Ide awal adanya lembaga tentunya berasal dari Yang Kuasa yang
dilambangkan dengan « dan melalui pintu percaya l proses berlangsung. Cita
dari lembaga tersebut berada di awal yang terdiri atas cita itu sendiri dan kuasa
lebih. Dan agar bisa terwujud harus selalu ada kuasa positif dan kuasa negatif
yang senantiasa dalam keseimbangan. Selama kuasa plus dan minus belum seimbang,
maka akan terjadi proses pergerakan menuju kepada keseimbangan.
Bilamana awal ini digambarkan adalah sebagai berikut:
Skema Awal menurut teori atom
Apa perlunya mengetahui hal ini?
Bagaimana pula dengan sang diri yang menyebut dirinya dengan
aku? Dari manakah aku ini berasal?
Kuasa sebagai wujud sempurna, tidak mungkin diketahui,
apalagi dikuasai. Ibarat orang berjalan di pantai, lalu melihat jejak kaki
orang. Maka dia bisa berkesimpulan dari pengertiannya bahwa tadi ada orang
jalan di pantai tersebut. Namun siapa yang berjalan, tidak diketahui. Demikian
juga dengan adanya alam semesta ini. Kita tahu bahwa ini adalah jejak adanya
Kuasa. Namun tidak seorang pun yang tahu siapa Dia. Hanya bisa mengerti ada-Nya
dan percaya kepada-Nya.
Kuasa dinyatakan ada kalau ada yang dikuasai. Siapakah yang
dikuasai-Nya? Tentunya adalah Aku-Nya. Aku sebagai sebagai yang dikuasai akan
menjadi pelaksana Kuasa. Aku memiliki dorongan keakuan, berupa dorongan
memiliki. Aku sadar bahwa memiliki Kuasa adalah menyenangkan, sehingga aku
ingin memiliki Kuasa. Berarti aku telah melakukan makar kepada Yang Kuasa. Sebagai
akibatnya aku disabda turun ke alam dunia yang tercipta dari api, melalui badan
manusia. Aku ini dididik oleh Kuasa dalam api agar tahu diri dan bersedia
menjadi pelaksana dari Kuasa. Kesatuan Aku dan Kuasa disebut sebagai Yang
Kuasa.
Dengan memahami konsep wahyu Jagad Pitu diharapkan orang bisa
mensikapinya dan bersedia menjalani fitrah kehidupannya, yaitu senantiasa mengikuti
arahan pikirannya (a7) yang mampu mengerti cita Ilahi dan mewujudkannya untuk
kenikmatan diri dan alam sekitarnya. Janganlah mengaku sebagai individu manusia
atau orang namun kesibukannya hanyalah memanfaatkan ragawi (aku >>> a),
maka dia akan hidup seperti tumbuhan. Atau hidupnya hanya memanfaatkan hatinya (aku
>>> a’) seperti hewan. Mereka seperti orang kerasukan jin, bahkan sampai
kesetanan dalam mewujudkan kemauannya. Apalagi kalau aku sampai naik ke pikiran
(a7). Akal (a7’’) akan rusak sehingga yang terjadi hanyalah berangan-angan.
Pengertian (a6’’) rusak yang muncul pengertian sesat. Memori rusak yang ada
adalah nilai-nilai sesat. Hasilnya adalah orang berwatak Iblis.
Berbeda dengan orang yang memahami akan fitrah jati dirinya.
Dia akan selalu berusaha menempatkan memori (aku <<< a5’’) sebagai pengingatnya
bahwa semua peristiwa adalah kehendak dari Kuasa, yang dengan itu dia selalu
ingat akan fitrah dirinya dan Kuasa. Atau bahkan dipandu dengan pengertiannya (a6’’)
sehingga dia selalu sadar (aku <<< a6’’) akan Yang Kuasa dan mengerti
akan perannya. Tentunya yang terbaik adalah selalu mengikuti arahan akal (a7’’)
yang dengan itu dia menjadi cerdas (aku <<< a7’’), hingga bisa
memaksimalkan hidupnya dengan menarik manfaat untuk mencapai tujuan yang
tertinggi, yaitu sebagai utusan dari Kuasa.
Konsep hati (a1’-a4’) beserta perasaan (a5’) menjelaskan
peran jin dan kemauan (a6’) menjelaskan watak setan. Dalam Quran disebutkan
bahwa setan akan membisikkan was-was ke dalam dada manusia.
Otak (a1’’-a4’’) beserta memori (a5’’), pengertian (a6’’) dan
akal (a7’’) menjelaskan peran malaikat yang dikisahkan makhluk suci yang
bermanfaat bagi kehidupan manusia dan hubungannya dengan Yang Kuasa. Sebagai
contoh otak kalau rusak, maka orang akan mengalami kehilangan kesadaran diri,
terputus hubungannya dengan raga (a), bisa dikatakan sudah tidak hidup. Meski
bisa saja hidup sebagai wujud ragawi seperti tumbuhan. Jadi otak ada
hubungannya dengan malaikat Izrail. Kalau memori (a5’’) mengingatkan orang
kepada Kuasa, hubungannya dengan malaikat Isrofil sebagai peniup terompet atau
pengingat. Orang yang mengerti (a6’’) akan mendapat kesenangan atau rezeki,
berarti ada hubungannya dengan malaikat Mikail. Sedangkan Jibril sebagai
pembawa wahyu ada hubungannya dengan akal (a7’’), yaitu memberikan cara berupa rencana
dan strategi.
Rumus A atau wahyu Jagad Pitu inilah yang harus ditawarkan
kepada masyarakat sebagai alternatif agar orang tahu diri. Sehingga bersedia
dengan ikhlas untuk menjalankan peran yang disandangnya dalam kehidupan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar