Arti Manusia Menurut Rumus A


Bila dianalisa menggunakan Rumus A dan diambil sosok orang yang menyebut dirinya dengan nama Abdul. Abdul adalah sebutan untuk menandai jasmaninya (a1, a2, a3, a4). Abdul diberi kelengkapan berupa daya yang terdiri atas indra & motorik (a5), hati (a6) dan pikiran (a7). Abdul menyebut dirinya dengan “saya”.
Hati (a6) bilamana didetilkan terdiri atas jantung (a1’, a2’, a3’, a4’), perasaan (a5’) dan kemauan (a6’). Pikiran (a7) terdiri atas otak (a1’’, a2’’, a3’’, a4’’), memori (a5’’), pengertian (a6’’) dan akal (a7’’). Dengan pengertian ini, maka Abdul yang semula adalah untuk menandai jasmaninya, akhirnya digunakan untuk menandai totalitas dirinya.
Darimana Abdul berasal?
Abdul terwujud melalui sperma bapaknya dan sel telur ibunya. Yang pertama kali mewujud adalah otak (a’’) pada hari ke 16, lalu jantungnya (a’), baru raganya (a). Lalu  pada usia 4 bulan dalam kandungan, nafasnya berfungsi sebagai pertanda akan awal kehidupannya. Pada usia 9 bulan 10 hari, Abdul lahir ke dunia dengan fungsi indra dan motoriknya mulai berkembang. Ini ada hubungannya dengan pertumbuhan otak reptilianya. Pada usia sekitar 3 tahun, Abdul mulai memiliki ingatan (a5’’). Pada usia sekitar 5 tahun, Abdul mulai menyadari keberadaan dirinya (a6’’). Pada saat bersamaan pula perasaan hati (a5’) dan kemauannya (a6’) mulai menguat. Dan pada usia 7 tahunan Abdul mulai cerdas menggunakan akalnya untuk menarik manfaat (a7’’). Ini ada hubungannya dengan otak neocortexnya.
Dalam QS As Sajdah 32 ayat 7-9: Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan Yang memulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina. Kemudian Dia menyempurnakannya dan meniupkan ke dalamnya ruh-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati (al af-idah); (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur. Juga dalam QS Shaad 38 ayat 71-72: (Ingatlah) ketika Tuhan-mu berfirman kepada Malaikat, “Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah. Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Ku-tiupkan kepadanya ruhKu; Maka hendaklah kamu menyungkur dengan bersujud kepadanya.” Pada saat Abdul berusia 4 bulan, ruh kehidupannya dihembuskan. Yang diturunkan disebut dengan ruh. Ruh menandai kehidupan sesuatu. Keberadaan ruh ditandai dengan nafas. Dimana janin mulai mengfungsikan paru-parunya untuk bernafas. Ruh ada hubungannya dengan kehidupan makhluk hidup. Kalau ruh dicabut, maka makhluk hidup tersebut akan mati.
Kesadaran diri Abdul ditandai dengan menyebut dirinya dengan “saya” baru muncul saat usia di atas 5 tahun. Saya kemudian ditempatkan dalam hati (a6). QS At Tiin 95 ayat 4-5 menyebutkan bahwa sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya. Dari pemahaman atas kenyataan “saya” Abdul dan QS At Tiin tersebut, maka “saya” ini diturunkan lebih lanjut ke posisi paling rendah yaitu hati (a6). Dengan memiliki hati tersebut, “saya” Abdul otomatis selalu berupaya meyenangkan diri memanfaatkan raganya (a1 s/d a4). QS Yusuf 12 ayat 53: Dan aku tidak membebaskan diriku, karena nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan (an nafs al amarah bis suu’).
Ketika “saya” Abdul sadar bahwa memiliki daya (a5), maka Abdul merasa dirinya mampu, sehingga punya watak suka mencela. QS Al Qiyamah 75 ayat 2: Dan Aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (an nafs al luwamah). QS Al A’raaf 7 ayat 179: Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati (qalbu), tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.
“Saya” Abdul ketika menggunakan perasaannya (a5’), maka Abdul berupaya mewujudkan kesenangan dirinya. Biasanya dalam upaya mewujudkan kesenangan, dia selalu diberi dua pilihan. QS Asy Syam 91 ayat 7-8: Dan jiwa serta penyempurnaannya, maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu kefasikan dan ketakwaan (an nafs al mulhamah atau sufiyyah). Umumnya orang akan memilih yang paling menyenangkannya.
