Memahami manusia & perannya dengan rumus A - Jagad Pitu

Bilamana « dan 🌑 diberi istilah Kuasa, maka A s/d A7 disebut dengan istilah alam yang merupakan cipta / pengejawantahan dari cita atas Kuasa-Nya. Sedangkan Aku-Nya atau yang dikuasai disabda menyatu dalam alam tersebut. Oleh karena itu totalitas « hingga A7 disebut sebagai Yang Kuasa. Yang dalam istilah Islam disebut dengan Allah.
Dengan logika yang sama, ketika seorang individu manusia diciptakan atau dikeluarkan dari alam manusia, maka a s/d a7 orang tersebut adalah juga cipta dari Kuasa. Sedangkan yang dikuasai disabda turun menjadi “saya” dari orang tersebut. Saya ini juga disebut dengan diri atau jiwa atau nafsu dari orang tersebut. Berarti totalitas  « hingga a7 pada individu manusia disebut sebagai hamba atau khalifah atau utusan Yang Kuasa atau Allah.
Namun pada diri manusia terdapat « hingga a6’, yaitu hati (a6) yang terdapat dalam dada. Orang yang terseret perasaan hatinya akan bertingkah kerasukan dan bilamana kemauannya dihalangi menjadi kesetanan. Seolah menginformasikan kepada kita bahwa perasaan hati (a5’) adalah dalam wilayah jin. Bukankah dalam Quran jin juga menimbulkan was-was dalam hati orang? QS An Naas 114 ayat 4-6: “Dari kejahatan syaitan yang biasa bersembunyi, yang membisikkan ke dalam dada manusia, dari jin dan manusia.” Sedangkan kemauan hati (a6’) adalah wilayah setan. Saya ketika disabda diturunkan ke dalam hati, sehingga dengan wataknya yang selalu ingin memiliki membawa kepada keakuan diri.
Pada diri orang juga terdapat « hingga a7’’, yaitu otak atau pikiran (a7) yang akan memberikan petunjuk atau penerangan kepada orang tersebut melalui ide-ide yang diterima oleh pikiran seseorang. Penerangan atau penjelasan berarti memberikan pencerahan kepada diri seseorang, sehingga bisa disebut sebagai wilayah malaikat yang tercipta dari cahaya. Bukankah Jibril memiliki akal yang sangat cerdas? QS An Najm 53 ayat 2-11: “Kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru. Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan. Yang dijelaskan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat, yang mempunyai akal yang cerdas; dan (Jibril) menampakkan diri dengan rupa yang asli, sedang dia berada di ufuk yang tinggi. Kemudian dia mendekat, lalu bertambah dekat lagi, maka jadilah dia dekat dua ujung busur panah atau lebih dekat. Lalu dia menyampaikan kepada hamba-Nya (Muhammad) apa yang telah Allah wahyukan. Fuadnya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya.”
Ringkasan Wahyu Jagad Pitu
Masing-masing elemen pada orang akan berada dalam wilayah masing-masing yang dalam rumus A ditandai dengan garis (___). Hanya akunya yang akan berinteraksi dengan masing-masing sarana hidup manusia tersebut.
Dengan pikiran (a7), manusia seharusnya mengembangkan peradaban. Yaitu menempatkan Yang Kuasa di muka bumi atau Baitullah. Baitullah tersebut akan menjadi peran nyata keberadaan Yang Kuasa di bumi. Baitullah bisa berupa bangunan, perusahaan bahkan negara.
Bagaimana dengan Homo Erectus dan juga orang-orang yang tidak mau mengikuti arahan pikirannya (a7) bahkan dirusak oleh kemauannya?
Homo Erectus dan orang-orang yang tidak mau mengikuti pikirannya (a7) berarti hanya mempergunakan ragawi (a) dan hatinya (a’). Kelompok manusia ini hanya mengikuti kesenangan hatinya, sehingga hanya mampu membuat peradaban sederhana dan konon senang menumpahkan darah. Mereka hanya hidup untuk memuaskan dirinya dengan memanfaatkan apa yang ada di sekitarnya. Karena tidak akan mampu menterjemahkan cita-cita Tuhan, yaitu mewujudkan kenikmatan yang tidak terbatas kepada makhluk-Nya.
Bagaimana pula dengan orang-orang yang mau menggunakan pikirannya (a7), namun tidak mau mengakui ada-Nya?
Mereka akan membuat peradaban, namun peradaban yang akan membawa kepada kehancuran bumi.
