Agama Menurut Penjelasan Nabi Muhammad (saw)

Bagaimana dengan agama Islam yang banyak dianut di Indonesia? Apa pengertian agama menurut Islam?
Agama dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah Ad-Diyn. Mengingat agama Islam menurut pelajaran agama Islam berasal dari Nabi Muhammad (saw), maka perlu disimak penjelasan beliau tentang apa yang dimaksud dengan agama.
Dari Abu Hurairah (ra) katanya, “Pada suatu hari Rasulullah (saw) tampak sedang berkumpul dengan orang banyak. Sekonyong-konyong datang kepadanya seorang laki-laki, lalu bertanya, “Ya Rasulullah! Apakah yang dikatakan Iman?”
Jawab Nabi (saw), “Iman ialah Iman dengan Allah; Iman dengan para Malaikat-Nya; Iman dengan Kitab-kitab-Nya; Iman akan menemui-Nya; Iman dengan para Rasul-Nya, (Iman dengan Qadha & Qadar) dan Iman dengan berbangkit di Akhirat.”
Dia bertanya pula, “Apakah yang dikatakan Islam?”
Jawab Rasulullah (saw), “Islam ialah menyembah Allah dan tidak mempersekutukan-Nya dengan yang lain-lain (syahadat);  Menegakkan sholat fardhu; Membayar zakat wajib; Puasa Ramadhan; (dan Haji).”
Tanyanya pula, “Ya Rasulullah, apakah yang dikatakan Ihsan?”
Jawab Nabi (saw), “Menyembah Allah seolah-olah engkau melihat-Nya. Sekalipun engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.”
Tanyanya pula, “Bilakah terjadi hari kiamat?”
Jawab Nabi (saw), “Orang yang ditanya tidak lebih tahu daripada yang menanya. Tetapi akan kuterangkan kepadamu tanda-tandanya, yaitu apabila hamba sahaya perempuan telah melahirkan majikannya, itu adalah salah satu tandanya; Apabila orang miskin yang hina dina telah menjadi pemimpin, itu juga termasuk tanda-tandanya; Apabila gembala ternak yang hina, telah bermewah-mewah di gedung nan indah, itu pun termasuk tanda-tandanya.
Selanjutnya ada lima perkara yang tidak seorangpun dapat mengetahuinya selain Allah. Kemudian Rasulullah (saw) membaca QS Luqman 31 ayat 34: “Sesungguhnya Allah, hanya Dia sajalah yang mengetahui tentang hari kiamat; dan Dia lah yang menurunkan hujan dan yang mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui apa yang akan dikerjakannya besok; dan tiada seorang pun pula yang dapat mengetahui di bumi mana ia akan mati; Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.””
Kemudian orang itu berlalu. Maka bersabda Rasulullah (saw), “Panggil orang itu kembali.”
Para sahabat berusaha mencari orang itu untuk memanggilnya kembali, tetapi mereka tidak melihatnya lagi.
Maka bersabda Rasulullah (saw), “Itulah Jibril (as). Dia datang mengajarkan agama (ad-diyn) kepada anda sekalian.””
Dari penjelasan Nabi Muhammad (saw) agama adalah sikap yang terdiri atas empat pilar, yaitu Iman, Islam, Ihsan dan Kiamat. Iman artinya percaya. Percaya kepada apa? Percaya kepada cita-citanya, karena semua orang berjuang untuk menggapai cita-cita yang dipercayainya.
Cita-cita yang mana yang akan diwujudkan oleh manusia? Hal ini dijawab melalui QS Al Fatihah 1 ayat 7, yaitu kenikmatan.
Islam artinya berserah diri. Maksudnya tujuan akan tercapai, bila manusia mau berserah diri kepada Allah, Tuhan semesta alam. Berarti manusia harus bersyahadat mengakui keberadaan Allah, yaitu melalui ayat-ayat yang terbeber di alam semesta ini yang dituangkan dalam Kitab Suci. Juga mengakui bahwa Muhammad adalah utusan Allah, yaitu yang membawa risalah perihal agama Islam.
Dalam rukun Islam, orang harus mendirikan sholat yang menjadi mi’rajnya orang Islam untuk menghadap Allah. Hal ini dinyatakan dalam QS Thaahaa 20 ayat 14: “Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah sholat untuk mengingat Aku.” Jadi dalam sholat harus ingat kepada Allah, kalau tidak akan disebut sebagai pendusta agama. QS Al Mauun 107 ayat 1-7: “Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang sholat, (yaitu) orang-orang yang lalai dalam sholatnya, orang-orang yang berbuat riya dan enggan (menolong dengan) barang berguna.”
