Pengertian (a6’’) itu
bertanya, “Maka siapakah Tangan Kanan Raja (Al Malik) itu?”
Qalam balik bertanya, “Apakah kamu tidak mendengar firman
Allah SWT dalam QS Az Zumar 39 ayat 67: Dan langit digulung dengan Tangan Kanan-Nya?”
Pengertian (a6’’) itu
menjawab, “Ya.”
Selanjutnya Qalam itu bertanya, “Qalam-qalam seluruhnya juga
berada dalam genggaman Tangan Kanan-Nya. Dia lah yang membolak-balikkannya.”
Kemudian dari sisi Al Qalam, pengertian (a6’’) itu pergi menuju Tangan Kanan,
sehingga ia disaksikan. Dari keajaiban-keajaibannya ia melihat sesuatu yang
menambah keajaiban Al Qalam. Tidak boleh menyifatkan sesuatu dari yang
demikian. Juga tidak boleh menjelaskannya. Akan tetapi berjilid-jilid yang
banyak tidak memuat sepersepuluhnya. Kesimpulannya, bahwa itu di Tangan Kanan, yang
tidak seperti tangan kanan–tangan kanan yang lain dan jarinya pun tidak seperti
jari-jemari yang lain. Maka ia melihat Al Qalam itu bergerak-gerak dalam
Genggaman-Nya. Sehingga jelaslah baginya alasan Al Qalam. Kemudian ia bertanya
kepada Tangan Kanan tentang keadaannya dan sebabnya menggerakkan Al Qalam.
Maka Tangan Kanan itu menjawab, “Jawabanku adalah seperti
yang engkau telah dengar dari tangan kanan yang engkau lihat di alam syahadah,
yaitu penyerahan kepada Al Qudrah. Karena Tangan Kanan itu tidak mempunyai
hukum pada dirinya sendiri. Sesungguhnya yang menggerakkan Tangan adalah Al Qudrah
secara pasti.”
Maka pengertian (a6’’) itu berkelana ke alam Al Qudrah. Dari keajaiban-keajaibannya
ia melihat sesuatu yang dipandang hina oleh apa yang dipandang sebelumnya. Ia
ditanya tentang sebabnya menggerakkan Tangan Kanan.
Al Qudrah menjawab, “Sesungguhnya aku hanyalah sifat.
Tanyakanlah hal itu kepada Pemilik sifat Al Qudrah. Karena yang dipegang adalah
kepada yang disifati, bukan kepada sifat. Ketika itu, ia hampir tergelincir dan
melepaskan lisan pertanyaan dengan berani. Ia diseru dari belakang dinding
kemah junjungan Ilahi, “Dia tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya, namun
merekalah yang akan ditanyai (QS Al Anbiya 21 ayat 23).”
Maka ia jatuh pingsan karena hebatnya ketakutan kepada
junjungan Ilahi. Lalu ia jatuh tersungkur dengan gemetar tubuhnya. Setelah
sadar, ia berkata, “Maha Suci Allah, alangkah Agung Keadaan-Mu. Aku bertaubat
kepada-Mu. Aku bertawakkal kepada-Mu. Aku yaqin bahwa Engkau adalah Raja, Yang
Maha Perkasa, Yang Maha Esa dan Yang Maha Kuasa. Maka aku tidak takut kepada
selain-Mu. Aku tidak mengharap kepada selain-Mu. Aku tidak berlindung kecuali
dengan pengampunan-Mu dari siksaan-Mu dan dengan keridhaan-Mu dari murka-Mu.”
Mengingat
zaman akal sedang kita jalani dan kita belum tahu kapan akan berakhir. Namun
kita bisa menduga bahwa sebentar lagi akan tercapai puncak kemakmuran,
keadilan, keseimbangan di bumi. Sebelum semuanya kemudian akan rusak akibat
umat manusia masa depan kembali kepada keakuannya. Bukankah setelah Katon akan
muncul Karang lalu kembali kepada Klenik? Atau setelah A8, maka akan menjadi
ilmu sejarah A9 sebelum hilang menjadi kepercayaan A10.