Bilamana digambarkan, Homo Erectus dengan raga (a) dan hatinya (a’) melakukan pengamatan terhadap alam semata-mata untuk memuaskan dirinya. Pikiran (a7) belum mampu membuat mereka sadar dan hanya dipakai untuk memenuhi tujuannya. Mereka mendapat pengetahuan dari alam melalui indra (a5), lalu dipersepsikan oleh hatinya (a’) yang berhubungan dengan otak mamalianya untuk mendapatkan kesenangan. Dari hasil persepsi tersebut, akan muncul keinginan (a6’). Keinginan (a6’) kemudian akan memberikan perintah ke otak reptilianya untuk menggerakkan tubuhnya (a1-a4) melalui daya (a5) untuk menuntaskan keinginannya.
Berbeda dengan orang yang mengikuti arahan pikirannya (a7). Ketika orang menerima pengetahuan melalui pengamatan terhadap yang bisa diindrai (a5) dan yang bisa dirasakan (a5’), maka data tadi akan dicek oleh memorinya (a5’’). Dengan itu dia mengetahui. Kemudian data tersebut diolah oleh pengertian (a6’’). Pengertian (a6’’) ini akan membawa kepada tiga kemungkinan, yaitu pasti mengerti, ragu-ragu dan tidak mengerti. Kalau mengerti, maka dia akan menyusun rencana dan strategi menggunakan akal (a7’’) untuk dilaksanakan. Kalau pengertian belum mengerti atau masih ragu-ragu, maka akal (a7’’) bisa mengusulkan dugaan atau teori. Orang tersebut kemudian bisa jadi tidak mengambil tindakan apa-apa atau mungkin tetap nekad. Sedangkan kalau tidak mengerti pun akal (a7’’) akan memberikan solusi agar percaya saja, yang dengan itu dia bisa saja tidak mengambil tindakan apa-apa. Atau mengikuti apa yang dia percayai.
Melalui pikiran (a7) orang akan mampu mengembangkan peradaban, yang dengan peradaban itu, maka nikmat Tuhan akan terwujud. Sebagai contoh adanya kemacetan, maka dengan pengetahuannya ada yang marah (-), ada yang sabar menanti (+). Namun ada yang merenung dan muncul harapan agar lancar. Harapan tersebut bisa jadi adalah cita Ilahi akan kebutuhan sarana transportasi yang fitrahnya adalah untuk kelancaran. Dari harapan tersebut muncul ide dari yang berkuasa untuk melebarkan jalan, membangun flyover atau underpass atau bahkan sarana transportasi massal.
Dengan demikian bisa diringkas bahwa peradaban berasal dari sesuatu yang diketahui dengan pasti, disebut A8. Dalam istilah Jawa disebut dengan ilmu Katon. Menurut Al Quran disebut dengan áinul yaqin[1]. Peradaban dari sesuatu yang masih dikira-kira, seperti teori atau filsafat, disebut A9 atau dalam istilah orang Jawa disebut dengan istilah ilmu Karang (dikarang-karang). Menurut Al Qurán disebut dengan ílmu hingga ílmul yaqin[2]. Dan peradaban yang berasal dari apa yang dipercayai, disebut A10 atau ilmu Klenik dalam istilah orang Jawa. Menurut Qurán disebut dengan percaya (iman) karena gaib.
Melalui pengamatan alam tersebut orang akan selalu menghadapi ketiga keadaan tersebut sebagai jalan masuk menuju kepada nikmat yang berasal dari cita Ilahi. Cita Ilahi yang kemudian diwujudkan dalam bentuk lembaga merupakan tugas setiap orang untuk mewujudkan baik sendiri atau pun secara berkelompok.
Proses ini digambarkan dalam Quran surat Al Baqarah 2 ayat 1 – 4, yaitu: “Alif Lam Mim. Kitab yang tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa, yaitu yang mendirikan sholat dan menafkahkan sebahagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka. Dan mereka beriman kepada Kitab yang telah diturunkan kepadamu dan kitab-kitab yang diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya akhirat.”
Makna mendirikan sholat di sini adalah upaya cerdas menggunakan akal (a7’’) untuk mewujudkan tujuan. Sedangkan untuk mewujudkan tujuan perlu modal, yaitu melalui menafkahkan rezeki yang dimiliki. Dalam upaya mewujudkan, menggunakan ilmu-ilmu yang telah dikembangkan oleh orang-orang terdahulu dan ide-ide yang difahami. Bukankah ilmu tersebut berupa bacaan, dan bukan sekedar tulisan? Waktu dari mengawali perwujudan hingga jadi adalah waktu tirakat atau puasa. Saat perwujudan terjadi, itulah hadiah kemuliaan dari Yang Kuasa atau disebut haji bagi orang Islam.
Ini penjelasan dari sisi lahir. Dari sisi bathin, sebagaimana sudah menjadi budaya umat Islam.



[1] QS Ats Tsakatsur 102 ayat 6
[2] QS Ats Tsakatsur 102 ayat 5

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Orang Jawa Menjelaskan Hakekat Manusia

Menyaksikan Keberadaan Rabbul 'alamin

Sugeng Kondur Bapak (Bapak Mas Supranoto)