Hadits yang diriwayatkan oleh Al Ghazali menegaskan pentingnya ingat kepada Allah, yaitu Rasulullah (saw) menyampaikan, “Sesungguhnya Sholat itu adalah Ketetapan Hati (Tamaskun), Ketundukan Diri (Tawadlu’), Kerendahan Hati (Tadlarru’), ratapan Batin (Ta-assafu), Penyesalan Diri (Nadamu) dan Engkau Rendahkan Dirimu (Tadla’u Yadayka), seraya berucap, “Allahumma …, Allahumma …, Allahumma …,” Barang siapa yang tidak berbuat demikian, maka sholatnya tidak sempurna.” Hadits ini memberikan pengertian bahwa sholat merupakan tanda bukti orang bahwa dia percaya akan keberadaan Allah.
Untuk mencapai tujuan tercapai, maka perlu tekad untuk mewujudkannya, yaitu melalui puasa. QS Al Baqarah 2 ayat 183: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” Bertakwa berarti memiliki kemauan kuat agar tidak mudah goyah dari tujuan. Karena pentingnya tekad untuk mencapai tujuan, maka puasa sampai dinilai sendiri oleh Allah. Semua amal perbuatan Bani Adam adalah untuknya, kecuali shaum (puasa) adalah untuk dan kepunyaan-Ku dan Aku yang akan membalasnya. Dan bagi orang yang berpuasa diberikan dua kegembiraan, satu kegembiraan ketika berbuka dan satu kegembiraan lagi ketika menemui dan menjumpai Tuhan-nya. Dan sungguh bau yang keluar dari mulut orang yang berpuasa lebih wangi pada sisi Allah daripada bau kasturi.[1]
Tujuan tidak boleh mudah berubah, tidak boleh dicampuri atau ditunggangi tujuan-tujuan lainnya. Tujuan perlu kesucian. Kekotoran atau tercampurnya tujuan adalah bentuk kemusyrikan. QS Fushshilaat 41 ayat 6-7: Katakanlah, “Bahwasanya aku hanyalah seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku bahwasanya Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa, maka tetaplah pada jalan yang lurus menuju kepada-Nya dan mohonlah ampun kepada-Nya. Dan kecelakaan besarlah bagi orang-orang musyrik, (yaitu) orang-orang yang tidak menunaikan zakat dan mereka kafir akan adanya (kehidupan) akhirat.”
Karena tujuannya adalah untuk menemui Allah, sedangkan Allah itu gaib, maka pertemuan adalah dengan kepercayaan yang Allah disimbolkan dengan hadir ke rumah-Nya, yaitu Baitullah. QS Al Haaj 22 ayat 26-27: Dan (ingatlah), ketika Kami memberikan tempat kepada Ibrahim di tempat Baitullah (dengan firman), "Janganlah kamu mempersekutukan sesuatupun dengan Aku dan sucikanlah Rumah-Ku ini bagi orang-orang yang thawaf dan orang-orang yang beribadat dan orang-orang yang ruku' dan sujud. Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh.
Dengan simbol pertemuan di Baitullah tersebut, maka tujuan telah tercapai (Ihsan). Hal ini dituangkan dalam QS An Nahl 16 ayat 128: Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat ihsan (muhsinuna).
Yang terakhir adalah Kiamat, yang bermakna segala sesuatu itu terwujud atau berakhir ada waktunya masing-masing.
Pengertian agama ini dari waktu ke waktu mengalami perubahan makna sesuai dengan penafsiran masing-masing kelompok. Umumnya agama hanya menjadi serangkaian kegiatan ritual rutin dan seolah terpisah dari kehidupan umum. Kesan sakral pun semakin pudar, yaitu ketika agama berubah menjadi seni-budaya. Apalagi ketika agama mulai dijadikan kendaraan politik.


[1] Hadits dari Thabarani dalam al-Kabir dari Ibnu Mas’ud dan Ibnun-Nazzar dari Ibnu Mas’ud juga, sedangkan Ibnu Asakir yang bersumber dari Abdullah bin Harits bin Naufal (ra)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Orang Jawa Menjelaskan Hakekat Manusia

Menyaksikan Keberadaan Rabbul 'alamin

Sugeng Kondur Bapak (Bapak Mas Supranoto)