“Saya” Abdul selanjutnya akan menggunakan kemauannya (a6’). Bukankah orang kalau bisa memenuhi kemauannya memperoleh ketenangan. QS Al Fajr 89 ayat 27: Hai jiwa yang tenang (an nafs al muthmainah).
“Saya” Abdul akan diingatkan kepada Tuhannya (saya <<< a5’’), kalau tumbuh kerelaannya, maka dia menjadi hamba yang ridha. “Saya” mulai ingat akan Yang Kuasa dan mulai ingat akan fitrahnya, yaitu menuruti tuntunan memorinya (saya <<< a5’’). QS Al Fajr 89 ayat 28: Kembalilah kepada Tuhanmu dengan ridha … (Ar Radhiyah).
Pengertian (a6’’) akan membuatnya sadar, maka hingga bersedia menyatukan dirinya kepada Ilahi dengan kepercayaannya, maka Abdul akan menjadi hamba yang diridhai. Ini terjadi bilamana “saya” mulai mau mengikuti arahan pengertiannya (a6’’). Dia menjadi hamba yang mengerti dan diridhai Tuhannya. QS Al Fajr 89 ayat 28: … dan diridhai-Nya (Al Mardhiyah).
Sebagai manusia, Abdul memiliki kecintaan kepada dirinya sendiri. secara tidak sadar menjadikan dirinya sebagai Tuhannya. Ini artinya Abdul terseret kepada kecintaannya (saya >>> a7). Namun kalau “saya” Abdul mulai mengikuti tuntunan akalnya (a7’’), maka dia hanyalah hamba dari Yang Kuasa (saya <<< a7’’). QS Al Fajr 89 ayat 29: Maka masuklah ke dalam jamaĂ¡h hamba-hamba-Ku.
Oleh karena itu bilamana “saya” selalu dalam panduan pikiran (saya <<< a7), maka dia akan dimuliakan Allah. Dan tentunya tidak akan melakukan perusakan terhadap alam semesta seperti yang disinyalir oleh Malaikat dalam QS Al Baqarah 2 ayat 30: Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat, “Aku hendak menjadikan Khalifah di bumi.”
Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan mensucikan nama-Mu?”
Dia berfirman, “Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”
Malaikat melihat kelakuan manusia dalam hal ini Homo Erektus, yaitu manusia pendahulu sebelum Nabi Adam (as) dan ibu Hawa (ra) diturunkan ke bumi. Homo Erektus ini barangkali prototipe manusia.
Ketika seseorang dikeluarkan dari perut ibunya, pada kenyataannya dia berhadapan dengan alam (A1 s/d A7). Dari pengamatannya terhadap alam, sebagaimana dijelaskan pada bab sebelumnya, orang pasti berada dalam keadaan tahu pasti (A8) atau ragu-ragu lalu berteori (A9) atau tidak tahu kemudian percaya (A10).
Namun pada kenyataannya pula orang menerima ide yang belum ada wujudnya, berarti dia belum tahu (A10), lalu dia terdorong untuk mewujudkannya. Kemudian dia berupaya mereka-reka cara untuk mewujudkan dengan menggunakan pikirannya (a7), sehingga berkembanglah ilmu pengetahuan baik teori maupun teknik (A9). Dengan gambaran yang dihasilkan dari penerapan ilmu tadi, dia kemudian mewujudkannya sehingga menjadi tampak (A8).
Demikian pula proses hilangnya wujud. Dari mula-mula ada (A8), lalu hilang dan berubah menjadi kisah sejarah (A9), kemudian dilupakan orang (A10). Bahkan mungkin telah berubah menjadi dongeng sebelum dilupakan.
PR terbesar manusia adalah bagaimana bisa menempatkan akal (a7’’), pengertian (a6’’) dan memori (a5’’) sebagai pemandu dalam menjalani kehidupan ini. Oleh karena itu sebagai manusia harus selalu menempatkan diri sebagai pelaksana kewajiban, yaitu kewajiban kepada diri sendiri, keluarga, masyarakat, negara dan Tuhan. Kelima kewajiban ini sebenarnya tidak akan konflik kalau orang mau mengikuti perintah Kuasa. Karena Kuasa ada pada alam, yaitu melalui alam Kuasa memelihara manusia. Kuasa juga ada pada negara, karena melalui negara, Kuasa melindungi orang yang disebut dengan warga negara. Kuasa pada diri orang yang memerintahkan orang tersebut beraktifitas melalui dirinya.
Dengan rumus A, maka kegiatan hidup orang bisa digambarkan sebagai berikut:

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Orang Jawa Menjelaskan Hakekat Manusia

Menyaksikan Keberadaan Rabbul 'alamin

Sugeng Kondur Bapak (Bapak Mas Supranoto)